“Lama tidak bertemu."
Tubuh Olivia menegak, bahunya ikut menegang, wanita itu berekspresi dingin, namun kilatan di matanya jelas menunjukan permusuhan yang sangat kuat.“Kau tidak mau menyambut tamumu?” tanya Wony dengan senyuman mengejek melihat keterdiaman Olivia yang terkejut. “Lama sekali kita tidak bertemu,” ujar Wony lagi dengan tatapan merendahkan, melihat penampilan sederhana Olivia yang tidak ada bandingannya dengan dirinya.Genggaman Olivia menguat pada tongkatnya, rupanya Wony masih mengikuti informasinya selama ini, termasuk kedatangannya ke London. Olivia tidak menyangka jika Wony akan langsung menemuinya dalam waktu secepat ini.Olivia membuang napasnya beberapa kali, menetralkan kemarahannya agar bisa bertindak rasional. “Ada urusan apa datang ke sini?” tanya balik Olivia dengan tenang.“Aku hanya ingin bertemu denganmu. Kupikir kau akan luar biasa setelah pergi, tapi ternyata, kini menjadi seperti gelandangan.”Olivia membalasnya dengan senyuman hormat. “Sama, aku juga sempat penasaran dengan keadaanmu. Kupikir kau akan menjadi sangat luar biasa setelah memakai semua bekasku.”Senyuman Wony memudar mendengar sindiran Olivia yang membalas, wanita itu mencoba melihat ke dalam mencari-cari sesuatu. “Aku dengar kau pulang membawa seorang anak perempuan, aku datang hanya untuk berkenalan dengan anakmu. Kurasa, puteri kesayanganku dengan Darrel akan bisa berteman dengan puterimu karena mereka seumuran.”Sorot mata Olivia semakin tajam, mendengar nama Darrel disebutkan, Olivia bisa merasakan darahnya berdesir mendidih karena kemarahan.Darrel, pria bodoh itu, dia adalah suami Olivia, orang yang paling tidak ingin lagi Olivia lihat wajahnya sampai akhir hayatnya, dan wanita yang kini berdiri di hadapan Olivia adalah sahabat masa kecil Darrel, sekaligus wanita yang sudah berhasil menyingkirkan Olivia.“Aku tidak berniat memperkenalkan siapapun kepadamu.”“Bagaimana dengan cawan kesayanganmu? Aku penasaran dengan reaksinya jika dia tahu memiliki adik lain. Aku tidak yakin dia akan menyayangi adiknya sama seperti menyayangi Ellis, puteriku. Ngomong-ngoming, cawanmu sudah memanggilku ibu sejak kau pergi.”Rahang Olivia mengetat, “Dari caramu membanggakan diri, kau justru terlihat ketakutan dengan posisimu.”“Untuk apa aku takut dengan posisiku? Aku adalah wanita pilihan Darrel, dan kami memiliki buah hati, dia sangat mencintaiku, dan dia sudah melupakan wanita rendahan sepertimu,” jawab Wony dengan percaya diri. Olivia tersenyum. “Jika kau tidak takut, kau tidak mungkin dan sampai sejauh ini dan secepat ini hanya untuk terus mengusikku dan mempertegas posisimu. Semakin kau sering mengusikku, aku semakin menyadari jika kau masih belum bisa mendapatkan hati Darrel.”Senyuman di bibir Wony menghilang sepenuhnya dalam seperkian detik. “Geledah rumahnya,” titah Wony pada ketiga pengawalnya.Ketiga pria berbadan besar itu menerobos masuk, mendorong Olivia yang menghalangi jalan hingga Olivia terjatuh ke lantai.Leary yang bersembunyi menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak menimbulkan suara, anak itu hanya melihat samar pergerakan orang di antara celah pintu lemari kayu.