Bagaimanapun juga, Nana sekarang sudah dewasa. Dia juga tidak bisa menyalahkan orang lain atas semua kesalahan yang diperbuatnya. Tubuhnya memang akan sakit kalau sampai tongkat itu mengenai tubuhnya. Namun, tongkat itu akan melukai tubuhnya dan Darren kalau sampai tongkat itu mengenai tubuh Darren. Nanalah yang meminta Darren untuk membantunya. Dialah yang menyeret Darren dalam kekacauan ini. Jadi, bagaimana mungkin Nana akan membiarkan Darren yang merasakan semua akibatnya sendirian? Semua orang tidak tega melihat Nana memohon seperti ini. Bahkan, Bi Ratih harus mengatupkan bibirnya sambil menangis. Bagaimana mungkin seorang Nana yang biasanya selalu ceria bisa terlihat menyedihkan seperti ini? Michael akhirnya berlutut dengan satu kaki agar bisa sejajar dengan Nana lalu dia berkata dengan wajah serius, “Nana, kamu benar-benar siap menerima hukuman?”Nana mengangguk dengan matanya yang memerah. “Baiklah kalau begitu. Kakak juga nggak akan memihak siapa pun dalam masalah ini karen
Michael sangat takut ketika melihat adiknya hampir diserang dengan pisau oleh Keanu, tapi dia tidak berdaya untuk menyelamatkannya dan hanya bisa menyaksikan kejadian itu dari kamera pengawas. Michael jarang sekali melalui kejadian seperti itu dalam hidupnya. Dia merasa benar-benar tidak berdaya dan hanya bisa menyaksikan semuanya melalui monitor. Walaupun dirinya selalu disebut sebagai seorang jenius dan melindungi negaranya secara rahasia, dirinya tetap saja tidak bisa melindungi adiknya sendiri. Sekarang, dia akan memilih untuk tidak lagi mengizinkan Nana untuk berada di posisi berbahaya itu lagi jika dia memang diberikan kesempatan untuk mengambil keputusan dalam keluarganya.Namun, pemikiran Michael ditolak mentah-mentah oleh Eddy. Karena Eddy bisa memahami beban psikologis adik-adiknya. Sejak tadi, Eddy terus saja diam dan sama sekali tidak berusaha membantu Darren dan Nana ketika Michael ingin menghukum mereka seakan dirinya telah memberikan wewenangnya sebagai kepala keluarga
“Kakak khawatir mereka nggak akan melepaskanmu begitu saja karena kamu sudah menyembunyikan semua ini cukup lama dari mereka. Kamu boleh kok kalau mau membalas serangan mereka kalau memang mereka sudah keterlaluan sama kamu. Tenang saja, Kakak yang akan mengurus semuanya nanti,” ujar Wilson sambil mengerutkan keningnya. Kevin tidak banyak berkata. Dia hanya mengembangkan senyumannya sambil menganggukkan kepala setelah mendengar kata-kata kakaknya. Sekarang Wilson terlihat lebih gelisah daripada Kevin yang merupakan tokoh utama yang sedang menunggu calon saudara iparnya datang. “Nggak bisa begini, nih. Aku mau lihat dulu apa mereka sudah mempersiapkan cukup hadiah untuk keluarga Tanjaya. Oh iya, aku akan memberikan setengah dari aset keluarga Orlando kalau sampai kamu berhasil mendapatkan gadis itu. Kamu bisa membawa semua aset itu dan menjadikannya sebagai hadiah pernikahanmu nanti,” ujar Wilson seperti orang bingung.Kevin hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum kecil meliha
Wilson kembali menjadi seekor rubah tua yang harus turun dari gunungnya untuk menyambut kedatangan keluarga Tanjaya. Senyuman langsung mengembang di wajahnya ketika melihat keluarga Tanjaya datang. Dia pun langsung melangkah maju dengan mantap seraya berkata, “Pak Eddy, lama tidak berjumpa. Selamat datang!”Eddy membalas senyuman Wilson lalu menjabat tangan laki-laki itu seraya berkata, “Ya, Pak Wilson.”Mereka berdua sempat mengobrol sebentar dan langsung ke pokok permasalahan. “Adik saya mengalami kecelakaan beberapa hari yang lalu di acara jamuan makan. Untung saja, ada adik Bapak yang berhasil menyelamatkannya. Oleh karena itu, kami sekeluarga datang untuk melihat keadaan Pak Kevin sekaligus ingin mengucapkan terima kasih padanya,” ujar Eddy tanpa banyak basa-basi. Eddy mengungkapkan tujuan kedatangan keluarganya ke tempat ini tanpa ada maksud lainnya. Hal ini secara tidak langsung memperjelas hubungan di antara kedua keluarga. Bahkan mereka juga tidak perlu lagi menjelaskan ten
