Suasana hening, membuat ruangan istirahat di salah satu lorong itu menjadi sedikit mencekam. Padahal, cukup banyak orang didalamnya, namun tidak ada yang bersuara sejak beberapa saat tadi. Pandya yang menjadi pusat perhatian dari seluruh pengikutnya yang menunggu penjelasan, hanya termenung memikirkan bagaimana dan darimana dia harus menceritakan hal yang harus dia katakan.Tidak ada yang berani menginterupsi, karena mereka semua tahu jika hal yang ingin disampaikan oleh pemimpin mereka itu merupakan sesuatu yang rumit. Jika tidak, Pandya pasti sudah mengatakannya sejak tadi dan dengan lantang.“Sebenarnya aku ingin memberitahu tentang adanya berita baik dan buruk kepada kalian, tapi aku belum menemukan kata-kata yang tepat agar kalian bisa memahaminya dengan mudah….,” Pandya menggantungkan ucapannya, namun tetap tidak ada yang berani menyela.“Aku akan mengatakan berita baiknya dulu, agar kalian bisa menangkapnya dengan lebih baik…,” Pandya kembali menjeda ucapannya. “Saat ini ada ca
“Apa yang kau rencanakan?! Kami tidak ada urusan denganmu!” sahut Pandya dengan tegas.Sosok yang tidak lain adalah Hansa yang sudah berhasil menyusul mereka, membuat Pandya dan para pengikutnya tidak senang. Apalagi, ada yang mengganjal dari kedatangannya yang seorang diri, karena Pandya yakin tidak ada orang lain lagi setelah dia mencoba merasakan keadaan sekitar.“Hahaha…, aku sudah menduga sikapmu akan seperti ini! Apa kau terkejut dengan kehadiranku?” tawa Hansa menggema di seluruh ruangan itu.“Kau tidak diterima disini! Jadi, kalau tidak ada hal penting, lebih baik kau lanjutkan saja perjalanan tanpa mengusik kami!” jawab Pandya dengan nada kasar.Hansa tidak menjawab, dan malah berjalan berkeliling mengamati keadaan di dalam ruangan itu. Dia bersikap seakan tidak pernah mendengar apapun yang Pandya katakan.Pandya bangun dari posisinya, diikuti oleh semua pengikut dan bersikap waspada. Mereka benar-benar tidak tahu, apa rencana Hansa mendatangi mereka seorang diri dan bersikap
“Apa maksudmu berkata seperti itu?!” tanya Pandya yang merasa curiga ada hal yang disembunyikan oleh Hansa.“Kau tidak mengira hanya informasi itu saja yang akan aku berikan, bukan? Aku yakin kau tidak akan menerima tawaranku jika hanya informasi itu yang kau dapatkan!” jawab Hansa sambil tersenyum miring.Pandya menggertakkan gigi untuk menahan rasa kesalnya. Dia merasa seperti sedang dipermainkan oleh Hansa sejak awal, dan itu membuatnya merasa malas meladeni setiap ucapan Hansa.Rasa penasarannya sudah tidak seperti awal tadi, dan membuat logikanya berjalan.“Informasi apa lagi yang akan kau berikan?! Ini akan menjadi penentu untuk kesepakatan kita!” sahut Pandya dengan tatapan memicing.“Huh, kau tidak seru sama sekali!” dengus Hansa. “Aku mendengar sebelum ini, Dipta telah mempelajari ilmu sihir tingkat tinggi dan berhasil mengembangkannya. Aku tahu kemampuanmu kini sudah jauh berkembang, tapi apa kau yakin bisa melindungi seluruh pengikutmu dari serangannya?!” jelas Hansa dengan
DRAAP! DRAAP! DRAAP!Suara langkah kaki Pandya dan para pengikutnya yang berlari sepanjang lorong, terdengar menggema dengan cukup lantang. Mereka tidak menggunakan jurus meringankan tubuh, untuk menghemat tenaga dalam yang sebelumnya sudah cukup terkuras.Tidak jauh mereka berlari, langkah mereka langsung terhenti saat di depan mereka sudah terlihat lorong yang bercabang seperti yang diucapkan oleh Hansa. Dan Hansa pun sudah bersemedi di depan lorong-lorong itu karena datang terlebih dahulu. Dirinya yang tidak perlu menghemat tenaga, langsung menggunakan jurus meringankan tubuh tanpa merasa sungkan sedikitpun.“Kenapa kalian lama sekali?! Aku sudah bosan sejak tadi menunggu kalian!” kesal Hansa sambil berdiri dari posisi semedinya.“Bukankah kamu sendiri yang ingin menunggu?! Jadi, jangan mengoceh kan hal yang kamu lakukan atas keinginanmu sendiri!” jawab Pandya langsung membuat Hansa terdiam.Pandya mulai meraba tanah di sekitarnya, untuk merasakan energi dari setiap lorong itu. Tot
