Share

Bab 5. Perjodohan?

Esok harinya pukul 9 pagi, setelah satu jam perjalanan dengan pesawat—Lean pun tiba di Kota L. Ia dijemput oleh seorang pria paruh baya yang langsung mengantarkan dirinya ke sebuah mansion mewah.

"Lean Marquise? Selamat datang, duduklah!" Seorang pria berusia senja yang tengah duduk di belakang meja kerjanya, menyambut kedatangan Lean dengan senyuman hangat ketika Lean telah tiba di mansion.

Lean menundukkan kepalanya dengan sopan pada pria itu, sebelum ia menjatuhkan bokong rampingnya pada kursi yang telah disediakan untuknya.

"Bagaimana kabar Ayahmu?" tanya pria itu membuka percakapan, begitu mereka duduk berhadapan.

"Baik, Tuan Besar," sahut Lean, sembari tersenyum canggung.

Pria yang baru saja Lean panggil dengan panggilan Tuan Besar itu manggut-manggut di hadapan Lean. Dia adalah Tuan Besar Gail, Bangsawan nomor satu di Kota L.

"Aku senang mendengarnya. Kami sudah lama tidak bertemu. Aku bahkan baru tahu kalau putri bungsunya sudah menjadi seorang wanita yang sangat cantik," tukas Tuan Besar Gail.

Lean menanggapi pujian tulus itu dengan tersenyum tipis, "Terima kasih, Tuan Besar," balasnya. "Dan, terima kasih juga atas tawaran pekerjaannya," lanjut Lean lagi.

Tuan Besar Gail kembali manggut-manggut, "Itu tidak masalah. Oh ya, apa benar Putra Maison telah memutuskan pertunangan kalian?"

Putra Maison yang disebut itu adalah Brad. Lean terhenyak mendengar pertanyaan itu. Ia menurunkan pandangannya, kemudian meremas jemarinya dengan resah.

"Sebenarnya aku tidak ingin membahas hal ini, Tuan Besar. Tapi akan sangat tidak sopan jika aku tidak menjawab pertanyaan Anda." Lean lalu menjeda kalimatnya, memberanikan diri untuk menatap pria berusia senja yang sedang duduk di belakang meja sembari tersenyum kecut. "Itu benar. Sepertinya Brad Maison menganggapku tidak cukup baik untuknya karena aku lebih banyak menghabiskan waktuku untuk belajar.”

Embusan napas lega langsung keluar dari bibir Lean setelahnya. Sebongkah beban besar yang selama ini ia tahan seolah terangkat seketika.

"Baguslah.” Tuan Besar Gail mendengus. Di wajahnya terlihat gurat kepuasan. “Tapi menurutku, dia yang tidak pantas untukmu."

Lean tersentak di kursinya. "Apa maksud anda?"

Wajah wanita itu terlihat bingung, sebab Tuan Gail seolah mengetahui sesuatu yang tidak ia tahu.

Tuan Gail tersenyum. Pria itu tidak menjawab, melainkan bertanya hal lain. "Apakah Ayahmu belum menjelaskan apa yang harus kau lakukan di sini?"

"Sudah, Tuan Besar." Lean menganggukkan kepalanya, "Ayah sudah mengatakan padaku kalau anda telah memintaku untuk bekerja di Gail Mart.”

"Hanya itu?" tanya Tuan Besar Gail lagi, ia bahkan menoleh pada pria paruh baya yang sedang berdiri di sampingnya. Menatap sang asisten dengan wajah bingung.

Apa yang Tuan Besar Gail lakukan itu, tak lepas dari netra Lean. Dan hal itu pun membuat wanita itu didera kebingungan yang sama sebagaimana Tuan Besar Gail.

"Jadi ... Ayahmu belum menjelaskan padamu kalau kedatanganmu ke sini bukan hanya untuk bekerja, melainkan juga untuk mendekati Cucuku?” Sesaat, Tuan Besar Gail tercekat. “Maksudku, aku dan Ayahmu sudah membicarakan tentang perjodohanmu dengan Cucuku," jelasnya kemudian.

"Apa?" kelopak mata Lean sontak melebar. "Ma-maaf, Tuan Besar. Aku tak mengerti," ucap Lean sembari menautkan kedua alis indahnya.

"Hmmm ...." Tuan Besar Gail berdehem pelan lalu tersenyum tipis melihat reaksi Lean itu. "Sebenarnya, aku telah memintamu untuk menjadi calon istri Cucuku.”

“Hah? Cucu?” ujar Lean, hanya membeo ucapan Tuan Besar Gail.