Bayangan Kevin yang melompat dari atas gedung terus berputar di benaknya bagaikan mimpi buruk yang tak berujung. Bahkan dia langsung merasa seperti tercekik setiap kali teringat akan kejadian itu, seperti apa yang terjadi kali ini. Nana berusaha untuk menahan rasa tidak nyamannya dan terus mengikuti langkah kaki saudara-saudaranya. Mereka semua langsung berjalan menuju ruang rawat Kevin setelah turun dari lift. Bagaimanapun juga, rumah sakit ini adalah rumah sakit milik keluarga Orlando. Jadi, wajar saja kalau Kevin dirawat di kamar dengan keadaan yang sangat baik. Bagian dalam ruang rawatnya sangatlah besar. Bahkan ruangan itu tetap terlihat luas dan tidak ramai setelah mereka semua masuk ke dalamnya. Darren pernah dikalahkan oleh Kevin ketika mereka bertarung. Oleh karena itu, Darren tidak ingin berjalan di depan ketika mereka masuk ke dalam ruang rumah sakit. Dia lebih memilih untuk bersembunyi di barisan paling belakang. Eddy dan Michael berjalan paling depan memimpin mereka se
Berani sekali laki-laki ini menyentuh Nana di depan anggota keluarga Tanjaya? Apa dia pikir mereka sudah mati? Michael menatap dingin ke arah tangan Kevin. Dia ingin sekali mencakar laki-laki itu di hadapan semua orang saat ini. Kevin buru-buru melepaskan tangan Nana lalu melangkah mundur setelah dia menyadari kalau dirinya sudah kehilangan ketenangannya. Namun, Nana buru-buru meraih tangan Kevin dan berhasil menggenggam ujung tangan Kevin yang terasa dingin. Kemudian Nana menggelengkan kepalanya yang menandakan kalau dirinya baik-baik saja. Kevin merasa sedikit terkejut dan bingung di saat yang bersamaan. Karena dia tidak pernah menyangka kalau mereka masih bisa saling menggenggam tangan dalam keadaan seperti ini. Mereka berdua saling berpandangan dan berkomunikasi tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Keluarga Tanjaya yang berada di dekat mereka tidak bisa merasa tenang ketika melihat perilaku kedua sejoli itu. “Nana, kamu ngapain!” seru Darren. Kemudian dia melangkah maju ser
Ekspresi Wilson tampak keruh, dia menatap lelaki itu dengan sorot khawatir. Nana juga mendorong Darren dan maju mendekat. Perempuan itu menangkap sorot aneh dari kedua bola mata Kevin. Perasaannya sangat panik dan dengan suara serak dia berkata, “Tunggu … aku ….”Suara perempuan itu membuat Kevin tercenung. Semua awan gelap yang ada di balik matanya sirna. Kevin menatap Nana dengan lekat sambil bertanya, “Nana, suaramu?”Mata Nana memerah seketika. Dia menggigit bibir bawahnya tanpa mengeluarkan suara lagi. Sorot lelaki itu tampak semakin dalam. Bahkan ujung matanya sedikit memerah. Dengan perlahan dia berkata, “Kamu bilang sekali lagi, coba aku dengar.”Nana membuka mulutnya tanpa mengeluarkan suara lagi. Air mata perempuan itu mengalir dengan deras. Detik itu juga Wilson tahu kalau ada yang tidak beres. Dia menatap Nana dan juga Darren dan menemukan tatapan sedih yang coba mereka tutupi. Setelah itu dia menatap Darren yang memasang ekspresi keruh. Akan tetapi lelaki itu tengah mencob
“Tap-““Aku nggak mau dengar alasan lain. Aku hanya mau semuanya menghargai pendapat adikku!” potong Michelle. Ketiga kakaknya yang lain memasang raut kaku dan saling berpandangan sejenak. Mereka menangkap sorot tidak berdaya dan juga menyerah di mata mereka masing-masing.Michael yang keluar terlebih dahulu, setelah itu Darren menggeleng dan pergi dari sana. Eddy menatap wajah pucat Nana dan seperti hendak mengatakan sesuatu. Namun pada akhirnya kalimat tersebut tidak bisa dia ucapkan dan hanya mengelus kepala Nana sebelum keluar dari sana.Michelle menghela napas lega dan mengangkat wajahnya. Tatapannya langsung bertemu dengan sorot penuh rasa terima kasih milik Nana.“Kalian ngobrol dulu,” ujar Michelle sambil menghela napas dan keluar dari ruangan.Wilson tampak tidak berkata apa pun dan hanya mengikuti langkah Michelle. Setelah itu dia juga menutup pintu ruangan hingga rapat. Suasana di ruangan tersebut mendadak menjadi sunyi. Nana dan Kevin berdiri diam di tempat mereka masing-ma