Mario sudah menjalani hari-harinya sebagai seorang karyawan. Ia berangkat bekerja di pagi hari dan pulang sore hari atau menjelang malam. Walaupun lelah, ia sangat menikmati pekerjaan dan rutinitas barunya itu. Dengan cepat Mario beradaptasi dan mempelajari semua hal mengenai pekerjaannya. Mario memang mempunyai otak yang cerdas dan cepat mempelajari hal baru. Ia mengenal beberapa teman baru di kantor dan mendapatkan banyak pengalaman baru. Jason juga selalu memperhatikan Mario. Ia sering memanggil Mario ke ruangannya untuk berbincang dan tanpa Mario sadari, ia mulai bercerita tentang orang tua dan keluarganya. Mendengar cerita tentang Hana, membuat hati Jason terasa hangat. Ia bisa membayangkan wajah Hana yang lembut dan selalu membuat dirinya rindu. "Jadi ibumu mempunyai usaha sendiri?" tanya Jason siang itu. "Iya, Pak. Ibu saya pintar mendesain dan menjahit pakaian. Sampai saat ini ibu mempunyai butik dan beberapa orang karyawan," jawab Mario. "Wah, suatu saat saya akan menjah
Jason berhasil menyelidiki dan menemukan alamat butik milik Hana. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan wanita pujaan hatinya, cinta sejati di dalam hidupnya itu. Pagi itu Jason sengaja tidak langsung menuju ke kantornya. Setelah mandi, ia menatap pantulan dirinya di cermin. Saat menghadapi bayangan dirinya itulah ia menyadari, betapa lamanya waktu telah bergulir. Walaupun rasanya baru sekejap mata, Jason bisa melihat wajah dan tubuhnya kini berubah, mulai dari rambut yang berubah warna menjadi putih, juga kerutan di wajahnya yang terlihat jelas. Andai masa muda bisa kembali, banyak peristiwa yang ingin ia ulang dan rasakan kembali. Getaran rasa saat melihat dan berjumpa dengan Hana, tidak akan dapat ia lupakan hingga saat ini. Sesal selalu timbul dalam hati Jason, andai ia bisa sedikit berjuang dan memaksakan diri, mungkin kini dirinya sudah sudah bahagia bersama sang wanita pujaan hati. "Hana, apakah kamu sudah benar-benar melupakan aku? Aku tahu Hadi sempat mengkhianati dan
Hana tersentak, matanya terbelalak dan ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa saat mendengar jawaban Jason. Sebagai wanita yang pernah sangat mengenal Jason, Hana mengerti bahwa ucapan pria itu bukan ucapan kosong. Jason selalu serius jika membicarakan tentang komitmen dan perasaan. Hana merasa canggung, ia tersenyum dan berusaha berpikir dengan cepat untuk mencairkan suasana yang aneh itu. "Ah, ternyata kamu masih suka bergurau," ucap Hana. Ekspresi wajah Jason masih sangat serius, ia menatap Hana tanpa berkedip. "Kamu pasti mengerti bahwa aku saat ini sedang tidak bercanda, Hana."Hana menundukkan kepalanya, ia menghela nafas panjang dan memejamkan mata sejenak. "Bukankah kamu datang untuk menjahit pakaian? Ayo kita masuk ke dalam untuk membuat desain dan mengukur tubuhmu!" ajak Hana. Hana berusaha bersikap profesional, meskipun pria yang berdiri di hadapannya bukanlah orang asing baginya. Jason mengikuti langkah Hana dan masuk ke sebuah ruangan yang lebih besar. Ada dua ora
"Kemana saja kamu seharian, Cin? Kenapa kamu gak menjawab pesan dan teleponku?" oceh Mario. Cindy baru saja menjawab telepon dari Mario setelah seharian sibuk bekerja. Belum sempat Cindy menjelaskan, kekasihnya itu kembali menggerutu, kali ini dengan suara yang lebih keras. "Apa gunanya kamu mempunyai ponsel kalau gak mau menjawab telepon dariku? Apa susahnya sebentar saja memberi kabar padaku? Kamu membuatku hampir gila." "Maaf, Rio, tadi pagi mendadak aku ada pekerjaan di luar kota. Daerah itu cukup jauh, tiga jam perjalanan jauhnya. Di sana juga susah sinyal, aku gak bisa menggunakan ponsel untuk menghubungi siapapun. Lagi pula sepanjang hari ini aku juga sangat sibuk karena harus merias pengantin dan keluarganya," jawab Cindy. "Seharusnya sebelum berangkat kamu memberi kabar padaku. Tiga jam perjalanan seharusnya juga cukup untuk sekadar mengirim pesan singkat padaku, bukan?" ujar Mario. Cindy menghela nafas panjang, ia menyadari ini memang kesalahannya. Sebenarnya mereka mem
