Share

Ujian selama hamil

Beberapa hari setelahnya, kedua orang tuaku kembali kerumahnya. Awalnya aku kira semua akan berlalu dan kembali normal seperti semula. Tapi ternyata tidak, mertuaku semakin menjadi-jadi. Kini tidak hanya menghinaku dan keluargaku dibelakang. Sekarang lebih terang-terangan terhadapku. Semua yang ku lakukan seakan salah dimatanya.

"Ma, makan dulu yuk." ajakku pada ibu mertua.

"Masak apa kamu?" tanya mertuaku ketus.

"Telur balado sama Ikan laut ma, ada sayur bayam jga. Mama mau aku ambilkan apa nunggu mas Andi pulang, biar makan sama-sama?" usulku

"Kamu ini, katanya anak orang kaya. Masak kasih makan saya dan anak saya makanan kampung kayak gini." hina wanita yang telah melahirkan suamiku.

Begitu tajam ucapannya hingga menusuk kedalam hati ini. Sesak dada ini mendengar kata demi kata yang terlontar dari mulutnya.

"Asal kamu tau ya, anak saya ngk suka makan-makanan seperti ini. Ngk bergizi. Andi itu dari kecil selalu makan makanan yang enak-enak. Walau kami tidak kaya seperti keluargamu, tapi makanan kami adalah makan yang layak. Nah kamu, nyiapin ini aja bangga. Jangan-jangan keluarga kamu memang sering kasih makan murahan seperi ini ya. Pantasan kaya, ternyata modal pelit untuk perut." tak puas menghinaku, dia juga menghina keluargaku.

"Tapi ma, ini semua permintaan mas Andi tadi pagi." jawabku

"Udah jangan banyak alasan kamu. Sini, mana uang belanja yang dikasih anak saya. Biar saya aja yang atur keuangan. Kamu ngk becus. Yang ada kamu gelapkan jerih keringat anak saya untuk mempersiapkan makanan murahan ini. Kamu kira saya ngk tau kamu menghambur-hamburkan uang anak saya untuk beli baju dan make up kamu itu. Udah jadi istri orang ngk usah sok-sok dandan segala. Lebih baik kamu dirumah aja, layani saya dan anak saya." 

"Tuh sekalian cuciin pakaian kotor saya. Kamu sejak hamil jadi malas-malasan. Bikin saya makin gedek liat kamu. Saya itu paling ngk suka pakaian numpuk sampai dua hari. Jangan jadikan anak kamu alasan buat malas-malasan dirumah saya. Masih untung kamu saya jadikan menantu. Liat badan kamu sekarang, baru hamil beberapa bulan badan udah melar semua. Giliran suami diambil orang baru ketar ketir." tak henti-hentinya ibu mertua menghinaku.

Padahal semua yang dia ucapkan itu tentang dirinya sendiri. Sejak mas andi bekerja dan mertuaku berpisah dengan om Tomi yang dituduh berselingkuh, ibu mertuaku semakin malas-malasan berjualan. Bahkan tak jarang pengeluaran lebih besar dari pemasukan. Dia lebih sering keluar dengan teman-temannya dan berbelanja setiap mas Andi gajian. Sehingga aku harus memutar otak untuk memenuhi semua kebutuhan rumah yang pas-pasan karena sudah dimanipulasi olehnya. Untung aku memiliki tabungan sendiri, dari uang yang selalu di transfer papa dan Mas Rino. Walau aku telah menikah, mereka tidak serta merta memutuskan suntikan dana untukku selama ini. Bahkan untuk membeli kosmetik dan pakaian aku dapatkan dari uang pemberian mereka. 

Hari demi hariku lalui dengan penuh kesabaran. Ucapan pedas dari mertua menjadi makanan sehari-hari. Aku hanya bisa menahan tangis dan memendam sakit hati ini seorang diri. Aku tidak ingin menambahkan beban pikiran kedua orangtuaku. Sesekali aku bercerita kepada adikku sekedar melepas beban pikiran yang mendera. 

Kehamilanku telah memasuki usia 4 bulan. Rasa lelah, lemas dan pusing sering kualami saat ini. Bahkan rasa mual dengan aroma tertentu sering melanda. Hal itu semakin menambah kebencian ibu mertua padaku. Dia selalu mennyangkut-pautkan kesialan yang dia alami dengan kehamilanku. 

