Hari Minggu pagi itu, Riana menarik kembali selimutnya. Karena hari ini sekolah libur, ia ingin bangun lebih siang hari ini. Baru saja hampir terlelap kembali dalam mimpi, sebuah ketukan di pintu kamarnya terdengar. "Ria.. Kamu sudah bangun?" suara ibu terdengar dari balik pintu. Riana terpaksa membuka kembali matanya yang masih terasa berat. Malam tadi ia memang tidur agak larut. Namun kini ia tidak selalu mengalami kesulitan tidur karena memikirkan ayahnya. Saat belum mengantuk di malam hari, Riana biasanya mencari referensi desain buket di internet dan menyimpannya. Ia harus mengikuti perkembangan dan selalu berkreasi menghasilkan karya yang terbaik. Riana senang saat melihat pelanggannya merasa puas dengan hasil karyanya. Sebagai penjual, Riana bisa menerima contoh dari calon pembeli, atau memberi saran desain dari katalog yang ia sediakan. "Iya, Bu," jawab Riana. Ibu membuka pintu dan menggelengkan kepala melihat anak gadisnya masih ada di atas tempat tidurnya. "Ya ampun,
"Maaf, Bapak dan Ibu sekalian, kami bisa menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan," kata Hadi. Orang-orang di sekitar mereka mulai membubarkan diri satu demi satu. "Maaf, Mas. Tapi aku sudah tahu kalau mereka adalah mantan istri dan anakmu," bisik Sandra pada Hari. Hadi terdiam sejenak, ia sempat berbohong pada Sandra saat pertama kali mereka berjumpa dengan Hana, Riana, dan Mario. "Dari mana kamu tahu?" tanya Hadi. "Saat kita pertama kali bertemu di rumah sakit, aku melihat sorot matamu berbeda saat melihat mereka. Jadi aku menyelidikinya, maafkan aku, Mas," jawab Sandra. "Mengapa kamu tidak mengatakan kalau kamu sudah mengetahui bahwa aku sudah pernah menikah?" "Bagiku itu bukan masalah, Mas. Aku sadar bahwa aku sudah pergi cukup lama. Wajar jika kamu mencari penggantiku. Yang terpenting sekarang, kita bisa bersama kembali, Mas," ujar Sandra sambil menggenggam tangan Hadi. Riana mengalihkan pandangan matanya dengan malas, ia mengajak ibu pergi dari tempat itu. Baginya m
Hadi telah membulatkan hati untuk meresmikan hubungannya dengan Sandra. Peristiwa di pusat perbelanjaan juga membuatnya yakin untuk memutuskan hubungan dengan Hana dan anak-anaknya.Dengan cara yang halus, Sandra selalu berhasil menghasut Hadi dan membuatnya membenci Hana, Riana, dan Mario. "Mas, kenapa melamun? Apa yang sedang menyita pikiranmu?" tanya Sandra sambil mendorong kursi rodanya mendekati Hadi yang sedang termenung. "Ah, tidak ada apa-apa, San," jawab Hadi cepat. "Mas, aku ingin tahu perasaanmu saat ini padaku," kata Sandra. Hadi menggenggam tangan Sandra dan menatapnya serius, ia bertanya, "Apa maksudmu, Sayang? Mengapa kamu menanyakan itu padaku?""Aku belum bisa mengingat, sejauh apa hubungan kita dahulu. Dari cerita orang-orang di sekitar kita, juga foto yang masih tersimpan, aku yakin kita sangat dekat. Aku bisa memastikan perasaanku masih sama seperti dahulu padamu, Mas. Aku masih mencintai kamu, dan hanya kamu masa depan dan alasan aku hidup. Tapi kamu belum per
Dengan terpaksa Hana mendekat dan menatap lekat wajah Sandra. "Baiklah, aku akan membuat kebaya untukmu," jawab Hana. Sandra dan Donna tersenyum penuh kemenangan. "Bagus! Kerjakan dengan baik, Han! Aku permisi sebentar, San," ucap Donna. "Kamu ingin kebaya seperti apa?" tanya Hana. "Kebaya yang membuat aku menjadi wanita paling cantik di hari istimewa itu. Kamu harus memastikan bahwa suamiku akan terpesona dan tidak akan berpaling dariku," jawab Sandra dengan percaya diri. "Aku akan mengirimkan beberapa desain padamu. Nanti kamu pilih saja, yang mana yang kamu suka. Tapi apa maksud dan tujuanmu? Mengapa kamu melakukan ini?" "Apa maksudmu?" tanya Sandra pura-pura tidak mengerti. Hana menghela nafas panjang, lalu menjawab, " Kamu bisa menjahit kebaya atau gaun pengantin di tempat lain. Tapi mengapa harus aku yang menjahit kebayamu?" tanya Hana. Sandra tersenyum mengejek, dan mengubah posisi duduknya."Aku memang ingin kamu yang membuatnya. Aku sudah menyelidiki kamu dan anak-an
