“Halo anak cantik, sedang menunggu siapa?” tanya Hilda ramah pada gadis kecil berkuncir kuda yang sedang berada didepan gerbang sekolah.
“Halo Tante. Lagi tunggu Mama,” gadis kecil tersebut membalas sapaan dari Hilda.
“Kamu kelas berapa sayang?” Hilda berjongkok menyeimbangkan tinggi badannya dengan gadis kecil itu.
“Kelas satu Tante. Tante disini mau jemput juga ya?”
“Ah iya, Tante mau jemput keponakan, dia juga sekolah disini. Kalau boleh Tante tahu, siapa nama kamu sayang?”
“Alifa, Tante namanya siapa? Keponakan Tante kelas berapa?” Alifa menyodorkan tangannya untuk berkenalan dengan Hilda yang justru kini diam terpaku setelah mendengar ucapan dari Alifa.
Hilda tak menyangka akan secepat ini bertemu dengan Alifa, seolah-olah Tuhan memberi kemudahan pada Hilda untuk menyelidiki tingkah sang suami di belakangnya.
Jantungnya kini berdegup cukup kencang, ingin rasanya membawa gadis kecil ini ke hadapan Firman dan bertanya langsung tentang siapa gadis ini, namun akal sehat Hilda nampaknya masih cukup waras untuk berpikir panjang.
“Tante? Kok malah bengong?” Alifa menarik-narik lengan Hilda yang masih diam terpaku.
“Oh maaf sayang, Tante melamun ya. Nama Tante, Hilda.” Mereka pun berjabat tangan dan tersenyum.
“Keponakan Tante kelas berapa?” tanya Alifa.
“Eeemm, Kelas 5 sayang, kira-kira sudah pulang belum ya? Takutnya Tante terlambat menjemput.”
“Kalau kelas 5 belum pulang Tante.”
“Kok Alifa nggak takut sih bicara sama orang asing? Alifa nggak takut kalau ternyata Tante orang jahat, terus Alifa diculik sama Tante?”
“Nggak. Alifa nggak takut sama Tante, soalnya Tante cantik dan ramah, nggak mungkin Tante ini orang jahat.” Jawab Alifa polos yang membuat Hilda tersenyum.
“Terus menurut Alifa, orang jahat itu yang bagaimana?”
“Biasanya itu wajahnya garang, nggak ada senyum sama sekali, nggak ada ramah-ramahnya.” Alifa nampak tersenyum lebar, sedangkan Hilda begitu pias melihat wajah Alifa yang sedang tersenyum.
Senyum Alifa terlihat sangat mirip dengan Firman, wajahnya begitu mirip dengan Firman, hanya bentuk rambutnya saja yang berbeda, jika Firman memiliki rambut hitam dan lurus, Alifa memilik rambut dengan warna coklat dan sedikit bergelombang.
“Eeemmm, sambil nunggu Mama Alifa, kita makan es krim dulu mau nggak?” tawar Hilda.
“Tapi nanti kalau Mama datang dan Alifa nggak ada disini bagaimana Tante?” jawab Alifa ragu.
“Atau bagaimana kalau Tante bilang dulu ke penjaga sekolah, Tante akan bilang kalau Alifa akan pergi beli es krim sebentar di minimarket sama Tante?”
Tin Tin!
Belum juga Alifa menjawab pertanyaan dari Hilda, tiba-tiba sebuah mobil berwarna putih berhenti di dekat mereka, seorang wanita cantik turun dari mobil tersebut.
“Itu Mama udah datang Tante.” Seru Alifa dengan bahagia lalu menghampiri sang Mama.
Hilda yang awalnya berjongkok kini mulai mengangkat tubuhnya, lalu menatap ke arah wanita tersebut. Wanita tersebut pun tertegun menatap Hilda yang kini berada di hadapannya.
“Mama, itu Tante Hilda. Cantik ya Ma? Kayak Mama,” celoteh Alifa sambil mengenalkan Hilda pada sang Mama.