‘Kau bisa lakukan apapun yang kau mau! Lagipula, kau sudah sangat lama tersegel dan hanya berada di sampingku setelahnya, kau berhak untuk menikmati kebebasannya!’ ucap Pandya dengan yakin.Sakra terdiam, dia tidak menyangka jika Pandya sangat memikirkannya. Padahal, dia kira memang sudah kewajibannya untuk melindungi Pandya, tanpa bisa berharap timbal balik sedikitpun. Tapi, pada akhirnya dia bisa mendapatkan kebebasan yang belum pernah dia rasakan.'Bukan berarti aku tidak berat untuk melepasmu. Tapi, aku juga tidak ingin menahanmu hanya karena keegoisanku. Aku sudah sangat bersyukur kau sudah selalu melindungiku hingga saat ini!’ lanjut Pandya bersungguh-sungguh karena tidak mendapat respon dari Sakra.'Aku tahu kau tidak akan mudah melepaskan ku!’ sahut Sakra percaya diri. ‘Tapi, kau tetap mau membebaskan aku. Aku tidak tahu harus berkata apa!’Suara Sakra mulai bergetar. Mungkin jika Sakra adalah manusia, saat ini dirinya sudah menangis karena terharu. Tapi, mengingat gengsinya y
Tawaran Hansa membuat Dipta cukup terkejut, dan membuatnya menaikkan alis sambil balas menatap Hansa. Mereka tidak sadar banyak pasang mata yang sedang melihat interaksi mereka, walaupun tidak ada yang tahu apa yang sedang mereka bahas saat ini.“Taruhan apa yang kau maksud?!” tanya Dipta setelah Hansa menarik wajahnya dan sedikit menjauh dari Dipta.“Kau bilang, kalau kau percaya dengan kemampuan Pandya bukan? Kau harus melawan Pandya, tanpa memberitahu taruhan kita pada siapapun!” jawab Hansa dengan santai.“Maksudnya, aku harus menyerang Pangeran Pandya? Bukankah itu jelas, aku yang akan tewas?!” tanya Dipta yang masih bingung dengan jawaban Hansa.“Itulah taruhan yang aku maksud! Pandya akan melawan hingga kau tewas, atau mengalah agar kau selamat!” jelas Hansa dengan penuh semangat.Dipta meletakkan kitab yang dibawanya tadi, kemudian meletakkannya di bawah dengan masih beralaskan sebuah potongan kain. Dia menatap tajam ke arah Hansa, untuk mencoba mencari tahu hal apa yang seben
Para murid Ajaran Sihir mulai membuat perisai sesuai arahan Pandya, sambil melindungi murid Ajaran Ramuan yang membawa para murid yang cidera menuju tempat yang aman. Untungnya, area lorong dengan tanah dan bebatuan kristal itu tidak terlalu panjang untuk dilewati.Namun, tetap saja tidak akan mudah untuk mereka melewatinya begitu saja. Mengingat monster-monster itu seperti tidak ada habisnya terus berdatangan, dan menyerang secara bersamaan. Seperti hewan buas yang harus darah, mereka menyerang dengan gigi taring yang mencuat keluar dan air liur yang terus menetes.PAAATS!CRAAAST!SHROOOT!Suara tebasan tidak ada hentinya, hingga Pandya menyadari adanya kejanggalan dari jumlah monster yang tidak berkurang. Bahkan, darah yang berceceran baru dia sadari jika warnanya bukan merah melainkan hijau gelap. Pencahayaan dari bebatuan kristal membuat mereka tertipu sejak awal, bahkan Pandya tidak bisa melihat dari mana para monster itu datang.Pandya mencoba berkomunikasi dengan Atreya, untuk
"Pandya, kamu harus ingat kalau paman selalu ada di pihakmu. Jadi, berusahalah untuk tetap bertahan hidup."Remaja laki-laki yang baru bangun itu lantas menatap sang Paman dengan bingung. "Aku benar-benar tidak mengerti. Apa Paman akan pergi jauh?"Akandra terlihat enggan untuk menjelaskan. Namun, jika dia terus menundanya akan semakin banyak waktu yang akan terbuang. Pria itu segera mengarahkan Pandya untuk menuju dapur belakang. Di atas meja, tampak sebuah kain pembungkus yang di dalamnya sudah terisi penuh dengan perbekalan."Paman mendapat laporan bahwa ada pembunuh bayaran yang mengincarmu. Saat ini pasukan ajaran pedang sedang menghadang mereka. Jadi, lebih baik kamu segera kabur dari sanggar ini," ucap Akandra sambil mencengkeram kedua lengan Pandya."Apa maksud, Paman?" tanya Pandya menegang, "apa pasukan kita tidak bisa menghadapi mereka, seperti biasa?"Pandya merasa ucapan pamannya sedikit tidak masuk akal. Sebagai salah satu calon pewaris Padepokan Nagendra yang tidak memi