"Hemm, Youmna kangen banget!" Youmna memeluk Bagas dan Yanti secara bersamaan.
"Anak gadis ayah ini dari mana aja sih?" Bagas mengelus ubun-ubun Youmna dengan kasih sayang.
"Dari menyelesaikan misi masa depan!" Tawa Youmna.
"Hemm." Yanti mencium pipi Youmna dan dibalas oleh Youmna tiga kali lipat ciuman Yanti kepadanya.
"Maksud ayah, kamu ke mana tadi kok dicariin di kamar nggak ada, Sayang?"
Bagas melirik Yardan yang mencoba menjelaskan melalui isyarat gerak tubuh bahwa Youmna dari luar menemui Kasiyem. Kini semuanya sedang berkumpul di ruang keluarga dengan posisi Bagas dan Yanti duduk di sofa, Yardan duduk di samping Yanti namun di penahan sofa, sedangkan Youmna duduk di karpet bulu di hadapan Bagas dan Yanti.
"Ceritain dong Dek gimana di Jerman?"
"Abang ini kaya nggak pernah ke sana aja!" Tawa Youmna.
Memiliki Kakek dan nenek di Jerman membuat mereka sekeluarga sering berkunjung ke sana. Itu adalah keluarga dari Bagas, ibunya yang dahulu ditinggal meninggal oleh alm. ayah kandung Bagas, dan Ia pergi untuk menghidupkan Bagas yang diasuh oleh bibinya dan ibunya menjadi seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) di Jerman dan di sana menikah dengan penduduk asli Jerman dan langgeng sampai sekarang, dari sana juga kehidupan Bagas tercukupi.
"Maksudnya kehidupan percintaan kamu?" Goda Yardan yang membuat kedua orang tua mereka melongo.
"Adek punya pacar?" tanya Yanti memanggil Youmna dengan sebutan 'adek' sebagai tanda panggilan kesayangan.
"Nggak, Bu ... Yah! Abang suka ngeprank!" Youmna mencubit paha bawah Yardan yang terdekat untuk ia raih yang sukses membuat Yardan menjerit kesakitan.
"Masih aja suka nyubit. Bu, paketin lagi ajalah Adek ini."
"Ngambek!" goda Youmna dengan wajah manjanya.
"Makanya jangan kaya tadi, deket sama cowok aja takut apalagi mau pacaran, Bang!" gerutu Youmna.
"Uhh! iya sih yang punya pengalaman sepahit mengkudu," canda Yardan yang membuat Bagas dan Yanti cekikikan mendengar kata mengkudu.
"Basing L-A-U bang!"
Drett ... Drett ....
Bunyi ponsel Yanti berdering pertanda ada panggilan masuk. Yanti pun mengangkatnya lalu langsung mengalihkan panggilan W******p itu dengan Video Call.
"Assalamualaikum, Jeng!"
Youmna yang mendengar Yanti memanggil temannya dengan sebutan 'jeng' pun hampir tersedak dengan minumannya. Membayangkan tujuh tahun jauh dari Yanti, ternyata Yanti semakin gaul seperti ibu-ibu sosialita. Hal yang tak pernah Ia bayangkan dan ia kehendaki ini terjadi.
"Waalaikumsalam, Jeng!" jawab ibu yang seumuran dengan Yanti ini dengan suara yang heboh. Youmna menepuk dahinya.
"Sama-sama gaul. Guys!" cengir Youmna kepada Bagas dan Yardan. Bagas yang melihat tingkah anak gadisnya itu hanya bisa tertawa dalam hati (tahan tawa).
"Lihat! ini loh gadisku yang baru pulang dari Jerman." Yanti mengarahkan kameranya ke wajah Youmna.
"Ih ... cantiknya!" jawab wanita di seberang telepon.
"Terima kasih, Tante." Senyum Youmna ke arah kamera yang menyorotnya.
Youmna tidak mengenal dan tidak pernah juga melihat wanita yang sangat akrab dengan Yanti ini, ia hanya mendegar suara dari video call ini. Yang bisa Ia ambil kesimpulan bahwa wanita ini sebaya dengan Yanti dan pasti mereka telah berteman begitu lama hingga menjadi dekat. Ia tahu Yanti bahwa ibunya itu tidak akan bisa akrab dengan seseorang kecuali seseorang itu benar-benar baik atau bisa memberi kebaikan dalam hidupnya; suatu prinsip yang juga Yanti tanamkan dalam hidup kedua anaknya.