"By, sejak kamu hamil, jualan mama jadi sepi banget sekarang. Kamu sih pake hamil segala, jadi mama kan ikutan apes gara-gara anak kamu". Ujarnya

"Loh, jualan mama yang sepi kenapa malah nyalahin anak aku sih ma. Mama kalau ngak suka sama aku ya udah. Tapi jangan ikut nyalah-nyalahin anak aku." untuk pertama kalinya aku memberanikan diri menjawab semua ucapan pedasnya.

"Hmmm... Tuan putri sekarang udah berani ngejawab rupanya. Udah merasa pintar kami hah?" bentaknya lagi.

"Maaf ma, bukannya aku merasa pintar. Tapi kali ini mama kelewatan. Semua kesalahan dan kesialan yang mama alami selalu dihubung-hubungkan dengan kehamilanku. Lagian ya ma, namanya dagang ya ada naik turunnya. Apalagi aku perhatikan sekarang mama jarang buka toko dan buah-buahan yang mama jual juga tidak kualitas baik seperti sebelumnya. Banyak stok buah yang kosong. Dan aku rasa itu salah satu faktor sepinya pembeli."

"Kamu ya..." mertuaku semakin geram dengan jawabanku.

"Loh, kan memang kenyataannya begitu ma. Makanya, kalau dikasih kepercayaan itu amanah. Jangan minta ini itu, eh uangnya dimakan sendiri. Apalagi buat hura-hura lelaki pengangguran. Papa cari uang itu ngak gampang lo ma. Eh, udah dibantu taunya dipergunakan untuk hal yang ngak penting. Modal habis dagangan zonk, yang ada uang papaku ngak balik dong." ucapku sedikit angkuh sebagaimana selama ini ia lakukan padaku. Ada kepuasan tersendiri setelah meremehkan wanita tua yang tak tau malu tersebut.

"Jaga ucapan kamu ya". bentaknya lagi.

Mertuaku semakin heran akan keberanianku yang kini mulai bersuara. Aku tidak ingin kembali di injak-injak seperti dulu. Salah satu yang membuat tumbuhnya keberanian didiriku adalah saat papa menghubungi dan bercerita kalau mertuaku meminjam sejumlah uang dengan alasan menambah modal jualan. 

Tetapi pada kenyataannya, uang tersebut tidak dimanfaatkan oleh mertuaku untuk kebutuhan toko miliknya. Melainkan untuk pamer dan memanjakan lelaki yang tengah dekat dengannya.

Setiap hari bukannya membuka toko, dia malah membawa lelaki tersebut kerumah disaat mas andi bekerja. Diusia mereka yang tidak lagi muda aku sedikit risih dan geli dengan tingkah mereka. Mertuaku yang saat itu sudah menginjak kepala 6, tanpa rasa malu bergelayut manja dipangkuan lelaki tersebut.

Entah apa yang ada dipikiran kedua orangtua yang sedang puber kedua tersebut. Tak ada rasa malu dan takut akan dosa. Sebenarnya aku bisa saja merekam semua itu dan memperlihatkan semuanya pada mas Andi. Tapi aku urungkan, aku tak ingin menjadi penyebab pertengkaran antara ibu dan anak. Biar saja mas Andi tau dengan sendirinya tanpa aku harus mengadukan semua itu.

Benar saja, disaat mereka akan melakukan hal yang tidak pantas. Disaat bersamaan tiba-tiba mas Andi masuk. Tidak seperti biasanya, mas andi pulang lebih awal. Adegan yang menjijikan itu mereka lakukan dihadapan mas Andi. Betapa kaget dan marahnya mas Andi. Hingga secara membabi buta mas Andi menghadiahi pukulan tepat di pipi lelaki tua tersebut. Jika tidak aku lerai mungkin lelaki tersebut sudah babak belur ditangan suamiku yang sedang tersulut emosi. 

Setelah mengusir pria tersebut,  mas Andi meminta penjelasan pada ibunya. Dengan enteng dan tanpa rasa bersalah dia menjawab singkat kalau dia serius dengan lelaki tersebut. Bukannya memberi restu mas Andi semakin menentang hubungan tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status