Share

Karena ibumu anakku begini...
Karena ibumu anakku begini...
Penulis: Bunda Gibby

Positif hamil

Sebulan sudah aku sah menjadi seorang istri dari Andi Brian Wardana. Kekasih yang ku pacari selama 6 tahun saat masih duduk bangku Sekolah Menengah Kejuruan Negeri. Saat itu mas Andi sudah duduk dibangku kuliah semester 4.

Setelah menikah kami mengajak ibu mas Andi dan juga adikku untuk tinggal bersama dirumah ini. Menemaniku agar tidak kesepian.

Sebagai pengantin baru aku dan mas Andi tidak menunda untuk segera memiliki momongan. Bahkan mas Andi seakan tidak sabar untuk memiliki bayi. Saran dari teman dan kerabat kami ikuti agar aku bisa segera hamil. 

Dan benar, tak lama setelahnya akupun positif hamil.

Saat semua keluarga berkumpul aku dan mas Andi mengumumkan atas kehamilan pertamaku ini. Kebetulan disaat itu kedua orang tuaku datang berkunjung.

Mama dan papa begitu bahagia, bahkan mama sampai menitikkan air mata kebahagiaan. Begitupun Yana, adikku. Tapi hal berbeda terlihat  pada ibu mertuaku, beliau hanya diam tanpa terlihat ekspresi bahagia sedikutpun. Entah karena ini bukan hal baru baginya disebabkan dia juga sudah memiliki tiga cucu sebelumnya dari mas Doddy. Atau memang karena dia tidak senang mengetahui kabar bahagia ini. Entahlah...

Ternyata keanehan ibu mertua juga dirasakan oleh mas Andi. "Mama kenapa diam aja? bentar lagi mama jadi nenek lho." tanya mas andi.

"Tanpa Byan hamilpun mama sudah jadi nenek kok." jawabnya ketus. Jantungku serasa berhenti seketika mendengar ucapan dari ibu mertua yang selama ini begitu menyayangiku. Aku begitu tidak percaya akan apa yang aku dengar barusan. Jangankan ikut bahagia, dia terkesan tidak menginginkan aku memiliki anak. Padahal anak ini adalah cucunya, darah daging dari putranya sendiri. Walaupun dia telah memiliki cucu lain sebelumnya. Tapi apakah tidak berharga baginya anak dalam kandunganku ini. Tanpa banyak bicara, dia melangkah pergi meninggalkan kami begitu saja menuju kamarnya. Kenapa dengan ibu mertuaku, padahal yang kulihat dari tadi mereka asik bersenda gurau bersama sebelum mengetahui berita kehamilanku ini.

Tak hanya aku dan mas Andi, kedua orang tua ku cukup di buat heran dengan sikap ibu mertuaku. Padahal selama ini kami tidak melihat gelagat aneh pada dirinya. Atau memang seperti ini lah sifat aslinya yang dia tutupi dengan topeng.

Mas Andipun menyusul ibunya ke kamar untuk mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

Tok... Tok... Tok...

Mas andi mengetok pintu kamar dan langsung memasuki kamar tersebut. Akupun sedikit penasaran mengikuti mas Andi dan berusaha mencuri dengar pembicaraan mereka.

"Ada apa sih ma?" tanya mas andi membuka pembicaraan.

"Kenapa ngak ditunda dulu sih?" mertuaku pun balik mempertanyakan perihal kehamilanku ini.

"Loh mama kok bicara begitu, memangnya mama ngak seneng bakal punya cucu?"

"Bukannya ngak senang, tapi mama ngerasa udah cukup lah 3 cucu. Kenapa harus tambah lagi. Nambah-nambahin biaya aja." ucap mertuaku.

Jujur, aku tidak percaya itu semua terlontar dari mulut seorang ibu. Bisa-bisanya dia berkata seakan-akan dengan kehamilanku ini akan menambah beban untuknya dan mas Andi. Sedangkan selama ini aku dan mas Andi tidak pernah sekalipun membebani dia dengan masalah keuangan maupun tenaga. Semua pengeluaran rumah kami tanggung sendiri dan pekerjaan rumahpun aku kerjakan sendiri tanpa merepotkan dirinya. Bahkan pakaian kotornya pun aku yang cuci dan setrika. Itu semua tidak menjadi masalah bagiku selama ini. Karena aku sudah menganggap beliau seperti ibuku sendiri. Tapi setelah mendengar ucapannya barusan aku menjadi meragukan kebaikannya selama ini. Rasa simpatiku selama ini seketika sirna hilang tak berjejak. Apa dia selama ini hanya bersandiwara?

"Tiga cucu yang mama maksud itu kan anak-anak dari mas Doddy ma. Andi juga pengen punya anak sendiri. Apa salahnya sih ma?"

"Ya ngak ada yang salah, cuma kenapa harus secepat ini? Mama kan jadi malu sama teman-teman mama. Ngak lama lagi acara resepsi pernikahan kalian dirumah keluarga Byan loh. Semua teman-teman mama udah pada tau kalau kalian akan melakukan resepsi kedua secara mewah. Kalau dia hamil gimana coba acara resepsi kalian nantinya." 