"Itu tadi temen ibu. Suaminya rekan bisnis ayah, dan anaknya itu loh ...." jelas Yanti kepada Youmna dan terpotong.
"Itu loh apa, Bu?"
"Hem ... anaknya temen abang!" pangkas Yardan
"Bu? Apa harus sekarang tah? Youmna baru pulang!" tanya Bagas.
"Yah ... kenal dulu kok." Mendegar percakapan yang aneh dan menggantung membuat kepala Youmna diisi oleh tanda tanya yang besar.
"Ada apa sih, Bu?" tanya Yardan yang lebih dulu memecahkan apa yang seharusnya Youmna tanyakan.
"Nanti malam kita kedatangan tamu," jelas Yanti.
"Bisnis lagi? Apa cuma makan malam?" tanya Yardan malas.
"Kamu kok malah gitu, Kak. Didatangin temen sendiri kok. Keluarga ATAYA!" Kali ini Bagas yang memperjelas.
"Oh, kirain!" Kali ini Youmna yang berseru sebab Ia tahu di balik pertanyaan malas Yardan adalah Ia malas bila Yanti dan Bagas akan menjodohkan Ia kembali dengan sahabat-sahabat bisnis kedua orang tuanya, sebab Ia yang memang kurang menyukai wanita yang selalu ditawarkan itu. Ia lebih suka mencari sendiri wanita yang Ia cintai.
"Eh ... tunggu! Kalo bukan cewek berarti cowok? Dan kalo bukan abang berarti aku dong!" Youmna menunjuk dirinya sendiri yang membuat heran tiga orang yang bersamanya saat ini dan Yardan menatap Youmna dengan gelak tawa.
"Iyalah. Kamu disuruh nikah haha," tawa licik Yardan.
"Abang kok seneng sih aku tinggal nikah?"
"Iyalah. Jadi lu nggak nyusahin gue!" ledek Yardan.
"Ihss, Ya Allah! Yah ... buang aja sih si Yardan itu ke laut!" ambek Youmna kepada Bagas sambil memeluk Yanti.
"Yah ... Bu, apa bener ya aku mau dinikahin?"
Yanti tersenyum mendegar pertanyaan anak gadisnya itu sedangkan Bagas yang mendegar perkataan anak gadis satu-satunya itu sedikit tergores hatinya menyadari kenyataan bahwa kini dirinya mulai menua dan anaknya semakin dewasa yang pasti akan membina rumah tangganya sendirinya.
"Sini. Ayah bicara sebagai ayah kamu!" Bagas mengelus ubun-ubun Youmna dengan kasih sayang.
"Yah, memang selama ini ayah berbicara bukan sebagai ayah Youmna?"
"Terkadang ayah berbicara sebagai kapala keluarga."
"Youmna sudah besar. Kalo ada seseorang yang ayah kenal baik, dan keluarganya meminta mu untuk hidup bersamanya. Haruskah ayah tolak dia, Nak?"
"Tapi, Yah ...."
"Iya ayah paham. Pertemuan dulu ya? Ayah nggak akan maksa kamu."
"Tapi ayah minta satu hal ke kamu ya, Nak," lanjut Bagas.
"Ayah jangan ngomong kaya gitu. Apapun itu dan seberapa banyak hal itu akan Youmna lakuin buat ayah."
"Ayah tau, ayah punya anak gadis yang baik dan cantik dan anak ayah ini belum pernah ngecewain keluarga. Ayah pengen nanti malam kalo pun kamu nggak suka jangan perlihatkan keburukan ya Nak, tetap jaga kesopanan."
"Baik, Ayah!"
Terlepas dari percakapan singkat sore tadi Youmna masih memikirkan bahasan yang menurutnya masih terlalu dini untuk Ia jadikan acuan, di usia dia yang kini masih menginjak dua puluh empat tahun memang sudah seharusnya menikah namun, Youmna tipe wanita yang tidak terlalu memikirkan percintaan atau cinta terhadap pasangan bukanlah prioritasnya.
Sendiri atau jomlo adalah status andalannya dari masa-masa sekolah sampai sekarang, bukan tidak ada yang Ia sukai atau memiliki kelainan tapi ini memang jalan Ia untuk lebih tenang dan fokus menata masa depan. Tapi kalo dipikir-pikir 'baru pulang udah disuruh nikah itu nggak enak loh' sumpah!
