Sebelum Hanna masuk kedalam rumah, ia menghirup napasnya dalam-dalam. Seakan mengumpulkan keberanian untuk bercerita kepada ibunya. Pintu kayu yang sudah usang itu ia buka perlahan yang menimbulkan suara berdecit. Mery Jolie, ibunya Hanna terlihat sibuk dengan penggorengan dan ikan tuna yang baru ia beli.
Hanna memeluk ibunya dari belakang. Ia sandarkan kepalanya di punggung ibunya. Seolah sudah mengerti gelagat Hanna, Nyonya Mery membalikan badannya dan memegang kedua pipi Hanna. Ia selidiki mata coklat itu. Lalu nyonya Mery tersenyum.
”Dipecat lagi?” suaranya terdengar lembut.
Hanna menganggukkan kepalanya dan sedikit memanyunkan bibir mungilnya. Ia mulai membasahi pipinya dengan air asin yang keluar dari pelupuk matanya.
”Ibu, mengapa aku tidak bisa bekerja dengan benar? Aku hanya memukul pria mesum itu, karena dia telah meraba bokongku. Aku malah berakhir dipecat. Apa yang harus kulakukan, Bu?” Tangisannya semakin pecah.
Nyonya Mery menyeka air mata putrinya itu dengan kedua ibu jarinya. Ia sisingkan rambut Hanna ke belakang telinganya.
”Mereka hanya tidak memahami niat baikmu. Kau jangan menangis lagi. Bukankah Hanna yang ibu kenal seorang gadis tangguh.”
Hanna menarik kursi kayu yang ada di dekatnya dan menjatuhkan tubuhnya diatas kursi itu. Ia mengepalkan tangannya dan memukul meja yang ada disisinya.
”Harusnya aku memukul si manajer culas itu juga. Aku tidak salah.” Teriakannya menggema di rumah yang kecil itu.
Nyonya Mery hanya bisa mengelus dada melihat putrinya. Ia sangat memahami sifat Hanna yang terlalu berani.
”Hanna, kau seorang gadis. Bersikaplah seperti gadis pada umumnya. Harus anggun dan sopan. Bagaimana pria bisa menyukaimu dengan sikap yang seperti itu.” Ungkap nyonya Mery.
”Ibu, putrimu yang cantik ini memiliki banyak penggemar. Jadi ibu jangan khawatir, mereka tetap menyukaiku yang seperti ini.” Balas Hanna percaya diri.
”Yah, ibu tidak bisa pungkiri itu. Aku hanya merasa kasihan saja pada pacar-pacarmu itu. Aish, anak gadis ini sungguh luar biasa.” Nyonya Mery menggelengkan kepalanya melihat Hanna yang mengangkat kakinya ke atas meja.
Meskipun Hanna memiliki sifat yang seperti itu, banyak pria yang bertekuk lutut padanya. Jelas saja dengan tubuh bohai berparas cantik akan membuat pria mana pun mabuk kepayang. Hanna baru-baru ini menjalin hubungan dengan George, seorang dokter muda yang dikenalnya ketika ia membawa ibunya berobat bulan lalu. Bisa dibilang Hanna seorang 'playgirl'. Ia tipe yang mudah bosan dalam hubungan. Paling lama hanya sebulan.
Ah, 2 minggu yang lalu ia baru putus dengan Sean sebelum bersama George. Sean yang hampir melompat dari jembatan karena di campakkan Hanna. Sean malang jatuh cinta pada gadis yang salah.
”Hanna, bila ibu pikir-pikir usiamu sekarang hampir 30 tahun. Sebaiknya kau jangan lagi bermain-main dengan George. Dia pria yang mapan dan juga tampan. Ibu rasa kalian menikah saja. Kau tidak perlu mencari pekerjaan lagi. Bahkan semua temanmu sudah memiliki anak. Kau masih saja asik bermain-main.” Papar Nyonya Mery.
Hanna membelalakkan matanya. ”Ibu aku masih 29 tahun bahkan mendekati 30 pun belum. Aku masih belum menemukan yang cocok bu.” Hanna menguncir rambutnya sebab udara di rumah itu terasa pengap ditambah perkataan ibunya membuat Hanna semakin gerah.
”Mengenai George, aku masih belum terlalu mengenalnya. Ibu jangan risau. Aku pasti akan menikah tapi tidak sekarang.” Pungkasnya kemudian.
Nyonya Mery menyipitkan matanya yang lebar. ”Baiklah terserah kau saja. Ibu malas berdebat denganmu. Oh, kau lanjutkan saja memasak ikan tuna yang di mangkuk itu.” Nyonya Mery mengambil sweeter abu-abu miliknya yang tergantung di dinding.
”Ibu mau kemana?” Tanya Hanna.