“Aku penasaran, seperti apa wajah puterimu, apakah dia semenyedihkan sewaktu dalam kandungan,” ucap Wony tercekikik senang.Hinaan Wony yang membawa-bawa Leary membuat Olivia kembali marah. Olivia bangkit dengan cepat, menarik belati di bawah pegangan tongkat. Olivia beringsrut dari posisinya, melihat salah satu pengawal pertama Wony yang berjalan menuju dapur, dengan cepat Olivia melemparkan di tangannya, belati itu bergerak cepat dan berakhir dengan menancap di betis sang pengawal.Olivia bangkit dengan terpincang-pincang melihat pengawal Wony yang terjatuh dan meraung kesakitan di lantai, kedua pengawal lainnya yang tersisa langsung mendekat, dan dengan tangkas Olivia melayangkan tongkatnya hendak memukul pengawal ke dua.Tongkat itu ditangkis dengan mudah sampai membuat Olivia terhuyung, di detik selanjutnya Olivia mengubah serangannya dengan memutar arah pukulan dan menyasar selangkangan, lalu sisi kepala.Pria yang sudah dipukul itu mundur membentur dinding dengan darah yang membasahi pelipisnya.Pengawal ke tiga langsung menerjang perut Olivia dan membantingnya ke lantai dengan keras, dia juga menendang jauh tongkat Olivia agar Olivia tidak bisa melakukan apapun.Olivia mengerang, merasakan cengkraman dan bantingan kuat tubuhnya yang membentur lantai cukup menyakitkan.Dengan rasa sakit yang harus di tahan, tanpa membuang waktu, Olivia menarik belati di belakang tubuhnya dan berguling ke sisi sebelum terkena tendangan, dengan cepat dia terduduk dan menancapkan belatinya di paha si pengawal ke tiga.“Argghhtt,” raungan kesakitan si pengawal terdengar lebih keras begitu Olivia memutar belati yang menancap di pahanya dan mencabutnya, di detik selanjutnya, Olivia menancapkan kembali belati itu di sisi organ vitalnya.“Arrghtt!!” raungan kesakitan semakin terdengar lebih keras menyusul tubuhnya yang ambruk ke lantai dan langsung kehilangan kesadaran.Pengawal ke dua yang pelipisnya terluka berdiri dalam ketegangan, dia terlihat mulai ragu untuk menyerang karena kebrutalan Olivia yang sudah melukai temannya, dia tidak ingin mengalami hal yang sama karena sudah gegabah meremehkan seorang perempuan cacat seperti Olivia.Dengan tubuh gemetar Olivia bergeser menjangkau tongkatnya yang terlempar jauh, Olivia bangkit, dan berhadapan secara langsung dengan satu-satunya pengawal yang masih tersisa dan terlihat memilih diam daripada harus menyerang.Pengawal itu sadar, jika dia ikut terluka, dia tidak dapat menyelamatakan kedua temannya yang kini terkapar terluka.“Aku menyerah,” ucap si pengawal ke dua.To Be Continued..Kesenangan Wony berakhir menjadi waspada karena pengawal yang dia andalkan tidak lebih seperti pecundang lemah yang tidak dapat menumbangkan perempuan cacat seperti Olivia.Wony sedikit mundur dan terlihat waspada, wanita itu takut jika kini giliran dia yang dihabisi Olivia.Olivia berbalik, dengan langkah gemetar dan wajah pucat pasi, Olivi mendekati Wony dengan belati yang berlumuran darah di tangannya.Olivia mengayunkan belatinya di belakang kepala Wony sampai membuat gulungan rambut Wony terlepas dan setengah dari rambut-rambutnya yang terawat berjatuhan di bahu akibat tajamnya belati.Napas Wony tertahan seketika, gertakan Olivia berhasil membuat kakinya gemetar ketakutan tidak memiliki tenaga untuk berdiri apalagi berbicara.“Berhenti mengusikku, hiduplah dengan tenang dengan semua hal yang telah kau curi. Aku sudah menganggap Darrel pria sampah, dan aku tidak mungkin memperebutkan sampah yang kubuang denganmu,” peringat Olivia tidak main-main.“Jaga bicaramu Olivia, aku bisa