“Hem? Alifa berkenalan dengan Tante ini?” selidik sang Mama.
“Iya Ma. Maaf ya Ma kalau Alifa tidak mengikuti kata-kata Mama untuk tidak berkenalan dengan orang asing, tapi Tante Hilda baik kok Ma.” Ucap Alifa pelan dan menunduk.
“Sayang, besok jangan lakukan hal itu lagi ya. Jangan berkenalan dengan orang asing, siapapun, apalagi kalau kamu lagi sendirian begini! Alifa kan nggak tahu apa benar Tante ini baik atau nggak? Mulai besok tunggu Mama di dalam sekolah saja ya?” ucap wanita itu dengan nada sedikit keras dan penuh penekanan.
“Iya Ma, Alifa minta maaf ya.” Ucap Alifa sambil menunduk.
“Sekarang Alifa masuk mobil ya, kita pulang.” Ucap Mama Alifa sambil mengusap kepala sang anak.
Alifa gegas menuruti perintah dari sang Mama, dilihatnya sepintas Hilda sambil sedikit tersenyum ke arah Hilda, sebelum Alifa masuk ke dalam mobil.
Hilda pun tersenyum tipis pada Alifa sambil melambaikan tangan, namun wanita yang ada dihadapannya justru menatap tak suka ke arah Hilda.
“Maaf ya Mbak, saya harap besok anda tidak lagi mendekati anak saya. Saya tidak suka jika anak saya di dekati oleh orang asing.” Ucap wanita itu dengan ketus.
“Oh maaf Mbak, saya tidak ada maksud buruk terhadap Alifa, kebetulan tadi saya ada perlu di sekolah ini, dan kebetulan pula Alifa sedang menunggu sendirian disini. Maka dari itu, tadi saya menemani Alifa disini.” Hilda masih terlihat ramah dan penuh senyum meski didalam hatinya berbagai macam pertanyaan berkecamuk.
“Oh, begitu. Baik, terima kasih sudah menemani anak saya tadi. Dan saya harap besok anda tidak lagi mengganggunya!” dengan nada ketus dan tanpa senyum, wanita itu masuk ke dalam mobil lalu pergi meninggalkan Hilda yang diam terpaku menatap kepergian mereka.
Panasnya sengatan matahari di siang ini cukup terasa hingga ke dalam hati Hilda, berbagai pikiran buruk tentang Firman kini berkecamuk tak karuan.
Jika benar Firman ada hubungan terlarang dengan wanita itu, bagaimana dengan rumah tanggaku? Bagaimana aku menjelaskan pada Mama dan Papa? Gumam Hilda dalam hati sambil meremas kencang tas yang berada didalam genggamannya.
Hilda bergegas mengambil ponsel yang ada didalam tasnya, dia mencoba menghubungi Firman.
“Halo mas, bisa kita makan siang bareng?” tanya Hilda setelah panggilannya terhubung.
“Halo sayang, bisa. Kamu datang kesini atau bagaimana?” jawab Firman diseberang sana.
“Eeemmm, mas jemput aku aja bagaimana? Ini aku masih diluar soalnya, deket sama PT Sanjaya.”
“Oke sayang, kamu share aja ya lokasi kamu saat ini, mas siap-siap sekarang jemput kamu.”
“Aku tunggu di depan SD Nusa Bakti ya mas, tau kan?”
“A-apa? Kamu di depan SD Nusa Bakti? Kamu ada perlu ada apa disana?” Firman terbata-bata begitu mendengar Hilda menyebut nama sekolah tersebut.
“Oh, aku ada perlu sebentar tadi mas disini, memang kenapa mas?” tanya Hilda menyelidik.
“Ah, eeemmm, nggak ada apa-apa, cuma heran aja. Ya sudah, tunggu disitu, mas segera kesana.”
“Oke.” Hilda memutuskan panggilannya.
Sementara Hilda menunggu, kini Firman nampak gugup dan tergesa-gesa menuju ke tempat Hilda berada.