Bayangkan! lama-lama di negeri orang tapi pas pulang mau dinikahin, waktu sama kedua orang tua yang membesarkan tidak lama, manjanya, moment-moment kasih sayang yang jarang didapatkan, semua waktu itu tidak bisa ditarik apalagi diulur. Aduh, entah deh! Nggak sayang kayanya.
"Ma ... ini mah rumahnya si Yardan," gerutu Kai saat mobil yang ia dan keluarganya memasuki halaman rumah Yardan. "Udah sih, berisik kamu itu!" Kai mengetuk-ngetuk kaca jendela dangan sendi jari-jarinya sedangakan Brian yang mengemudi sedang mencari posisi parkir dan Sofia terus menatap Kai yang seperti orang ogah-ogahan itu dari kaca depan mobil."Senyum dong ganteng!" seru Sofia sambil menatap kaca dan fokus melihat objek didalamnya. Kai sebagai objek yang dituju itu hanya menatap malas Sofia dan senyum yang dipaksakan. Kini kaki ketiganya telah sampai di depan pintu dan sudah disambut oleh Yanti dan Bagas yang telah menunggu di depan pintu sejak mobil mereka memasuki halaman rumah. Mereka pun saling menyambut dengan salam dan tak lupa berpelukan untuk Yanti dan Sofia, salaman anak gaul untuk Brian dan Bagas sedangakn yang dilakukan Kai salaman horman kepada yang lebih tua. "Mana Ya
Kai masih menimbang-nimbang apa keputusan yang harus ia buat, mengigat keduanya sangat penting untuk masa depannya; perjodohan dan bisnis baru. Yang mana keduanya masih satu lingkup keluarga yang sama, ia tidak ingin mengambil keputusan yang salah dan tidak ingin juga kedua belah pihak, keluarganya dan keluarga calon merasa kecewa di akhir. "Gimana?" tanya Sofia. Kai mengangkat kepalanya, tahu apa yang saat ini Sofia jadikan bahasan untuk sarapan pagi kali ini. "Not bad!" Kai melanjutkan kembali kunyahan tanpa mempedulikan ekspresi Sofia ketika mendengar jawabannya. Sofia dengan wajah sumringahnya. "Pa nanti kita lamar Youmna, segera!" ucap Sofia kepada Brian dengan nada bahagia yang tak terkontrol. "Ma, tunggu! Jangan terburu-buru," ucap Kai dengan santainya. "Nah, kan kamu udah setuju!" "Pa, kapan aku bilang setuju? Ma, tadi aku b
"Sampai kapanpun lu nggak akan pernah bisa berubah!" "Youm! lu bukanTuhan, lu nggak bisa nentuin masa depan seseorang!" Mereka masih memperdebatkan segala yang menjadi bahasan di restoran tadi, meski dalam keadaaan mobil yang berjalan keduanya tidak henti mengungkapkan semua argumen yang ada di kepala masing-masing dan ego masing-masing. "Tapi orang tipe kaya lu nggak akan bisa berubah!" "Selalu ngerendahin orang lain! lu pikir. Lu sempurna!" lanjut Youmna dengan amarahnya. "Youm!" panggil Kai seakan ingin membela dirinya. "Orang lain bisa aja stres gara-gara omongan lu!" lagi Youmna melontarkan umpatan untuk Kai. "Tolong jangan ungkit masa lalu. Gua udah berubah, Youm!" "Bicara tanpa tindakan itu namanya penipuan!" tegas Youmna. "Gua nggak nipu lu! basing lu lah!" Kai menyerah dengan usahanya membe
Masa yang tidak akan pernah terulang dan jika ada mesin untuk mengulang waktu, Youmna akan menghindari masa-masa itu dan bahkan Ia tidak pernah ingin mengenal Kai kembali meski dalam raga yang berbeda. Perasaan benci yang tidak pernah bisa terobati ini apakah akan selamanya seperti ini? "Youm, sebelum ambil keputusan coba pikirin matang-matang." ucap Kai dengan tenang. "Apa yang harus gua pikirin berulang-ulang. Lu itu...." kalimat Youmna terhenti Ia tidak tega mengucapkan perkataan yang bisa lebih-lebih menyakiti Kai. "Kenapa? Playboy. Tukang bully. Sok ganteng. Sok kaya! apa lagi kejelekan yang ada di dunia ini semua ada di seorang Kai!" Kai mencaci dirinya sendiri. Youmna menatap Kai yang sedang menyetir itu dengan tatapan nanar, Ia sebenarnya tidak ingin mengatakan kejelekan diri Kai di masa lalu yang telah menyakiti hatinya, namun pria itu malah menggalinya sendiri.