Pagi-pagi Leary terbangun dan disuguhkan oleh pemandangan indah di sekitar rumahnya. Leary dapat melihat padang rumput hijau yang luas, udara segar dan gemercik suara air di sungai, tumbuhan yang tumbuh dengan baik, ini adalah pemandangan baru yang dia lihat.Leary senang jika ternyata keadaan sekitar rumahnya tidak semenakutkan apa yang telah dilihat tadi malam.Di hari kedua mereka tinggal, Olivia mengajaknya pergi menyapa beberapa tetangga baru mereka, lalu jalan-jalan untuk membeli keperluan stock makanan.Setelah sekian lama terjebak di apartement dan tempat penitipan, akhirnya kini Leary bisa berlarian dengan bebas tanpa perlu menggunakan jaket tebal dan memakai topi seperti menyembunyikan diri.Selama ini, ketika di Skotlandia, Leary tidak bisa berlarian menikmati kota Edinburg yang memiliki bangunan cantik seperti di gambar-gambar buku dongeng.Selama ini Olivia selalu berusaha menyembunyikan wajah Leary dari siapapun, karena kini dia berada di desa, Olivia mengizinkan Leary
“Apa aku memiliki ayah? Kenapa kita selalu terus berdua saja?”Olivia tersentak kaget, pupil matanya melebar, dalam beberapa detik wanita itu membeku tidak dapat berkata-kata, apalagi menjawab pertanyaan sederhana Leary. “Apa aku juga memiliki kakek nenek seperti di dalam dongeng?” tanya Leary lagi memperhatikan keterdiaman Olivia yang membeku. Keterdiaman Olivia yang tidak menjawab menambah rasa ingin tahu Leary.“Kenapa kau menanyakannya?” bisik Olivia terbata.Leary berkedip pelan, merasakan kesedihan mendalam di mata Olivia, lama anak itu terdiam sampai akhirnya dia menjawab. “Jika aku punya ayah, bukankah nanti, ayah akan memukul orang-orang yang jahat kepada kita? Aku juga mau di gendong oleh ayah, aku mau melakukan natal bersama seperti anak-anak lainnya yang berkumpul dengan keluarga, dapat hadiah dari nenek kakek mereka,” jawab Leary pelan penuh kepolosan.Hati Olivia tertohok begitu dalam sampai terasa sakit mendengar jawaban sederhana puterinya, mata Olivia mulai panas did
“Jach.”“Kau tinggal di mana? Apa aku boleh bermain denganmu?” tanya Leary lagi berantusias, anak itu tidak memahami kesibukan Jach dan sekarung arang yang harus segera di antarkan.Jach menarik tangannya, “Aku tinggal di dekat hutan, perbatasan desa, sekarang aku harus kembali bekerja membantu nenekku. Sampai nanti,” pamit Jach terburu-buru pergi meninggalkan Leary.Leary berbalik melihat kepergian Jach, kaki kecilnya berlari mengejar. “Tunggu Jach!” panggil Leary dengn teriakan.Langkah Jach kembali terhenti, menunggu Leary yang mendekat sambil merongoh sesuatu dari saku dressnya. Tangan mungil Leary terulur, menyerahkan beberapa buah permen yang dimilikinya. “Sekarang kita berteman kan?” tanya Leary.Tubuh Jach menegang kaget, anak laki-laki itu sampai mengerjap mencoba meyakinkan diri jika apa yang telah di dengarnya bukan ilusi. Dalam keraguan Jach mengangguk seraya menerima permen pemberian Leary.Bibir mungil Leary mengukir senyuman, menunjukan dua buah giginya yang ompong dan
Olivia pergi ke kota di malam itu, diam-diam dia pergi tempat Willis untuk mengambil merpati yang dia bawa bersama dengan senjatanya dari Skotlandia.Merpati itu adalah hewan peliharaan Olivia yang sudah dia rawat lebih dari empat tahun lamanya, dan merpati itu juga sudah sering membantu tugasnya.Olivia membawa merpati itu, dan pergi beberapa rumah orang penting yang berada di kota London. Dimulai dari Tery, seorang anggota parlement. Harry, seorang peminpin kepolisian, dan Dena, seorang anggota dewan dari Prancis yang saat ini sedang memiliki kunjungan khusus ke Inggris.Olivia mengirimkan suratnya melalu merpati yang dibawanya, secara terlatih, merpati itu bergerak terbang setelah di beri beberapa buah makanan. Dengan cekatan dia terbang ke lantai di mana Olivia menyorotkan senter laser merahnya sebagai petunjuk.Begitu laser merah menghilang, burung merpati itu mengetuk-ngetuk jendela sampai si pemilik rumah membuka pintu dan mengambil surat yang diberikan.Merpati itu terbang da