“Sedang apa Hilda disana? Apa dia sedang menyelidiki aku? Ah, tidak mungkin Hilda dengan mudah bisa tahu tentang rahasiaku. Bisa jadi memang dia ada keperluan yang menyangkut pekerjaan. Iya, Hilda pasti tidak akan curiga padaku. Aku harus tenang.” Firman berguman sendiri saat dirinya menuju parkiran mobil.
“Cepat sekali mas? Ngebut pasti ya?” Hilda menyambut Firman yang kini berada dihadapannya.
“Ah, iya sayang, aku nggak mau kamu menunggu lama. Kamu mau makan apa siang ini?” tanya Firman sambil menuntun Hilda untuk masuk ke dalam mobil.
“Eeemmm, apa ya mas? Ngikut mas aja deh, yang penting enak.” Jawab Hilda sambil tersenyum manis.
“Kita makan di rumah makan sunda aja ya, aku lagi pengen ikan bakar. Kamu mau?” tawar Firman pada Hilda sambil perlahan melajukan mobilnya.
“Oke deh.” Hilda tersenyum.
Tiba-tiba ponsel Firman berdering, namun tak dihiraukan olehnya, sampai dua kali panggilan tersebut diabaikan oleh Firman.
“Angkat dulu mas, siapa tau penting.” Ucap Hilda sambil menatap ke arah ponsel Firman yang berada diatas dashboard.
“Ck, nggak perlu sayang, paling-paling orang kantor pada nanyain aku kemana.”
“Tuh bunyi lagi, aku aja yang angkat ya?” ujar Hilda dan tangannya hendak meraih ponsel Firman, namun ternyata gerakannya kalah dengan Firman yang berhasil meraih ponsel tersebut lebih cepat.
“Ah, biar aku saja ya,” ucap Firman tergesa-gesa.
“Ya, halo,” Firman mengangkat panggilan tersebut.
“Hilda sudah tau tentang aku mas? Apa dia curiga denganmu? Apa dia menemukan sesuatu?” cecar seseorang dalam panggilan tersebut.
“A-Apa?” Firman melongo, dan seketika menghentikan kendaraannya di tepi jalan.
Hilda hanya melihat sekilas ke arah Firman tatkala terkejut setelah menerima panggilan masuk, setelah itu Hilda memalingkan pandangannya ke arah jendela. Jalanan yang cukup padat, membuat tubuh terasa penat, belum lagi cuaca yang cukup menyengat pada siang ini, ditambah lagi kekacauan yang dirasakan di dalam hati dan pikiran Hilda saat ini. “Eeemmm, Sayang, bagaimana kalau,,,” “Mas, rasanya aku sedang tidak enak badan, bagaimana kalau makan siang kali ini kita batalkan saja? Rasanya badanku terasa sakit semua, dan kepala juga sedikit pusing.” Ujar Hilda memotong ucapan Firman tanpa mengalihkan pandangan. “Ah, kamu sedang sakit? Ya sudah, kalau begitu kamu mending pulang aja, istirahat dirumah.” Ucap Firman seketika. “Eeemmm, terus kalau aku pulang kamu gimana Mas? Kasihan kamu nggak jadi makan siang. Atau aku temani saja tapi aku nggak ikut makan?” kini Hilda menoleh ke arah Firman. “Ah, kamu nggak usah mikirin Mas, gampang, nanti bisa bikin mie instant atau beli makanan cepat sa
Sudah satu minggu ini Firman harus rela menggunakan jasa taksi online untuk pulang pergi menuju kantor tempatnya bekerja, mobilnya yang biasanya digunakan oleh Firman, kini dipegang alih oleh Hilda. Firman tak ingin berdebat panjang dengan istrinya, karena jika salah bicara, bisa-bisa Hilda bertindak bar-bar seperti waktu lalu. Sejak Firman tak lagi menggunakan mobil pribadi, dia tak lagi bisa pulang malam dengan alasan lembur karena malam hari pasti taksi online sulit ditemukan. “Udah sarapan belum Mas?” tanya Hilda yang baru saja selesai mandi sehabis lari pagi, karena ini hari minggu, Hilda memang biasa berolahraga disaat dia sedang libur kerja. “Belum, memang kamu sudah masak?” tanya Firman yang sedang menikmati acara televisi diruang keluarga. “Malas masak aku Mas, kamu traktir aku aja deh yok, kita cari sarapan diluar.” Ajak Hilda dengan antusias. “Ya udah ayo.” Firman setuju lalu beranjak dari duduknya. Mereka berdua pun bersiap-siap untuk mencari sarapan diluar, Firman m