"Apa?! Batal? Kenapa bisa begitu, Rio?" Hana tidak dapat menutupi rasa terkejutnya ketika mendengar jawaban Mario. "Yah, seperti yang Ibu katakan kemarin, Rio memang harus membuka mata lebar-lebar sebelum mengambil keputusan untuk bertunangan dengan Cindy. Setelah Rio pikirkan dengan matang, ternyata kami gak cocok, jadi Rio membatalkan rencana itu.""Bagaimana mungkin kamu bisa berubah secepat itu?" tanya Hana lagi. "Cindy menjalin hubungan dengan pria lain, Bu. Sejak usahanya berkembang, sifatnya juga berubah. Dia mulai cuek dan menjauhi Rio. Dia juga egois dan keras kepala," jawab Mario. "Nak, setiap hubungan pasti mengalami masalah dan ujian. Apa kamu sudah membicarakan ini baik-baik dengan Cindy? Masalah gak akan terselesaikan kalau kalian lebih mengedepankan ego dan dalam keadaan emosi. Ibu gak percaya kalau dia bisa mengkhianati kamu. Sepertinya dia anak yang baik," kata Hana. "Sudah ada buktinya, Bu. Ada foto yang menunjukkan kalau mereka sedang bersama." Mario mengambil p
"Rio...." Hana sangat terkejut melihat kedatangan Mario. Ia berdiri dari tempat duduknya dan menatap sang putra. Ada rasa cemas yang terlihat jelas di mata wanita itu, apakah Mario sudah mengetahui semuanya? "Rio, kamu baru pulang bekerja?" tanya Jason dengan santai. Hana melihat Jason dan Mario bergantian, ia tidak mengerti bagaimana keduanya bisa saling mengenal? "Iya. Kenapa Bapak bisa ada di sini?" tanya Mario. Jason tersenyum dan menepuk bahu Mario. "Saya ada sebuah acara dua minggu lagi dan ingin menjahit pakaian. Kebetulan saya mendengar cerita tentang ibumu yang pintar menjahit. Saat saya datang kemari, ternyata saya dan ibumu sudah saling mengenal.""Benarkah? Apa Ibu sudah mengenal Pak Jason?" tanya Mario. "Iya, Nak. Pak Jason adalah teman lama ibu. Sudah lama sekali kami gak pernah bertemu. Lalu bagaimana kamu bisa mengenal dia?" tanya Hana. "Jadi kalian sudah saling mengenal? Kebetulan sekali, Bu, Pak Jason ini pemilik perusahaan tempatku bekerja," jawab Mario. "Apa
"Ibu kenapa diam saja?" tanya Mario. Melalui kaca spion sepeda motornya, Mario melihat Hana melamun. Hana tersentak saat mendengar pertanyaan dari putranya itu. Ia tersenyum dan mengeratkan pegangan tangannya di pinggang Alex. "Gak apa-apa, Nak. Oh ya, bagaimana kalau kita makan bakso dulu sebelum pulang?" tanya Hana. "Wah, tumben Ibu mengajak makan bakso," jawab Alex. "Iya, Ibu tiba-tiba ingin makan bakso langganan kita. Rasanya sudah lama kita gak makan bakso diwarung itu. Nanti kita belikan juga untuk ayah.""Oke, siap," jawab Alex dengan bersemangat.Jika Alex dan Hana sedang bekerja dan meninggalkan rumah, mereka meminta bantuan seorang tetangga mereka untuk menemani dan menjaga Hadi. Hana terpaksa meminta bantuan pria itu sampai ia kembali ke rumah. Bukannya Hana enggan merawat Hadi sendiri sepanjang hari. Namun, saat ini. Hana masih menjadi tulang punggung keluarganya. Kondisi kesehatan Hadi tidak memungkinkan lagi untuk bekerja. Hana juga tidak mungkin membebankan semua k
"Dia sakit tifus, Nak. Kondisinya semakin parah karena beberapa hari ini ia gak mau makan. Tante juga sangat mencemaskan keadaannya. Biasanya Cindy sangat sehat dan ceria, tapi beberapa hari ini dia seperti orang yang kehilangan semangat," jawab Tante Cindy. "Kenapa dia gak memberi tahu saya, Tante?" tanya Mario. "Kamu pacarnya Cindy, ya? Cindy sempat bercerita kalau kalian sedang bertengkar. Dia sangat sedih dan bingung karenanya.""Maafkan saya, Tante. Memang ada sedikit kesalahpahaman di antara kami," jawab Mario. Mario sedikit menyesal karena dia tidak menjawab telepon dan membalas pesan dari kekasihnya itu. Mungkin itu yang membuat Cindy enggan memberi kabar pada Mario mengenai kondisi kesehatannya yang memburuk saat itu. Tante Cindy menjawab dengan bijak. "Salah paham dan perbedaan pendapat memang biasa terjadi dalam sebuah hubungan. Wajar saja kalau kalian mengalaminya, karena kalian sedang dalam masa saling mengenal dan menyesuaikan diri. Hubungan jarak jauh seperti ini jug