Pov Wijaya. Entah apa yang menggerakkan kakiku sehingga begitu ringanya melangkah ke areal pemakaman ini. Padahal selama ini aku sangat jarang berkunjung ke makam, sekalipun itu makam bapak. Bagiku bapak akan lebih membutuhkan doa ku dibanding dengan kunjungan, toh meskipun aku datang kita juga tak bisa bercengkrama. Namun hari ini aku begitu ingin datang kemari, tempat dimana disemayamkan jasad seorang wanita yang dulu pernah sangat aku benci. Berbeda dengan makam yang lain yang penuh dengan taburan bunga dari para keluarga yang datang untuk mendoakan, sudah menjadi tradisi bahwa menjelang ramadhan seperti ini pihak keluarga akan datang mengunjungi makan lalu tabur bunga sekaligus membersihkan areal makam yang mungkin hanya setahun sekali mereka kunjungi. Tempat dimana orang yang mereka cintai terbaring dibawahnya. Namun berbeda dengan makam mak Sumini, begitu dulu aku memanggilnya, ketika wanita itu masih sebagai sahabat ibu. Lalu setelah dia menikah dengan bapak, tak pernah l
"Istriku sudah cantik, habis ini makan yuk, perutku sudah laper, aku cuma mau makan kalau kamu juga makan pokok nya"Ujar Rudy sambil menyisir rambut Menik yang sedang rontok parah. Rudy menyembunyikan rambut-rambut itu disakunya, hanya agar tidak terlihat oleh Menikah dan membuatnya bersedih. Ketika akan mengenakan penutup kepala untuk menik, tangan Rudy ditahan oleh Menik. Sambil mata itu menatap sang kekasih dengan begitu dalam, seakan berusaha menyelami perasaan apa yang ada dibenak sang suami, sehingga Menik bisa menyampaikan permintaannya. "Mass... ""Iya sayang?"Rudy mengubah posisinya dengan duduk dihadapan Menik. "Aku boleh minta sesuatu?""Apapun selagi aku mampu, dan itu bisa buat kamu senang pasti aku berikan untukmu. Katakan kamu mau apa? Aku akan segera mencarikan nya untuk kamu"" Ah mas ini, aku kan bukan anak kecil, permintaanku bukan seperti itu""Lalu?""Aku mau mas membatalkan pengobatan ku ke singapure mas, aku ingin disini saja, bersamamu dan anak-anak. Lebi
Semenjak kepergian Menik, Rudy bagai bunga yang kehilangan mataharinya, layu seperti tanaman yang mulai menguning yang enggan untuk hidup. Rudy kehilangan tulang rusuknya, seringkali dadanya merasa nyeri setiap kali mengingat Istrinya. Hatinya terasa hampa ketika tempat tidur di sebelah kanan kosong. Rudy melarang siapapun untuk menyentuh lemari Menik, tak ada yang boleh membereskan sehelai pun baju Menik, karena dengan itu dia seakan masih merasakan kehadiran kekasihnya tersebut disini, dikamar ini melihatnya dengan tersenyum. Bahkan Rudy masih sering menciumi aroma tubuh Menik yang tertinggal. Semenjak kepergiaan sang ibu, dan tak tega melihat papa mereka berduka seorang diri. Jaya memboyong anak dan istrinya untuk tinggal dirumah Rudy, walaupun sering meninggalkan mereka sementara Jaya masih sering pulang pergi kekampungnya untuk mengurusi usahanya, Sekar pun menurut dengan suka rela, karena dengan begitu Sekarang juga bisa lebih sering bertemu orangtuanya yang tak lain adalah man
Bangunan berwarna hijau itu terlihat begitu megah, anak-anak berlarian dengan begitu ceria seakan tak ada beban. Yang usia ya lebih besar, sudah hampir memasuki remaja terlihat sedang mengasuh adiknya yang masih bayi, mereka semua disana terlihat saling menyayangi dan saling mengasihi. Mereka memang tak ada ikatan darah, namun ikatan batin yang mereka ciptakan layaknya saudara kandung. Astutik dan Wijaya tersenyum puas melihat semua ini, Wijaya merangkul pundak adiknya dengan penuh kasih. Usia mereka mungkin sudah tak bisa lagi dikatakan muda, rambut mereka pun sudah bercampur warna, namun mereka masih begitu rukun, masih sering menghabiskan waktu bersama. Kini usaha Wijaya berkembang jauh lebih besar bila dibandingkan dahulu, tetap dibidang kopi. Namun justru itu yang menjadikannya besar, penjualan kopinya sudah tersebar luas diseluruh nusantara, merknya sudah begitu terkenal diseluruh penjuru negeri, Wijaya sudah berhasil memiliki sebuah pabrik yang besar, dan menghidupi banyak kel
Cerita kali ini bagaikan menemukan kepingan puzzle yang hilang dari cerita Sebelumnya. Pertanyaan tentang siapa Sumini, dari mana asal usulnya, siapa Mursiyem dan kenapa Mursiyem begitu dendam dengan Menik akan terjawab. Mursiyem, gadis lugu anak seorang lurah desa Semilir yang jatuh cinta dengan lelaki yang tidak jelas asal usulnya. Namun ini bukan hanya bercerita tentang cinta biasa, kita bercerita tentang kasih sayang orangtua kepada anaknya, bagaimana orangtua yang ingin selalu melindungi anaknya. Kita juga akan bercerita tentang sakit hati, dendam, kecewa, penghianatan dan juga perjuangan. Dalam cerita ini kita akan banyak belajar tentang bagaimana mencintai orangtua, menghargai perjuangannya. Dan, jangan hanya menilai sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja, jangan menghakimi seseorang hanya dari apa yang kita lihat. Mari kita lanjutkan membaca.