”Ibu mau bekerja dulu. Mungkin Tuan Greyson sudah pulang. Ibu harus tepat waktu, kalau tidak si anak muda itu akan memecat ibu.” Jawab Nyonya Mery.
”Anak muda? Apa majikan ibu seorang pemuda lajang? Apakah ia tampan?” Mata Hanna berbinar ketika membayangkan majikan ibunya.
Nyonya Mery memukul pelan kepala Hanna.
”Kau sudah bersama George. Jangan harap untuk mempermainkan perasaan pria lain lagi. Lagi pula kau bukan tipe tuan Greyson.” Nyonya Mery meletakan dagunya di antara telapak tangannya sambil membayangkan majikannya itu.
”Dia pemuda yang tampan dan berbakat. Tapi sedikit galak dan angkuh. Ia tidak bisa melihat rumahnya berantakan. Benar-benar sangat perfeksionis.” Lalu nyonya Mery mengalihkan matanya ke Hanna. ”Sementara gadis yang di hadapanku ini sangat sembrono dan bar-bar. Haiyoo...”
Raut wajah Hanna berubah masam seasam perasan lemon. Ia memandangi punggung ibunya hingga hilang di balik pintu. Ia masih merasa malas untuk melakukan yang dikatakan Nyonya Mery. Ia melihat jam yang terpaku di dinding. Masih pukul 16.00. Masih ada waktu untuk menonton siaran kesukaannya sebentar.
Terkadang Hanna merasa heran dengan ibunya. Bila majikannya tidak ada di rumah, maka ibunya pun tidak bekerja. Hanna semakin penasaran dengan si tuan muda Greyson yang dikatakan Nyonya Mery. Wajahnya bersemu merah menebak-nebak ketampanan si majikan ibunya itu.
Will Greyson tiba di rumahnya diantar sang Manajer, Ryan. Ia meninggalkan Ryan di halaman depan. Will enggan mendengarkan suara berisik Ryan yang mengganggunya selama di perjalanan tadi. Ketika ia masuk kedalam rumah, Nyonya Mery menyambutnya dan memberi air perasan lemon. Ritual yang biasa dilakukan Will sehabis konser, minum air perasan lemon agar suaranya tetap terjaga.
”Mery, apakah kau sudah bersih-bersih hari ini?” Tanya Will sembari mengusap permukaan meja dengan jarinya.
”Iya tuan, semuanya sudah saya bersihkan.” Ia menundukkan kepalanya tak berani menatap mata Will yang seakan menusuknya.
”Bagaimana dengan handukku?”
”Saya sudah merapikannya berdasarkan warna di rak kamar mandi, seperti yang Tuan minta kemarin.”
Will mengangkat alisnya dan melengkungkan bibirnya kebawah. Kemudian ia melangkah ke atas. Saat di anak tangga ke empat ia menghentikan langkahnya.
”Ah, aku ingin makan salad buah dan dada ayam rebus. Juga smash potato beri sedikit lada.” Perintah Will dan kembali melanjutkan langkahnya.
”Baik tuan, seperti yang anda minta.”
Nyonya Mery segera membuat makanan yang diminta Will. Ia tahu betul tidak boleh melakukan kesalahan sedikit saja. Will sangat menghindari makanan yang digoreng. Demi menjaga pita suaranya tetap sehat, ia rela menahan seleranya. Padahal ia paling suka makan steak yang berminyak.
Di dalam kamar, Will terlihat memandangi sebuah gambar dua anak-anak yang sedang tersenyum sambil bergandengan. Itu adalah potret dirinya dan Kimberley semasa kecil. Dulu saat Will mengalami hari yang buruk, Kimberley lah yang selalu menemaninya. Ia masih mengingat dengan baik saat ayahnya mengalami kebangkrutan, ibunya lebih memilih pergi bersama pria lain yang lebih kaya. Meninggalkan Will kecil bersama ayahnya yang mulai sakit-sakitan.
”Aku harus pergi dari rumah ini, Hans. Aku tidak bisa menghabiskan hidupku yang berharga dengan merawatmu dalam kemiskinan.” Ujar Nyonya Rose, ibunya Will.
Hans Greyson hanya bisa pasrah. Tidak masalah jika Rose pergi asal Will tetap bersamanya. Will kecil saat itu tidak mengerti apa yang terjadi. Yang dia tahu, ibunya tidak membawa Will bersamanya. Meskipun Will menangis hingga matanya bengkak, Rose bahkan tidak menoleh sedikitpun. Ia tetap lurus kedapan menggandeng pria barunya.
Sejak kepergian Rose, Will membenci setiap orang yang memiliki keluarga harmonis. Bahkan ia membenci ayahnya. Jika bukan karena kebangkrutannya, Will tidak akan mengalami semua itu. Kenangan buruk itu selalu terekam dalam memorinya paling dalam. Yang membuatnya trauma dengan ikatan antara pria dan wanita. Seiring berjalannya waktu rasa traumatis-nya berubah menjadi philophobia.