“Ibu menyuruhku melakukan ini semua karena ingin meninggalkan aku lebih lama lagi kan?” Protes Leary dengan wajah bercucuran air mata sampai membuat bedak di wajahnya luntur.Olivia tercekat kaget mendengar pertanyaan sederhana Leary. “Ibu memintamu melakukan ini semua bukan karena ingin meninggalkamu,” jawab Olivia serius.“Ibu bohong, semalam Ibu meninggalkan aku sendirian lagi, aku tidak percaya Ibu! Ibu pasti meninggalkan aku lagi!” debat Leary dengan teriakan dan tangisan yang semakin keras. Leary berlari pergi ke kamarnya kembali menangis karena kecewa.Semalam Leary terbangun sendirian di tengah malam, dia sempat menangis mencari ibunya, namun Olivia tidak ada seperti biasanya.Leary kecewa karena Olivia masih tidak berhenti meninggalkannya di tengah malam, padahal dia takut bermimpi buruk dan takut ada orang jahat yang datang, terlebih rumah baru mereka tidak begitu membuatnya nyaman.Tangisan Leary terdengar di kamar, Olivia hanya bisa memijat batang hidungnya dengan kuat kar
Leary duduk di bangku, sambil menopang dagu, beberapa kali dia menguap karena mengantuk dan bosan melihat Olivia yang tengah memasak.Olivia mengajarinya hal-hal yang dasar, seperti bagaimana cara merebus spaghetti, merebus kentang dan memastikan sayuran matang.“Kau bilang, kau tertarik dengan senjata milik ibu,” Olivia mengajaknya berbicara untuk mengurangi rasa bosan Leary.Leary tertunduk tidak berbicara, Leary memang tertarik ingin tahu dengan semua benda yang sering disentuh oleh ibunya, namun semenjak Olivia melarangnya menyentuh senjatanya, Leary mencoba untuk melupakannya.Melihat keterdiaman Leary, Olivia kembali berkata. “Mau ibu ajarkan? Sekarang kau sudah tumbuh lebih besar, jadi ibu tidak akan melarangmu lagi.”Dengan cepat Leary mengangkat wajahnya, matanya berbinar membulat sempurna, dan bibir mungilnya terperangah tersenyum senang. “Apa benar-benar boleh?”Olivia mengangguk, “Setelah makan, ibu akan mengajarimu.”Suara tepuk tangan senang Leary menyambut perkataan Ol
Hujan turun di malam hari, Olivia terlihat tengah melakukan sesuatu sendirian, sementara Leary sudah terlelap tidur di kamarnya.Sejak Leary tertidur, Olivia terlihat sibuk menyiapkan sesuatu penting sampai pertengahan malam.Olivia terduduk di sisi ranjang, memperhatikan Leary yang tertidur lelap memeluk bonekanya, Olivia sempat menambahkan selimut untuk menutupi Leary agar dia bisa nyaman. Leary akan terbangun bila mendengar suara petir.Olivia mengusap kepala Leary dan membunguk, mengecupnya beberapa kali.Olivia beranjak meninggalkan kamar, dia harus pergi untuk melakukan misinya, malam ini dia harus kembali meninggalkan Leary.Dengan berat hati Olivia akhirnya keluar rumah dengan menunggangi kuda, menerobos kegelapan, pergi ke tengah hutan dan melakukan perjalanan jauh ditengah-tengah lelapnya orang-orang yang tertidur.Olivia meninggalkan kudanya di sebuah rumah kecil tempat berteduh para petani, di sana dia berganti pakaian dengan menggunakan pakaian anti peluru bersama pakaia