Share

BAB 5: Tamu Tak Diundang

“Lama tidak bertemu."

Tubuh Olivia menegak, bahunya ikut menegang, wanita itu berekspresi dingin, namun kilatan di matanya jelas menunjukan permusuhan yang sangat kuat.

“Kau tidak mau menyambut tamumu?” tanya Wony dengan senyuman mengejek melihat keterdiaman Olivia yang terkejut. “Lama sekali kita tidak bertemu,” ujar Wony lagi dengan tatapan merendahkan, melihat penampilan sederhana Olivia yang tidak ada bandingannya dengan dirinya.

Genggaman Olivia menguat pada tongkatnya, rupanya Wony masih mengikuti informasinya selama ini, termasuk kedatangannya ke London. Olivia tidak menyangka jika Wony akan langsung menemuinya dalam waktu secepat ini.

Olivia membuang napasnya beberapa kali, menetralkan kemarahannya agar bisa bertindak rasional. “Ada urusan apa datang ke sini?” tanya balik Olivia dengan tenang.

“Aku hanya ingin bertemu denganmu. Kupikir kau akan luar biasa setelah pergi, tapi ternyata, kini menjadi seperti gelandangan.”

Olivia membalasnya dengan senyuman hormat. “Sama, aku juga sempat penasaran dengan keadaanmu. Kupikir kau akan menjadi sangat luar biasa setelah memakai semua bekasku.”

Senyuman Wony memudar mendengar sindiran Olivia yang membalas, wanita itu mencoba melihat ke dalam mencari-cari sesuatu. “Aku dengar kau pulang membawa seorang anak perempuan, aku datang hanya untuk berkenalan dengan anakmu. Kurasa, puteri kesayanganku dengan Darrel akan bisa berteman dengan puterimu karena mereka seumuran.”

Sorot mata Olivia semakin tajam, mendengar nama Darrel disebutkan, Olivia bisa merasakan darahnya berdesir mendidih karena kemarahan.

Darrel, pria bodoh itu, dia adalah suami Olivia, orang yang paling tidak ingin lagi Olivia lihat wajahnya sampai akhir hayatnya, dan wanita yang kini berdiri di hadapan Olivia adalah sahabat masa kecil Darrel, sekaligus wanita yang sudah berhasil menyingkirkan Olivia.

“Aku tidak berniat memperkenalkan siapapun kepadamu.”

“Bagaimana dengan cawan kesayanganmu? Aku penasaran dengan reaksinya jika dia tahu memiliki adik lain. Aku tidak yakin dia akan menyayangi adiknya sama seperti menyayangi Ellis, puteriku. Ngomong-ngoming, cawanmu sudah memanggilku ibu sejak kau pergi.”

Rahang Olivia mengetat, “Dari caramu membanggakan diri, kau justru terlihat ketakutan dengan posisimu.”

“Untuk apa aku takut dengan posisiku? Aku adalah wanita pilihan Darrel, dan kami memiliki buah hati, dia sangat mencintaiku, dan dia sudah melupakan wanita rendahan sepertimu,” jawab Wony dengan percaya diri.

Olivia tersenyum. “Jika kau tidak takut, kau tidak mungkin dan sampai sejauh ini dan secepat ini hanya untuk terus mengusikku dan mempertegas posisimu. Semakin kau sering mengusikku, aku semakin menyadari jika kau masih belum bisa mendapatkan hati Darrel.”

Senyuman di bibir Wony menghilang sepenuhnya dalam seperkian detik. “Geledah rumahnya,” titah Wony pada ketiga pengawalnya.

Ketiga pria berbadan besar itu menerobos masuk, mendorong Olivia yang menghalangi jalan hingga Olivia terjatuh ke lantai.

Leary yang bersembunyi menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak menimbulkan suara, anak itu hanya melihat samar pergerakan orang di antara celah pintu lemari kayu.

“Aku penasaran, seperti apa wajah puterimu, apakah dia semenyedihkan sewaktu dalam kandungan,” ucap Wony tercekikik senang.

Hinaan Wony yang membawa-bawa Leary membuat Olivia kembali marah. Olivia bangkit dengan cepat, menarik belati di bawah pegangan tongkat. Olivia beringsrut dari posisinya, melihat salah satu pengawal pertama Wony yang berjalan menuju dapur, dengan cepat Olivia melemparkan di tangannya, belati itu bergerak cepat dan berakhir dengan menancap di betis sang pengawal.

Olivia bangkit dengan terpincang-pincang melihat pengawal Wony yang terjatuh dan meraung kesakitan di lantai, kedua pengawal lainnya yang tersisa langsung mendekat, dan dengan tangkas Olivia melayangkan tongkatnya hendak memukul pengawal ke dua.

Tongkat itu ditangkis dengan mudah sampai membuat Olivia terhuyung, di detik selanjutnya Olivia mengubah serangannya dengan memutar arah pukulan dan menyasar selangkangan, lalu sisi kepala.

Pria yang sudah dipukul itu mundur membentur dinding dengan darah yang membasahi pelipisnya.

Pengawal ke tiga langsung menerjang perut Olivia dan membantingnya ke lantai dengan keras, dia juga menendang jauh tongkat Olivia agar Olivia tidak bisa melakukan apapun.

Olivia mengerang, merasakan cengkraman dan bantingan kuat tubuhnya yang membentur lantai cukup menyakitkan.

Dengan rasa sakit yang harus di tahan, tanpa membuang waktu, Olivia menarik belati di belakang tubuhnya dan berguling ke sisi sebelum terkena tendangan, dengan cepat dia terduduk dan menancapkan belatinya di paha si pengawal ke tiga.

“Argghhtt,” raungan kesakitan si pengawal terdengar lebih keras begitu Olivia memutar belati yang menancap di pahanya dan mencabutnya, di detik selanjutnya, Olivia menancapkan kembali belati itu di sisi organ vitalnya.

“Arrghtt!!” raungan kesakitan semakin terdengar lebih keras menyusul tubuhnya yang ambruk ke lantai dan langsung kehilangan kesadaran.

Pengawal ke dua yang pelipisnya terluka berdiri dalam ketegangan, dia terlihat mulai ragu untuk menyerang karena kebrutalan Olivia yang sudah melukai temannya, dia tidak ingin mengalami hal yang sama karena sudah gegabah meremehkan seorang perempuan cacat seperti Olivia.

Dengan tubuh gemetar Olivia bergeser menjangkau tongkatnya yang terlempar jauh, Olivia bangkit, dan berhadapan secara langsung dengan satu-satunya pengawal yang masih tersisa dan terlihat memilih diam daripada harus menyerang.

Pengawal itu sadar, jika dia ikut terluka, dia tidak dapat menyelamatakan kedua temannya yang kini terkapar terluka.

“Aku menyerah,” ucap si pengawal ke dua.

To Be Continued..

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Asri
coba-coba baca ternyata seru juga ceritanya
goodnovel comment avatar
Muhamad Térys Radytia Darmawan
olivia bringas ya, suka aja gitu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status