"Mungkin kalian tidak menyadari adanya CCTV tersembunyi di setiap sudut rumah ini," sahut Mas Yuda seraya menunjuk sesuatu yang sangat kecil terpasang di sisi atas dinding langit-langit, berada tak jauh dari kepalaku Semua mata tertuju pada arah yang ditunjuk oleh Mas Yuda "Apaa?" wajah Mira tampak memucat. Tubuhnya mendadak gemetar. Aku bernapas lega. Mas Yuda tersenyum seraya meremas jemariku di sisi samping tubuhnya. Aku tau dia percaya padaku "Benar, sebaiknya kita lihat CCTV saja," ujar Ayah. Aku melirik Mira yang tampak panik. wajahnya yang cantik itu, kini lebih putih karena pucat. Pasti saat ini dia sedang berpikir keras. Aku memberikan sedikit senyuman manis ketika dia melirikku sesaat tadi. "Sudah, sudah! Ayo kita sarapan dulu!" Kami mengikuti Ayah kembali menuju ruang makan. Sementara aku mengembalikan tugas ke ruang laundry pada mariam. Sepanjang sarapan Mira terlihat gelisah. Dia diam seribu bahasa. Tumben. "Bagaimana proyekmu, Yuda? Lancar?" Ayah membuka per
"Huh, diam-diam ternyata kerjanya cari muka. Pantas Ayah belain kamu terus. Bilang kamu baik. Ya Iyalah! Pasti kamu sudah sering mempengaruhi Ayah." Aku terlonjak ternyata Mira telah berada di balik pintu kamar Ayah. Wanita itu sudah rapi dengan pakaian muslimah modernmya. "Terserah kamu, Mir. Asal kamu tau, Aku sudah dekat dengan Ayah Surya jauh sebelum mengenal Yuda. Jadi wajar aja kalau Ayah Surya lebih menyayangi aku dari pada kamu!" Sahutku tenang seraya senyum yang kubuat semanis mungkin. Mira terlihat semakin geram. Matanya melotot padaku. Namun dia tak menjawab apa-apa lagi. Aku gegas beranjak meninggalkannya. Khawatir Ayah nanti mendengar pembicaan kami. Terdengar hentakan-hentakan kaki di belakangku. Aku tersenyum puas. Pasti saat ini Mira sangat kesal padaku. Aku menghampiri Yuda di ruang kerjanya. Suamiku itu sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke kantor. "Mas, kamu baik-baik aja, kan?" "Ya. Ayah bicara apa aja sama kamu." "Nanti lah aku cerita," sahutku s
"Bukankah Raihan masih ASI?" Kak Rio menatapku dari atas hingga ke bawah dengan senyum menyeringai. Risih sekali rasanya. Perasaanku semakin tidak enak. "Ya! Permisi dulu, Kak." Gegas aku beranjak meninggalkan kakak iparku itu dan secepatnya masuk ke kamarku. "Salma ....! Salma ....!: Tak kuhiraukan panggilan laki-laki itu. Lega rasanya saat sudah masuk kamar. Aku langsung membaringkan tubuh Raihan untuk kuberi ASI. Hingga kurang lebih satu jam, akhirnya Raihan tertidur pulas. Ada rasa gelisah dihati. Bagaimanapun juga, hati ini tak bisa menerima kebersamaan Mas Yuda dan Mira tadi pagi. Tiga tahun bukanlah waktu yang sedikit yang telah mereka lalui bersama. Pastilah banyak kenangan yang masih tersimpan. Aku menghela napas panjang. Berusaha menguatkan hati untuk percaya pada suamiku. Bukankah kami sudah berjanji untuk saling percaya dan saling menguatkan. ⁷ Aku meraih ponselku. Sepertinya tadi ada beberapa pesan yang masuk aku belum buka. Benar saja. Ada panggilan dan beberap
Aku berjalan menyusuri lorong hingga keluar tepat di samping rumah. Pak supir sudah menungguku sejak tadi. "Salma, mau kemana?" Aku hampir terlonjak mendengar sapaan kak Rio. "M-mau ke tempat WO, kak." "Mau aku antar?" tanyanya seraya tersenyum. "Tidak usah, Kak. Nanti aku mungkin janjian sama Mas Yuda." sahutku terpaksa berbohong. Aneh, tadi pagi istrinya dibiarkan berangkat bareng Mas Yuda Sekarang malah mau antar aku. Seperti apa sebenarnya kehidupan rumah tangga mereka? "Kamu ...terlihat cantik, Salma. Sebaiknya jangan jalan sendiri. Yuda pasti tidak akan keberatan jika aku menemanimu." "Tidak perlu, Kak. Aku sama supir, kok." Tanpa menunggu jawaban darinya, gegas aku beranjak meninggalkan laki-laki itu, lalu masuk ke dalam mobil. Karena sudah siang. Jalanan sudah mulai macet. Hampir satu jam aku baru tiba di kantor Mas Yuda. "Selamat siang, Bu!" Para karyawan sudah mengenalku. Mereka menyapaku ramah. Saat keluar dari lift, aku melewati kubikel para karyawan. Beberap