PoV HildaAku pikir 3tahun pernikahanku dengan Mas Firman adalah waktu yang cukup untuk kami saling mengenal lebih dalam tentang kelebihan kita masing-masing dan bisa saling mengisi kekurangan dalam diriku dan Mas Firman, namun faktanya tidak.Mas Firman, yang aku berikan kepercayaan sepenuhnya ternyata menyimpan kebohongan dan kebusukan, meski aku belum tahu pastinya namun aku yakin dia telah mengkhianati pernikahannya denganku.Kini aku harus mencari tahu sendiri sejauh mana kebohongan yang telah dia sembunyikan selama ini dariku.Aku mengenal Mas Firman melalui Riana yang merupakan temanku sejak dibangku kuliah. Dia bilang jika Mas Firman ini adalah tetangga Riana dikampung dan halaman, dan dia ke kota karena ingin mencari pekerjaan.Aku pun membantu Mas Firman untuk mencarikan pekerjaan, kebetulan orangtuaku memiliki koneksi yang cukup luas karena Papaku memiliki perusahaan yang cukup bonafide di kota ini sehingga tak perlu waktu lama mencarikan pekerjaan untuk Mas Firman.Baik Ri
Pov Firman Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan yang layak dikota besar, dan kebetulan sekali sepupuku, Riana, memiliki teman disana, bahkan Riana juga kini bekerja disana berkat bantuan temannya itu. Ya, 4tahun yang lalu aku merantau ke kota, ku tinggalkan anak istriku demi membahagiakan mereka, Elisa istriku, tidak ingin hidup susah terus menerus. Meski awalnya aku berat untuk meninggalkan Elisa dan Alifa putri kecilku, namun harus ku lakukan, dan janjiku pada Elisa jika aku sukses, aku akan membawa mereka juga untuk tinggal di kota. Setelah sampai dikota, aku menyewa sebuah kamar kost, tak apalah sempit asalkan bisa untuk tempat berteduh dan mengistirahatkan badan. Keesokan harinya aku dikenalkan kepada Hilda yang merupakan teman Riana. “Kenalin Hil, ini yang namanya Mas Firman,” Riana mengenalkan aku pada Hilda. “Hai, Hilda,” ucap Hilda tersenyum sambil mengulurkan tangannya. “Saya Firman mbak,” ucapku gugup sambil menjabat tangan Hilda. “Mas Firman sebelumnya kerja dima
Dengan perasaan kesal, Hilda melajukan kendaraannya menuju Jalan Sudirman, dia berencana menemuai Riana dikostnya.Hilda tak mempedulikan lagi Firman yang masih terpaku dikantornya, sudah besar ini nanti juga bisa pulang sendiri, pikir Hilda.Hanya butuh waktu sekitar 20menit untuk sampai ditujuan, nampaknya Riana juga sudah tiba dikostnya, kendaraannya sudah terpakir disana.Tok Tok TokHilda mengetuk pintu kamar Riana dan mengucapkan salam, tak menunggu lama terdengar suara seseorang memutar anak kunci pintu tersebut.“Hilda? Lho kok kamu bisa tiba-tiba disini?” Riana tercengan mendapati Hilda yang sudah berdiri diambang pintu.“Kamu itu bukannya menjawaba salamku malah bengong gitu,” ucap Hilda terdengar kesal.“Ya habisnya kamu nggak biasanya aja tiba-tiba datang kesini Hil.” ucap Riana tanpa menyuruh Hilda untuk masuk ke dalam.“Berarti aku nggak boleh nih main kesini? Ya sudah, aku pulang aja, maaf kalo ganggu kamu!” Hilda dengan kesal langsung memutar balik tubuhnya dan hendak