Selama ini Will menghindari kontak fisik dengan lawan jenis, itu bisa memicu phobianya. Meskipun Will seorang idola, ia sering mengabaikan para fansnya yang ingin memeluk dan berfoto dengannya. Banyak penggemarnya yang menjulukinya si tampan yang angkuh.
Senin yang sibuk datang lagi. Hanna tengah bercermin mencoba pakaian yang akan ia kenakan hari ini. Ia memilih memakai rok plisket putih pendek dan memadukannya dengan blouse pink transparan berenda. Rambut coklat yang indah itu, ia biarkan terurai. Sentuhan akhir lipbalm pink yang menggoda ia poles di bibir seksi itu.Selama semalam ia menulis iklan di selebaran. Yah, Hanna mulai menyerah bekerja pada orang lain. Ia mencoba menawarkan jasa apa saja yang bisa dilakukannya. Entah itu bersih-bersih, mengantar barang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan jasa.Ia masukkan lembaran kertas itu kedalam tas besar. Sebelum pergi Hanna menyempatkan mengganggu Nyonya Mery yang sedang asik mengganti gorden jendela.”Booo!” Hanna dengan sengaja mengusili Nyonya Mery.”Haah!" Sontak Nyonya Mery berteriak kaget hampir terjatuh.”Hannaa.... Dasar gadis nakal. Jika ibu terkena serangan jantung bagaimana?” Hardik Nyonya Mery semba
”Will, kau baik-baik saja? Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kau terlihat kurang sehat?” Kimberley menyusul Will. ”Aku tidak apa-apa Kim. Makan siang hari ini kita batalkan saja ya.” Will melirik Kimberley. Bibir Kimberley melengkung kebawah. Ia merasa kecewa. Padahal dari semalam ia sudah membayangkan hari ini ia dan Will berlovey dovey. Yah, apa mau dikata Will sudah bilang batal ya batal. Bahkan Kimberley pun tidak bisa berbuat apa-apa. ”Ya, kita masih bisa atur ulang besok atau lusa. Kau mau pulang? Biar aku antar.” Tawar Kimberley. Will tersenyum. Sejenak ia menepuk-nepuk lengannya yang kotor terkena pasir saat terjatuh tadi. ”Kau yang terbaik. Aku bisa pulang sendiri. Kau tidak marah, kan?” ”Enggak kok.” Kimberley melirik siku tangan Will yang lecet. ”Tanganmu tergores. Mari aku bersihkan lukanya.” Bibir Will mengembang. ”Ini bukan apa-apa. Aku
Hanna secepat kilat berlari meninggalkan Will yang tengah bergelut dengan rasa perih yang menyayat di bawah sana. Sampai terbungkuk-bungkuk Will mengerang jerit kesakitan.”Aku akan membalasmu gadis gila!” Pekik Will, tangannya mengepal keras buku-buku jarinya. ”Mimpi apa aku semalam, harus mengalami kesialan ini.” Will menggerutu.Hanna tidak menggubris ancaman Will. Ia teruskan berlari, tangannya memeluk erat-erat kertas selebaran agar tetap pada tempatnya. Sesaat kemudian, ia menghentikan langkahnya di bawah pohon besar. Ia hempaskan dengan kasar bokongnya ke atas kursi, yang ada di samping pohon itu. Kaki yang lelah berlari itu, ia luruskan ke depan.Sejenak ia beristirahat di bawah pohon itu. Napasnya masih tersengal-sengal. Tiba-tiba ia terusik dengan suara bunyi dering ponselnya. Dengan malas ia ambil ponsel itu dari dalam tas.”George.” Batin Ha
Sore itu, Will Greyson mengunjungi dokter George, psikolog yang selama ini melakukan terapis pada Will. Pria manis itu duduk di depan Will. Ia memegang selembar kertas di tangannya. Alisnya yang tebal itu sedikit naik, aura bahagia terpancar dari wajah tirus itu.”Kulihat, kau sedikit mengalami perubahan. Emosi dan kecemasanmu sedikit terkontrol. Aku jadi penasaran dengan gadis itu.” Ujar George sembari meletakkan kertas itu di atas meja.Will yang sedari tadi duduk bersandar sambil melipat kedua tangannya di depan dada, mengubah posisi duduknya. Raut wajahnya berubah masam. Ia masih memendam rasa kesalnya kepada Hanna.”Dia itu gadis tergila yang pernah kutemui. Sangat kuat seperti pria saja. Sedikit pun tidak anggun seperti Kimberley. Tapi, kau tahu sekalipun ia gadis yang bar-bar, ada pria yang berlutut mengemis cinta padanya.” Will bangkit berdiri, berjalan menuju jendela.Ia perhatikan sejenak pemandangan di luar. Pandangan Ge