"Ya ampun ma, acara resepsi kan masih bulan depan. Dan Andi rasa ngak akan jadi masalah, ya walau resepsinya dilakukan secara sederhana seperti resepsi pertama. Cukup dihadiri keluarga besar dan kerabat dekat saja."

"Ya ngak bisa gitu dong nak, mau tarok dimana muka mama dihadapan ibu-ibu komplek kalau tau resepsi kedua kalian hanya sederhana. Mereka tu taunya resepsi yang di adakan orang tua Byan secara besar-besaran dan diadakan di Hotel mewah. Lah kalau cuma acara sederhana mama yang rugi dong. Ngk bakal pulang modal. Kamu ingat ya, mama ngeluarin uang buat acara resepsi kemaren ngk sedikit, jadi mama ngk mau tau, gmn caranya resepsi itu harus terlaksana dan semua amplop dari para tamu bisa mama gunakan membayar semua pengeluaran yang mama gunakan untuk acara kalian kemaren." 

"Andi ngak habis pikir dengan jalan pikiran mama. Bisa-bisanya mama kepikiran hal memalukan seperti itu. Ingat ma, keluarga Byan ngk pernah meminta mama mengadakan acara syukuran tersebut. Mama aja yang ngeyel seolah-olah mampu. Lagian habis berapa sih, ketimbang makan-makan untuk puluhan orang. Delapan juta aja ngk nyampe kan ma." mas Andi sudah mulai geram dengan tingkah ibunya.

"Kamu jangan sembarangan. Mama bela-belain pinjam uang di Bank untuk acara kalian tau." tutur mertuaku lagi.

Mas andi begitu kaget dengan penuturan ibunya, karena tidak sekalipun ibunya bercerita perihal hutang tersebut. Saat bertanya masalah biaya syukuran, dia berdalih memiliki uang simpanan dan ditambah dari uang tabungan mas Andi selama bekerja. Tapi kenyataanya tidak sesuai dengan ucapan.

Mas andi semakin dibuat geram dengan jumlah pinjaman tersebut memcapai 100 juta rupiah. Dan dengan jaminan sertifikat rumah peninggalan ayah mas Andi yang diwariskan untuknya. 

Dengan frustasi mas Andi mengacak-acak rambut dan wajahnya dengan kasar. Begitu tertekan suamiku akibat tingkah ibunya.

"Andi tidak menyangka, ternyata mama tidak berubah. Mama terlalu mendewakan uang sehingga bisa sedangkal ini dalam mengambil keputusan. Ini rumah peninggalan papa, tanpa pikir panjang menggadaikannya. Lalu jika tidak bisa melunasinya, kita mau tinggal dimana ma? Rumah kita yang satunya lagi kan sudah mama jual untuk bebasin mas Doddy dari penjara." 

"Ya kamu dong yang lunasi, mama udah capek kerja untuk kamu sampai kamu sarjana. Masak ketimbang uang 100 juta kamu perhitungan sama mama. Kamu ingat, kalau bukan karena mama kamu ngak akan bisa sekolah tinggi." jelas mertuaku meminta balas budi. 

"Dapat uang dari mana Andi ma, mama kan tau sendiri berapa gaji Andi. 

"Ya kalau kamu ngak mampu, kamu tinggal minta ke mertuamu. Percuma mertua kaya tapi ngak ada gunanya." 

Deg... Satu lagi kebusukan ibu mertuaku terbongkar. Dia tenyata hanya mengincar uang keluargaku. Tapi walau begitu apa pantas dia melakukan semua ini sehingga merencanakan untuk menguasai seluruh amplop berisi uang yang nantinya akan diberikan oleh tamu undangan. Kenapa dia bisa berfikir sedangkal itu. Padahal saat acara pernikahan kami tidak ingin membebani dia dengan acara tersebut. Cukup dilakukan akad nikah dan dua bulan kemudian resepsi dikediaman orangtuaku. Mencocokkan dengan jadwal semua keluarga besar kami yang berada diluar kota. Dan saat itu diputuskanlah acara resepsi pernikahan pada akhir tahun hingga seluruh keluarga bisa menghadirinya. Tapi ibu mertuaku tidak setuju, dia merasa sanggup melakukan resepsi yang terbilang begitu sederhana itu. Malah bisa dikatakan bukan resepsi namanya. Lebih tepatnya hanya syukuran biasa yang kutaksir mungkin hanya menghabiskan biaya kurang dari 10 juta. Hanya sekedar makan bersama tanpa acara lainnya. Tapi dengan angkuh dia mengatakan seakan akan telah menghabiskan biaya ratusan juta untuk acara tersebut. Dan kini ingin meminta kembali atas apa yang telah dia keluarkan. Aneh bin ajaib, tapi itulah yang terjadi. Aku tidak menyangka memiliki ibu mertua Yang begitu sempit jalan pikirannya. Tak adakah sedikit rasa malu yang iya miliki. Mertua yang dulu ku sanjung, karena kasih sayangnya melebih anak kandung ternyata hanya kebohongan belaka. Ada maksud terselubung dibalik semua kebaikan tersebut. Dia tidak lebih dari wanita tua yang gila harta, mengukur segala sesuatunya dari uang yang dimiliki. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status