Lelaki tua yang pipinya sudah mulai berkerut itu sedang diam melamun di mbale rumahnya yang besar, matanya jauh menerawang kedepan. Bahkan kopinya pun sudah tak lagi mengepul seperti ketika baru saja diseduh tadi, hilang hangatnya menjadi dingin seperti hatinya saat ini. Sesekali lelaki itu terlihat menghembuskan nafas berat, seakan-akan sedang menanggung beban yang begitu berat untuk dia pikul seorang diri. Namanya kuncoro, seorang Lurah didesa Sumilir yang begitu terkenal karena sangat tegas terhadap bawahan dan juga rakyat yang dia pimpinan, namun juga begitu dermawan dan ringan tangan dalam membantu rakyat yang sedang butuh bantuanya. "Ada apa to pak ne? Apa Kopinya mau di ganti? Itu sudah dingin, dibuatkan dari tadi mboten njenengan unjuk"(Mboten=tidak, njenengan=kamu, unjuk=minum) Tegur istrinya yang mendapati suaminya tengah melamun, membuatnya merasa kawatir. Akhir-akhir ini sang suami lebih sering terdiam, selera makannya juga sangat menurun, tidur pun tak pernah tenang. I
Kuncoro begitu bahagia kala mendengar jeritan tangis anaknya yang telah terlahir ke dunia dari dalam kamar itu. Anak-anak nya yang lain pun begitu antusias menyambut kelahiran adik mereka."Perempuan pak"Ucap Dasimah dengan air mata yang berlinang haru. Pasalnya diusianya yang sudah tak lagi muda, dan kedua anaknya yang sudah besar-besar, dia tak menyangka masih diberi kepercayaan Tuhan dengan menitipkan seorang malaikat kecil yang kembali mengisi rahimnya. "Alhamdulillah"Ucap Kuncoro dengan penuh haru selagus bahagia. Akhirnya dia memiliki seorang anak perempuan yang dia harapkan bisa mengurusnya nanti ketika dia sudah menua. Kuncoro pun segera mengazankan putri kecilnya tersebut dengan suara yang bergetar. "Pak, mau lihat adek"Pinta Suryadi anak keduanya. "Cantik sekali pak, pipi nya bulat seperti onde-onde, namanya siapa pak?"Tanya Damar anak sulungnya. "Mursiyem, akan kuberikan nama Mursiyem. Mursiyem adalah nama mbah buyut kalian, dia adalah seorang pejuang yang mempunya
Mursiyem remaja. Saat itu memang sedang musim, banyak garong di mana-mana. Mursiyem dan pengasuhnya yang selalu setia bersamanya baru saja pulang dari pasar untuk membeli sejumlah perhiasan. Tiba-tiba andong yang mereka tumpangi dihadang oleh sejumlah orang yang tidak dikenal. Mursiyem dan pengasuhnya sudah gemetar ketakutan, karena para garong itu bukan hanya menginginkan harta benda mereka, namun juga menginginkan tubuh Mursiyem sebagai pelampiasan nafsu. Kusir yang membawa mereka pun tak bisa diandalkan, jangankan menghadapi garong, baru melihat mereka saja celananya sudah basah. Ditengah keputus-asaan Mursiyem dan pengasuhnya, disaat Mursiyem sudah tidak berdaya melawan para garong yang terus menyeretnya, dan pengasuhnya yang hanya bisa menangis. Tiba-tiba datang seorang pria yang kedatanganya seperti telaga di tengah gurun pasir, entah keajaiban dari mana, atau restu dari alam semesta dia yang hanya seorang diri bisa melawan para garong itu dan membuat mereka pergi dan membebas