Aku terpekik ketika melihat seorang wanita sedang duduk tepat di kursi khusus CEO milik Yuda. Wanita licik itu tersenyum penuh kemenangan melihat kedatanganku. Matanya terus menatap tajam. Perlahan aku melangkah masuk mendekati wanita angkuh itu. "Mira, ngapain kamu di sini?" tanyaku berusaha tenang. "Hei, perempuan kampung. Jauh sebelum kamu kenal Yuda, Aku udah sering mondar-mandir di sini. Semua karyawan di sini kenal denganku. Tidak akan ada yang berani melarang aku masuk ke sini," sahutnya seraya memandangku dari atas ke bawah dengan tatapan sinis. Hmm ..., pantes aja Mira dengan mudahnya masuk ke ruangan Mas Yuda. Ternyata dia sudah terbiasa. Sikap para karyawan tadi juga aneh. Apa benar mereka takut dengan Mira? "Tapi sekarang ada Aku, istrinya Mas Yuda. Silakan kamu keluar dari ruangan ini," ujarku pelan namun penuh penekanan. "Enak aja main usir! Yudanya aja nggak masalah aku di sini. Aku mau nunggu sampai Yuda selesai meeting." Mira mulai kelihatan gusar. "Ada
"Mas, tadi Selvi kenapa?" tanyaku penasaran setelah kami berada di mobil. Suamiku ini memilih untuk pergi bersama supir. "Selvi terbukti membocorkan rahasia perusahaan pada perusahaan Angel. Tapi sebelumnya Aku dan Rein sudah antisipasi. Selvi sebenarnya telah memberikan informasi yang salah pada perusahaan Angel. Kemungkinan perusahaan Angel justru akan bangkrut," jawab Mas Indra panjang lebar. "Loh, Mas Yuda kenapa bisa tau bahwa Selvi mencoba untuk berkhianat?" "Rein mencurigai beberapa orang di kantor. Salah satunya Selvi Dan kami berhasil menjebaknya." "Mas, sahabatmu yang bernama Rein itu luar biasa. Apa dia tidak takut anak dan istrinya terancam karena pekerjaannya itu?" "Rein belum menikah. Dia mencintai seorang wanita, tapi wanita itu telah menikah. Walau demikian cintanya pada wanita itu tak pernah pudar. Bahkan dia selalu menjaga wanita itu dari kejauhan. Dia tak pernah rela wanita itu disakiti oleh siapapun, termasuk suaminya sendiri." Aku tertegun mendengar ceri
Beberapa hari ini kami fokus pada persiapan acara resepsi. Walau semua sudah dihandle oleh Wedding Organizer, Mas Yuda tetap mempercayakan keamanan acara itu pada Rein. Relasi perusahaan, sahabat, kerabat dan tetanggaku di rumah kontrakan, semua diundang. Termaauk Ibu mertua dan para iparku. Beberapa hari ini aku jarang melihat Mira dan Kak Rio di rumah. Mungkin Mira sedang ada pemotretan atau sengaja menghindar dari aku dan Mas Yuda. Entahlah. Kami tak sempat mempedulikan mereka. Sejak pagi kami sudah berada di hotel ini. Karena siang ini acara resepsi akan diselenggarakan di sini. Raihan dan Bu Ratri aku pesankan satu kamar agar bisa beristirahat dan mereka dalam pengawalan yang ketat, tentunya. Ayah Surya juga berada di kamar, tepat di sebelah kamar Raihan. Karena kurang sehat, beliau memilih untuk beristirahat saja di kamar. "Sudah selesai, Non." Aku berdiri, memandang tak percaya pada cermin. Wajahku berubah menjadi sangat cantik mempesona. "Non Salma cantik sekali." "Bu
Para tamu dipersilahkan untuk memberi ucapan selamat pada kami. Hidangan makananpun telah dibuka. Sebagian tamu memilih untuk menikmati hidangan terlebih dahulu. Sebagian lagi berdiri antri untuk memberikan ucapan selamat pada kami. Serombongan tamu dari tempat tinggalku yang lama terlihat antri panjang. Para petugas puskesmas juga datang. Mereka melambai-lambaikan tangannya padaku. Sudah tidak sabar ingin bersalaman denganku. "Duh Neng Salmaaa, cantik bangeeet ..., " "Nggak nyangka Neng Salma bisa dapetin Bos Proyek yang diidolakan perempuan-perempuan sekampung." "Syukur deh, Salma bahagia sekarang. Udah lepas dari ipar-iparnya dulu." Tak sengaja aku mendengar obrolan mereka ketika sedang mendekat hendak bersalaman. Tiba-tiba nampak beberapa orang yang sangat kukenal. Ibu Bang Irsan, mertuaku, ternyata datang. Beliau dituntun oleh Kak Norma dan Bang Safwan. Dengan langkah pelan dan lemah Ibu mendekat. "Salma ..., maafkan Ibu!" Aku terkejut saat Ibu tiba-tiba menangis tergugu