Siang itu sepulang sekolah, Riana ingin langsung menuju ke ruko tempat ibu bekerja. Riana tahu, pasti sangat sulit dan berat untuk menjahit gaun pengantin pesanan Tante Sandra itu. "Mas, antar aku ke ruko saja, ya," kata Riana pada Mario yang sedang mengemudi sepeda motornya. "Aku pulang dulu, ya. Nanti sore setelah ibu selesai bekerja, aku akan menjemput kalian," ujar Mario. "Iya, Mas. Aku mau menemani ibu. Aku tidak ingin ibu merasa sedih saat menjahit pakaian wanita itu. Aku tahu kalau ibu tegar dan kuat, tapi aku tetap merasa cemas," kata Riana. Mario terdiam sejenak, seperti sedang berpikir sebelum ia menjawab, "Sebenernya aku juga tidak tenang, aku takut wanita itu mengganggu ibu lagi. Jadi memang lebih baik kamu di sana menemani ibu. Jika wanita itu datang lagi, langsung hubungi aku," kata Mario. Riana turun di depan butik, lalu masuk ke dalam. Ibu terkejut, tetapi senyum ceria tersungging di wajahnya. Tepat seperti dugaan Riana, di hadapan ibu terbentang kain kebaya yang
Hati Riana dan Mario kini lebih kuat dan tegar dari sebelumnya. Setelah malam itu mereka berjumpa dengan sang ayah, mereka memilih melanjutkan hidup. Ibu terus mengarahkan putra dan putrinya untuk tidak terus tenggelam dalam suka dan kebencian. Ibu Mario yang seharusnya paling tersakiti saja sudah bangkit dan bisa melanjutkan hidupnya. Dalam dua hari, Hana menyelesaikan kebaya itu dan menyerahkan pada karyawannya.Seperti biasa, hasil jahitan Hana selalu membuat orang kagum dan terpukau. Hana meminta karyawannya menghubungi Sandra, untuk segera mengambil kebaya itu. Ibu enggan menghubungi atau berjumpa dengan wanita yang telah merebut posisinya itu. "Bu Hana, Bu Sandra ingin bertemu," kata seorang karyawan siang itu. Hana yang sedang menjahit menghentikan sejenak aktivitasnya dan mengangkat wajahnya. "Ada perlu apa? Dia datang untuk mengambil kebaya itu, kan?" tanya Hana pada karyawan bertubuh mungil itu. Karyawan itu menggelengkan kepala dan mengangkat bahunya, lalu menjawab, "I
"Apa?! Kamu serius?" seru David sambil berdiri, membuat pengunjung di sekitar mereka menoleh. "Sst.. Malu dilihat orang, Mas," ucap Riana sambil meletakkan jari telunjuk di bibir merah alaminya. David kembali duduk di kursinya, tapi binar bahagia di matanya enggan pergi. "Ria, kamu serius, kan? Gak bercanda, kan?" ujar David lagi. Riana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Yeay.. Akhirnya kamu menerimaku! Terimakasih, Ria," kata David dengan suara lebih keras.Jika tidak ingat kalau mereka ada di tempat umum dan ramai, sepertinya David bisa bersorak dan melompat-lompat. "Mas, tapi aku mempunyai satu permintaan," ujar Riana. David mendekatkan kursinya ke sisi Riana, dan bertanya, "Apa itu, Ria? Aku pasti akan berusaha mengabulkan permintaannu itu,""Mas, cukup lama aku mempertimbangkan keputusanku ini. Kamu tahu, kan? Kalau aku sempat ragu, karena ayah mengecewakan aku, Mas Rio, dan ibu? Aku takut akan mengalami hal yang sama. Tapi aku sudah lama mengenal Mas David. Aku berhar
"Tapi kenapa, Rio? Walaupun dengan berat hati, pada akhirnya semua teman mendukung keputusanku. Karena mereka tahu bahwa ini demi kebaikan dan masa depanku. Harusnya kamu juga sebagai sahabatku akan mendukung pilihan dan keputusanku ini," ujar Cindy. "Karena.. Aku suka dan sayang kamu, Cin," kata Mario. Cindy terkejut dan jantungnya seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik lamanya. Cindy hampir tidak mempercayai pendengarannya sendiri, karena akhirnya Mario menyatakan cinta padanya. Sejujurnya telah lama Cindy menunggu saat-saat seperti ini. Namun mengapa Mario justru baru mengatakannya di saat mereka harus berpisah. Cindy meringis menahan nyeri di hatinya. Ia menatap Mario, sorot mata pria itu seakan mampu membuatnya membeku. "Maafkan aku, Rio," bisik Cindy dengan suara nyaris tak terdengar. Mario berdiri di tempatnya dengan kaku, lalu berkata, "Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu menuruti permintaanku dan tidak akan pergi dari sini," Cindy menundukkan kepala dan men