Youmna terduduk dari berdirinya, menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menatap tubuh Yardan yang terbaring di kasur. "Selama ini kan ayah udah banyak bantu Abang dan kamu juga. Abang pengen mandiri, pengen ngerasain susah biar sewaktu-waktu Abang nggak di tampar oleh keadaan yang buat Abang nggak bisa ngelakuin apa-apa." "Waktu kita nggak selamanya. Kamu sadar kan dek?" lanjut Yardan dengan tanya. Youmna hanya mengangguk meng-iya-kan apa yang dikatakan oleh Yardan. "Hidup juga berputar dek, Abang nggak mau disaat roda Abang dibawah malah buat Abang sombong." "Bang, kita buat kedai pinggir jalan aja yuk dengan modal seadanya. Youmna bantu ya?" "Kayanya dari pada cari investor, lebih baik dirintis dari awal banget bang. Kerja kerasnya lebih kerasa." Youmna berusaha menyakinkan Yardan dengan usulnya. Youmna mengerti impian Yardan
"Dia baik dek, kamu nggak akan nyesel. Ayah yakin sama dia begitu juga Abang," jelas Yardan dengan senyuman. "Tapi..." "Tapi kok dia batalkan investasi dan hancurkan impian Abang?" lanjut Youmna. "Mau ya dek, nikah sama Kai. please!" Yardan memohon. "Youngie nggak mau nikah sama orang yang udah hancurkan impian Abang!" Mendengar perkataan tersebut terucap dari lidah Youmna, Yardan tertawa terbahak-bahak membuat Youmna tak mengerti akan tingkah Yardan saat ini. "Kok malah ketawa?" tanya Youmna datar. "Kenapa? ada apa sama Kai, Abang yakin alasan kamu bukan itu!" kini Yardan berbicara lebih serius. Youmna terdiam karena Ia tahu menjawab hal yang sebenarnya hanya akan mengingat kan kejadian dimasa lalu dan menjawab dengan dusta pasti akan tercium oleh Yardan. "Hemm, yaudahlah Abang juga bukan dukun. Ta
"Assalamualaikum." ucap Kai ketika memasuki ruangan yang terdapat Bagas dan Yardan. "Waalaikumsalam bro, pagi ya sesuai janji!" seru Yardan dengan ekspresi bahagia mengetahui Kai sudah datang. Kai pun bersalaman dengan Yardan salam sahabat sedangkan dengan Bagas, Kai mencium tangannya tanda menghormatinya. Kai duduk setelah dipersilakan duduk oleh Bagas, "Adekmu udah bangun belum, Dan?" tanya Bagas kepada Yardan. "Udah yah, lagi mandi kayanya." "Kalo udah selesai suruh turun ya," Bagas berbicara pada Yardan sambil tersenyum melihat Kai yang secara spontan dibalas cengiran oleh Kai. Bagas kembali dengan aktifitasnya membaca koran, sedangkan Yardan dengan aktifitasnya membenarkan radio milik Youmna. Beberapa hari lalu Youmna pernah meminta Yardan untuk membenarkan radionya yang rusak tujuh tahun lalu, Ia sebenarnya meminta Yardan untuk membenarkan ini di tempa
Masih kesal dengan tindakan Yardan yang mampu mengerjainya dan omelan-omelan yang menyuruhnya untuk tidak 'galak' kepada Kai, hingga timbul rasa malu Youmna untuk Kai 'wanita kok kaya singa, galak banget'. Untuk menebus rasa bersalahnya Youmna menemani Yardan dan Kai di dapur untuk membuat resep olahan ubi yang akan di buka. "Nanti owner-nya kita berdua?" ucap Yardan. "Lu aja lah, lu kan yang nanam lebih banyak!" Youmna hanya diam dan mendengarkan percakapan keduanya dengan seksama. "Kai. Lu punya uang, gua punya resep. seharusnya kalo lu pinter ya, lu bisa aja beli resep gua," saran Yardan. "Dan kalo gua mau sukses sendirian bisa aja. Tapi, kalo bisa sukses barengan kenapa milih sendirian?" "Alah, fake lu!" selentingan Youmna yang menjurus ke sarkasme untuk Kai. Kai dan Yardan yang sedang asik berbincang mendeng