Sudah 3hari Hilda merasa kondisi tubuhnya makin kurang sehat, tak ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, dia hanya bisa makan buah itu pun jenis tertentu.Dia juga sudah memeriksakan keadaanya, dokter mengatakan jika Hilda positif hamil dan usia kandungannya memasuki 5bulan.Hal ini sebenarnya yang ditakutkan oleh Hilda, disaat dia mencium kebusukan sang suami, namun Tuhan memberikan hadiah yang seharusnya menjadi hadiah terindah bagi dia dan Firman.Tok Tok Tok“Hil, kamu masih nggak enak badan? Kamu masih cuti hari ini? Mau aku antar ke rumah sakit?” tanya Firman diluar kamar sambil mengetuk pintu kamar Hilda.Tak ada jawaban apapun dari Hilda, Firman sebenarnya khawatir kondisi Hilda, namun sejak pertengkaran terakhir, Hilda benar-benar menghindar dari Firman, bahkan Firman tak pernah bertemu dengan Hilda meskipun sebenarnya Hilda berada dirumah.Hilda sengaja tak ingin bertemu dengan Firman, dia tak ingin suaminya
Brak!!!Hilda menutup pintu mobil bagian penumpang depan dengan begitu kencang, emosinya kali ini sudah benar-benar diubun-ubun kepala.Firman yang duduk dikursi pengemudi sambil terlonjak mendengar kencangnya suara pintu mobil ditutup, kali ini mau tak mau Hilda harus satu mobil dengan Firman, karena Firman yang bersikukuh ingin mengantar Hilda ke rumah sakit guna memeriksakan Hilda.Tak mungkin Hilda menolak, karena Firman juga sudah berpamitan dengan Alex bahkan dihadapan Hilda sendiri, dengan menjaga nama baik hubungan Hilda dan Firman, akhirnya Hilda menyetujui.“Jangan marah-marah tak jelas Hil, kamu jangan mudah percaya ucapan dari temanku, mereka hanya bergurau,” Firman berusaha meredakan emosi Hilda.“Baiklah, kalau begitu besok aku akan menemui teman kamu Mas untuk menanyakan langsung benar atau tidak ucapannya.” Jawab Hilda datar sambil memandang keluar jendela.“Tak baik jika kamu berburuk sangka terus dengan aku, biar bagaimanapun aku ini masih suami kamu Hilda, kamu waji
“Hai Hil, kenapa kamu bisa tiba-tiba datang kemari? Bukankah kamu tadi ke rumah sakit diantar oleh Firman?” tanya Alex setelah Hilda masuk ke dalam ruangannya.“Ada yang perlu aku tanyakan dengan kamu Alex, soal Firman. Benarkah dia sering kau tugaskan keluar kota untuk tugas kantor, meeting dengan para klien?” tanya Hilda.“Tidak, aku tak pernah menyuruhnya untuk pergi keluar kota.” Jawab Alex.Hilda seketika diam membisu, kini semakin banyak kebohongan Firman terungkap olehnya.“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian?” selidik Alex.Sebenarnya Alex dan Hilda sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka pun sudah saling kenal, sebelum Firman mempersunting Hilda, awalnya mereka akan dijodohkan, namun Hilda menolak secara halus.Hilda kini bingung, hendak menceritakan soal rumah tangganya kepada Alex atau tidak, karena sejujurnya dia tak ingin membuka aib keluarga dia sendiri kepada orang lain, apalagi Hilda juga belum memiliki bukti yang jelas jika Firman mend