Pria tua itu mengangguk tenang. “Aku ... ingin kau mendekati Cucuku, Edward. Agar dia bisa melupakan Bibinya.”

"A-apa? Bibi??" semakin bingung, Lean sama sekali tidak mengerti bagaimana harus menanggapi permintaan dari Tuan Besar Gail itu.

Ia bahkan termangu di hadapan pria berusia senja itu dengan mulut setengah terbuka. Pasalnya, ia tidak punya bayangan apa pun tentang perjodohan ini.

Ayahnya tidak berkata apa pun, selain ia yang ditawari bekerja. Namun, kini perlahan ia mengerti … apakah perjodohan ini yang menyebabkan kemarahan sang ayah meluruh?

"Tidak perlu terburu-buru, Lean. Aku akan memberimu waktu selama enam bulan untuk mengenal cucuku terlebih dahulu," tambah Tuan Besar Gail lagi.

"Lalu bagaimana setelah enam bulan?" sosor Lean cepat, "Mak-maksudku, bagaimana jika setelah enam bulan ternyata dia masih tidak tertarik padaku?"

"Tentu saja kau boleh memilih untuk terus bekerja padaku. Atau ....” Tuan Besar Gail menatap penuh pada Lean. “Jika kau telah memutuskan ingin kembali ke Swiss, aku juga tidak bisa melarangmu untuk tetap tinggal."

Lean diam sejenak, mencoba memikirkan tawaran tersebut. Dan setelah beberapa saat, ia pun menganggukkan kepalanya dengan raut wajah ragu, “Baiklah. Aku bersedia.”

Tuan Besar Gail tersenyum. Wajahnya yang semula sedikit khawatir kini terlihat lega.

"Sebagai hadiah kedatanganmu, aku telah menyiapkan sebuah apartemen untuk kau tempati selama kau tinggal di kota ini.”

**

Hari pertama bekerja di Gail Mart, di bawah udara lembut awal musim semi, Lean melangkah dengan setelan rapi yang senada dengan warna kulitnya.

Kaki jenjangnya melangkah memasuki lobi perusahaan, menuju meja resepsionis.

"Lean Marquise," lontarnya, memperkenalkan diri pada kedua wanita resepsionis.

Sesaat, kedua wanita itu tampak sibuk memeriksa layar komputer. Namun tak lama setelahnya, salah seorang dari kedua wanita itu langsung mengantarkan Lean menuju lift.

Wanita itu hanya menyapa Lean seadanya, memberitahukan bahwa kedatangannya sudah ditunggu.

"Terima kasih." Lean tersenyum ramah padanya setelah wanita itu mempertemukan Lean dengan seorang pria yang merupakan asisten Edward, pria yang telah dijodohkan padanya.

"Masuklah, Nona. Tuan Edward telah menunggu Nona di dalam."

Lean mengangguk pada asisten itu, "Terima kasih."

Masuk ke dalam ruangan kerja Edward Gail, Lean melangkah dengan canggung kala melihat betapa mewahnya ruangan tersebut.

Meski telah mengetahui dari Eve bagaimana mewahnya perusahaan yang berada di bawah Gail Group, Lean tetap terperangah pada desain mewah nan elegan yang ia temui saat ini.

Mengatur napas sejenak, Lean lantas memperkenalkan dirinya pada pria yang tengah fokus berkutat dengan pekerjaannya di balik meja.

"Selamat pagi, Tuan Edward. Saya Lean Marquise, Sekretaris baru Anda."

Wajah pria itu yang tengah tertunduk, membuat Lean tidak bisa melihat rupa pria yang semalam membuat ia kesulitan tidur.

Hanya tangan besar dan kokoh pria itu yang tampak sibuk yang bisa ia lihat. Namun anehnya … hanya melihat tangan itu saja sudah mampu membuat jantung Lean berdegup lebih cepat.

Hingga, ketika pandangan pria itu bertemu dengannya, kelopak mata Lean sontak melebar.

"Kau?!"

Komen (26)
goodnovel comment avatar
Kucing_orens
mungkin kah mereka saling kenal satu sama lain ?
goodnovel comment avatar
Ugik Kph
siapakah tuan Edward itu, kenapa mata Lean sampai melebar begitu melihat wajahnya, apakah tuan Edward adalah lelaki yang telah menghabiskan malam bersama Lean
goodnovel comment avatar
Alika Nayla
mungkin gak sih Edward ini laki² yg merenggut keperawanan nya lean,,?hemmm seriusan di buat penasaran banget aku
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status