Share

BAB 6: Jangan Mengusikku

Kesenangan Wony berakhir menjadi waspada karena pengawal yang dia andalkan tidak lebih seperti pecundang lemah yang tidak dapat menumbangkan perempuan cacat seperti Olivia.

Wony sedikit mundur dan terlihat waspada, wanita itu takut jika kini giliran dia yang  dihabisi Olivia.

Olivia berbalik, dengan langkah gemetar dan wajah pucat pasi, Olivi mendekati Wony dengan belati yang berlumuran darah di tangannya.

Olivia mengayunkan belatinya di belakang kepala Wony sampai membuat gulungan rambut Wony terlepas dan setengah dari rambut-rambutnya yang terawat berjatuhan di bahu akibat tajamnya belati.

Napas Wony tertahan seketika, gertakan Olivia berhasil membuat kakinya gemetar ketakutan tidak memiliki tenaga untuk berdiri apalagi berbicara.

“Berhenti mengusikku, hiduplah dengan tenang dengan semua hal yang telah kau curi. Aku sudah menganggap Darrel pria sampah, dan aku tidak mungkin memperebutkan sampah yang kubuang denganmu,” peringat Olivia tidak main-main.

“Jaga bicaramu Olivia, aku bisa membunuh puteramu jika kau kurang aj argh,” Wony meringis tidak dapat melanjutkan ucapannya karena belati di tangan Olivia menggores wajahnya.

“Sedikit saja kau menyakiti puteraku, aku juga tidak segan meledakan kepala puterimu, sama seperti apa yang telah aku lakukan pada ayahmu,” peringat Olivia lagi dengan ancaman yang lebih serius.

Wajah Wony memucat, terpengaruh oleh semua ancaman Olivia.

 “Bangunkan dia, kita pergi sekarang!” teriak Wony marah. Sia-sia sudah dia datang menemui Olivia dengan tujuan mengancamnya, justru keadaan berbalik tidak menguntungkannya.

***

Wony kembali dengan cepat, meninggalkan rumah Olivia yang kini sedikit berantakan.

Wony tidak dapat melakukan hal lain yang lebih dari sekadar menggertak, sejak awal dia tahu keberadaan Olivia, dia hanya bisa berusaha menjatuhkannya tanpa bisa menyingkirkannya sepenuhnya.

Olivia adalah harta berharga, ada banyak rahasia penting yang mereka butuhkan dari Olivia, selama Olivia menyimpan banyak rahasia penting dalam hidupnya, tidak ada yang bisa mengakhiri nyawanya selain Tuhan.

Olivia menutup pintu, dan melihat lantai yang menyisakan banyak bercak darah, dia harus segera mengepelnya sampai bersih.

Suara hembusan napas kasar terdengar dari mulutnya, wanita berusaha berdiri dengan tegak dan mengunci kembali pintu rumahnya.

Olivia pergi ke dapur, “Keluarlah sayang,” panggil Olivia yang berubah lembut.

Leary keluar dari lemari dengan wajah yang dihiasi peluh keringat, anak itu bernapas dengan cepat setelah cukup lama terkurung di ruangan pengap dan panas.

Mata Leary berkaca-kaca, tubuhnya gemetar tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya atas keributan yang telah terjadi. Kaki kecil Leary bergerak pelan mendekati Olivia dengan tatapan meneliti untuk memastikan jika Olivia tidak terluka.

“Ibu baik-baik saja kan? Paman jahat tadi tidak melukai Ibu kan?” tanya Leary dengan suara bergetar, memeluk kaki Olivia dan memperhatika tangannya yang terkepal menyembunyikan goresan luka.

“Ibu baik-baik saja,” jawab Olivia seraya membungkuk, menjatuhkan tongkatnya ke sisi. “Maaf, ibu sudah membuat keributan. Kau pasti takut,” bisik Olivia penuh sesal dan sesak di dada.

 “Ibu jangan sering bertengkar, nanti Ibu kembali terluka, aku tidak mau Ibu terluka,” mohon Leary mulai menangis.

Tanpa bisa menjawab, Olivia menarik Leary ke dalam pelukannya. Olivia tidak bisa berjanji jika dia akan berhenti berkelahi, semua yang dia lakukan saat ini demi kebaikan Leary di masa depan.

“Maafkan ibu, ibu sudah membuat hidupmu dalam kesulitan, maaf,” bisik Olivia sekali lagi.

***

Olivia membungkuk duduk di kursi rodanya, membersihkan lantai yang kotor karena darah dengan sebuah pengepelan. Wanita itu terlihat banyak merenung di sela-sela pekerjaannya, teringat dengan perkataan Wony mengenai cawan kesayangannya.

Panggilan cawan adalah panggilan khusus Olivia untuk putera pertamanya yang bernama Petri.

Olivia meninggalkannya ketika dia harus kabur dari dari Darrel yang berusaha menggugurkan kandungannya. Sejak Olivia pergi, dia tidak lagi bertemu dengan Petri.

Meskipun Olivia tidak pernah menemuinya, sering kali Olivia diam-diam mencari tahu kabar tentangnya untuk memastikan keadaannya.

Meninggalkan Petri adalah keputusan yang paling menyakitkan dalam hidup Olivia, rasa sayangnya pada Petri sama besarnya seperti kepada Leary, bahkan di setiap malam Olivia masih sering memikirkannya, dan merindukannya.

Olivia meninggalkan Petri karena dia tahu, jika Petri bersama Darrel, kehidupan Petri akan tercukupi dan tidak berada dalam bahaya.

Tanpa sadar air mata berlinangan membasahi pipi Olivia, wanita itu tidak dapat menutupi sakit dan perih di hatinya hanya dengan membayangkan wajah puteranya.

“Ibu, kenapa  menangis?” suara lembut Leary yang memanggil membuat Olivia langsung memalingkan wajahnya dan menghapus air matanya.

“Ibu tidak menangis, tadi ibu hanya pusing saja,” jawab Olivia berbohong.

Leary mendekat perlahan dan memeriksa keadaan Olivia dengan seksama untuk memastikan jika Olivia tidak sakit. Kaki kecil Leary berjinjit, mengusap wajah Olivia, dan memperhatikan sisa-sisa air matanya yang belum terhapus.

“Ibu pergilah beristirahat, aku akan membersihkan ini,” ucap Leary perhatian.

“Jangan, sebentar lagi ibu juga akan selesai mengerjakannya,” tolak Olivia berusaha menunjukan senyuman agar Leary tidak khawatir. Olivia tidak ingin, tangan bersih puterinya mengenai setetes pun darah yang ditinggalkan orang jahat itu.

Leary menggeleng menolak, anak itu pergi berlari ke belakang untuk mengambil sebuah kain kering untuk melap lantai yang sudah dibersihkan Olivia kini masih basah.

“Terima kasih, kau selalu menjadi anak yang baik,” bisik Olivia dengan suara bergetar, memandangi puterinya yang membantu pekerjaannya. Wajah Leary terangkat, anak itu langsung tersenyum lebar, senang akan pujian.

To Be Continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status