'Will, pada akhirnya kau menjatuhkan harga dirimu, demi kimberley.' Ucap Will pada diri sendiri.Kemudian ia mengambil ponselnya dan menekan nomor yang tertera di kertas itu. Will menghirup napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Beberapa detik kemudian, panggilan itu tersambung.Hanna yang tengah menyantap barbeque-nya terusik dengan dering ponselnya. Ia menyipitkan mata bulat itu ketika melihat nomor tidak di kenal menghubunginya. Dengan malas ia menjawab panggilan itu.”Ya, halo. Hanna di sini.” Suara Hanna terdengar kurang jelas sebab mulutnya masih penuh dengan barbeque.[ Hai gadis gila. Apa kau mengingat aku? ]Sesaat mulut Hanna berhenti mengunyah. Ia tengah mengingat suara si penelepon itu. Ketika ia menyadari suara itu milik Will Greyson, Hanna membelalakkan mata dan tersedak. George segera berdiri dan menyodorkan air mineral. Hanna mengangkat tangannya, memberikan isyarat kepada George untuk tetap di kursin
Semalam Hanna tidak bisa tidur dengan nyenyak. Pikirannya dipenuhi dengan tawaran pekerjaan Will. Kadang keningnya mengkerut dan kadang juga alisnya terangkat. Tak perlu dijelaskan, ia pasti sedang mengalami kesulitan dalam mengatasi pikiran anehnya itu. Ia melirik jam yang berdiri tegak di atas meja riasnya, sudah pukul 10 pagi. Terdengar suara gemeretak ketika jarinya mengetuk meja. 'Apa salahnya mencoba. Mungkin ia serius.' Ia berbicara dengan dirinya sendiri. Saat Hanna keluar dari peraduannya, ia mendapati ibunya tidak ada di rumah. Nyonya Mery sudah berangkat kerja pagi-pagi sekali. Lalu ia mengambil tas selempang pink-nya dari sofa depan. Setelah menyandang tasnya itu, Hanna pergi keluar. Kunci rumah itu, ia sembunyikan di bawah pot bunga yang berada di dekat pintu. Sebab kuncinya hanya ada satu, jadi kalau ibunya pulang bisa masuk ke rumah tanpa harus menunggu Hanna. Ia berjalan keluar gang, sesampainya di jalan besar Hanna menunggu bus
”What????” Hanna membelalakkan matanya.Hampir semenit mereka berdua hening. Bola mata Hanna membara. Ucapan Will membuat tekanan darah Hanna naik, hingga sedikit terasa menegang di punuknya. Saat ini Hanna ingin sekali meloncati meja itu dan menghajar Will."Apa tadi kau menghabiskan sarapanmu?" Tanya Hanna dengan wajah kesal.Will mengernyitkan dahinya, "Hmm, tidak. Aku hanya minum jus wortel dan tomat saja. Mengapa?"Sudut bibir Hanna naik sebelah, "Pantas saja otakmu tidak bekerja dengan baik. Terapi sentuhan katamu?" Hanna memalingkan wajahnya ke luar kaca, "Cih! Dasar pria mesum gila. Hampir saja aku mempercayai omonganmu. Aku memang membutuhkan pekerjaan tapi tidak jika itu harus memberi kau sentuhan. Maaf aku tidak mau. Kau cari saja wanita lain. Di luar sana banyak tuh yang menjajakan di pinggir jalan, kau ambil saja mereka. Aku masih memiliki harga diri." Hanna menolak mentah-mentah tawaran Will. Raut wajahnya terlihat serius d
Saat Will sedang mengintai, seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Detik itu juga Will hampir berteriak karena kaget. Rupanya itu adalah Sean yang hendak berkunjung ke rumah Hanna.”Hei! Jika orang lain yang melihatmu, pasti mereka mengira kau adalah pencuri yang sedang mengintai calon korbanmu.” Sean mengikuti arah pandangan Will.Sean membelalakkan matanya dengan mulut terbuka lebar. Gadis yang dicintainya ada di depan sana dan Will sedang mengintainya. Sontak itu membuat Sean menjadi berang.”Dasar mesum. Kau sedang mengintip kekasihku.” Sean menarik kerah baju Will yang membuat Will menengadah.Begitu melihat rupa Will yang tersembunyi di bawah topinya, Sean menjadi salah tingkah. Ia mengenali Will Greyson. Tentu saja, siapa sih yang tidak mengenal seorang Will. Penyanyi yang hilir mudik di semua siaran televisi juga konsernya yang selalu sukses. Sebenarnya Sean salah satu penikmat lagu Will. Hanya Hanna saja yang kurang