Share

Sepakat

Cassie memutar kepalanya ke samping. "Bantuan apa yang akan kau tawarkan?" tanya Cassie dengan ragu-ragu. Sejujurnya dia memang tidak yakin dan tidak ingin berurusan dengan lelaki yang dia temui di bar ini, tapi dia penasaran dengan tawaran itu.

"Menjadi kekasih pura-pura." Ralph menjawab dengan santai. Tangan kirinya masuk ke dalam saku celana pendeknya, sedangkan tangan kanannya masih memegangi tali Rex.

Dalam diam kedua mata Cassie bergerak memindai tubuh Ralph dari atas ke bawah, seolah mempertanyakan apakah Ralph pantas menjadi kekasih pura-puranya? Ehm, salah. Sepertinya lebih pada, apakah Cassie pantas menjadi kekasih pura-pura Ralph?

Lihatlah, hari ini untuk mengajak Rex jalan-jalan saja Ralph memakai kaos polo berwarna putih dan celana pendek berwarna khaki. Jangan lupakan kepalanya yang ditutupi dengan topi berwarna senada dengan bajunya. Ralph nampak mahal dan keren.

"Bagaimana?" tanya Ralph setelah menunggu jawaban yang cukup lama dari Cassie.

Mendengar pertanyaan itu, Cassie berdeham. "Bagaiman apanya? Kau belum memberikan alasan kenapa aku harus menerima tawaranmu, bukan? Aku yakin, kau tidak serta merta memberikan tawaran itu tanpa melakukan suatu hal yang menguntungkan."

"Katakan, apa yang harus aku lakukan sebelum itu," lanjut Cassie. Kepalanya mendongak, sedikit terlihat seperti wanita angkuh.

Di sisi lain, Ralph tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari perempuan itu. Awalnya dia pikir Cassie adalah perempuan yang akan dengan mudah dibodohi olehnya, sehingga perbincangan ini akan berjalan lancar. Namun, ternyata Cassie adalah sejenis alpha woman yang susah ditaklukan. Bahkan dia mengerti ke mana perginya arah pembicaraannya.

Ralph berdecih lirih. "Tak kusangka kau adalah perempuan yang cukup cerdas. Baiklah, aku ingin kita membuat kesepakatan."

Salah satu alis Cassie terangkat, dia menatap heran pada Ralph. Tetapi dia juga tidak berniat memotong ucapan Ralph sebelum pria itu selesai berbicara.

"Aku butuh bantuanmu untuk menjadi kekasih pura-puraku. Keluargaku memaksa agar aku dapat pulang untuk makan malam bersama dan membawa kekasihku. Jadi, aku butuh bantuanmu malam ini."

"Selain itu juga, aku dapat membantumu dalam mengatasi masalah kencan buta itu. Kau boleh mengaku pada ibumu bila kau telah memiliki kekasih. Aku akan mengambil peran untuk itu." Ujar Ralph meyakinkan Cassie.

Beberapa detik gadis berpakaian sporty itu terdiam untuk menimbang semuanya. Sebenarnya dia mulai menyetujui penawaran Ralph, tetapi dia tetap harus berhati-hati dengan laki-laki yang tidak dikenalnya ini, kan?

"Darimana kau tahu masalahku?" tanya Cassie.

"Samuel, tentu saja." Balas Ralph datar.

Bersamaan dengan itu, sebuah notifikasi masuk di smart watch-nya. Itu adalah sebuah pesan dari ibunya.

Madre : nanti malam jangan lupa menemui James Murphy di Iridescenza Restaurant.

Cassie menghela napasnya. Banyak yang harus dia pikirkan. Pekerjaannya sudah cukup membuatnya lelah, jangan sampai karena kencan buta itu akan membuatnya semakin lelah. Sepertinya ide Ralph tidak buruk juga untuknya.

"Baiklah. Aku akan menyetujuinya, tetapi bagaimana jika semua kepalsuan ini terbongkar? Bukankah kita harus menyiapkan strategi untuk hal terburuknya?"

Seringaian muncul di wajah Ralph. Sejenak membuat Cassie merasa merinding di sekujur tubuhnya, padahal suasana sore ini cukup teduh dan segar, bukan dingin seperti sehabis hujan.

"Tentu saja, kita harus membuat kesepakatan untuk itu." Jawab Ralph masih dengan smirk di wajahnya.

"Apa isi kesepakatan itu?"

Ralph baru akan menjawab saat seorang anak kecil melewati mereka dengan mengendarai scooter. Dengan sigap, Ralph langsung menarik lengan Cassie agar tidak tertabrak. "Maaf Paman, Bibi. Aku harus lewat." Seru anak itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Ralph dengan kerutan di dahinya. Cassie hanya mengerjapkan kedua matanya, kemudian mengangguk.

Setelah tersadar, Ralph langsung melepaskan tangannya dari lengan Cassie. Ia juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri, biasanya dia tidak akan mempedulikan orang di sekitarnya.

"Baiklah. Aku setuju." Ucap Cassie pada akhirnya tanpa menyadari mereka belum membuat kesepakatan yang dimaksud.

Lalu, Ralph merogoh saku celananya untuk mengambil sebuah kartu nama di sana. Dia memberikan kartu nama itu pada Cassie. "Ini kartu namaku dan ada nomor teleponku di baliknya."

"Aku akan menjemputmu nanti tepat pukul tujuh. Jangan terlambat." Ralph melanjutkan ucapannya, sebelum dia beranjak pergi meninggalkan Cassie di sana yang hanya bisa melongo melihat kepergian Ralph.

Kemudian dia menunduk, sekadar ingin mengetahui siapakah nama lelaki menyebalkan itu.

Ralph Oliver Holt

Kedua mata Cassie sontak membola. Holt? Keluarga Holt? Salah satu keluarga pebisnis yang cukup terkenal di negeri ini?

Sialan, sepertinya dia telah salah mengambil keputusan. Jika seperti ini, dia sama saja menggali kuburan sendiri. Pasalnya dengar-dengar keluarga old money yang satu itu sangat menjaga relasi dan kehormatan keluarga royal sejenis mereka. Sedangkan dia? Cassie hanyalah seorang seniman yang bukan berasal dari keluarga kaya raya. Dia bahkan tidak memiliki marga.

Bila Cassie dikenalkan sebagai kekasih dari salah satu keturunan keluarga Holt, bukankah itu akan memalukan keluarga tersebut? Apakah Ralph tidak akan malu membawanya nanti?

"Madre, Padre ..." ucap Cassie dengan lirih. Dia mengigit bibir bawahnya dengan raut cemas.

Tapi tunggu sebentar, tadi sebelum Ralph pergi, dia mengatakan Cassie harus siap pukul berapa? Tujuh?

Cassie reflek memeriksa jam tangannya. Pukul setengah enam sore. Itu artinya dia hanya memiliki waktu satu setengah jam lagi untuk menghadiri acara makan malam dengan keluarga Holt.

"Ralph Oliver Holt sialan!!" pekik Cassie dengan keras hingga tanpa sadar membuat Cotton terkejut dalam gendongannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status