"Hei, Tuan Rudy. Masukkan saja menantumu ini ke rumah sakit jiwa. Aku rasa bualannya terlalu tinggi. Kasihan Nona Lucy harus menghadapi orang gila seperti dia," ucap Tuan Kasim yang semakin kesal dengan Radit."Lucy lebih akan kasihan jika bercerai denganku lalu menikahi pria tua bau tanah seperti Anda. Anda terlalu pelit dan perhitungan. Padahal katanya Anda ini kaya raya, punya toko perhiasan juga tapi sayang sepertinya Anda tidak sekaya itu.""Jaga mulutmu! Semakin berani sekali kau rupanya," geram Tuan Kasim."Anda lupa malam yang lalu siapa yang melunasi makan malam mewah? Orang kaya tidak mungkin sampai kartu kreditnya diblokir," ledek Radit.Wajah Tuan Kasim merah padam. Ia benar-benar marah kali ini."Brengsek! Kalau memang kamu bisa membayarnya, buktikan! Aku akan membawa pengacara dan memanggil polisi kalau dalam 1 x 24 jam tidak ada uang dua ratus lima puluh juta.""Ya. Pegang saja kata-kataku. Dan jika semua suda
Tuan Mandala membuka kaca matanya lalu menatap cucunya lekat-lekat. "Kau mengetahui penyakitku?""Ku rasa Tuan Mandala cukup populer di lingkungan perusahaan sehingga banyak karyawan yang bergosip tentang Anda. Aku mengetahuinya dari mereka."Tuan Mandala menghela napas. "Lalu untuk apa uang yang akan kau minta? Apa untuk membelikan ibumu rumah?" tebak Tuan Mandala.Radit memicingkan matanya. "Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan ibuku. Beliau bahkan tidak sudi menerima apapun dari Keluarga Cakranomoto. Lagi pula, ini bukan urusan Anda. Anda cukup membayar dari apa yang sudah aku berikan," ucap Radir dengan dingin."Aku tidak membutuhkan sumsum tulang belakang. Kau mendengar gosip yang salah. Sebenarnya di dalam kartu hitam yang kamu miliki, ada banyak uang dengan jumlah yang lebih dari itu. Kau bisa mempergunakannya karena itu sudah menjadi milikmu.""Kartu hitam? Ah, aku bahkan lupa jika memiliki itu," batin Radit.Radi
Bibi Clara langsung menghubungi Radit. Ia menemukan ibunya Radit jatuh pingsan. Di tangannya ada kertas berisikan tulisan ancaman dengan tinta merah menyala. Rupanya benar, bunyi yang ia dengar adalah suara jendela dapurnya yang dilempar batu oleh seseorang. Kemungkinan kertas yang di tangan Nyonya Yessi adalah pembungkusnya.Radit yang belum jauh dari lokasi rumah Bibi Clara langsung memutar balik. Ia sangat mengkhawatirkan ibunya.****"PERGI ATAU MATI"Kalimat singkat bernada ancaman membuat malam itu mencekam. Nyonya Yessi yang siuman, hanya diam tak berkata apapun. Ia melamun seperti memikirkan banyak hal. Sementara Bibi Clara menangis. Wanita paruh baya itu ketakutan. Radit langsung menghubungi polisi untuk segera memeriksa di sekitar lokasi. Sayangnya, polisi tidak menemukan petunjuk apapun di lokasi. Tidak ada polisi yang dikerahkan untuk berjaga karena mereka menduga itu hanya kerjaan orang iseng belaka.Radit pun akhirnya diam-diam menghubungi Tuan Brando untuk meminta ban
Usai puas mengerjai ibu mertuanya, Radit dengan senyam-senyum dan terkekeh masuk ke kamar. Baru saja menutup pintu mendadak Lucy sudah berada di hadapannya."Eeeh ...." Radit terkejut."Ada apa dengan dirimu, kok basah kuyup?"Radit menggaruk ujung pelipisnya dengan telunjuk. "Sepertinya ibumu pagi ini salah siram. Dia pikir aku tanaman di kebun belakang," jawab Radit sambil menyengir."Masih pagi, sudah ribut sama ibuku. Nggak bosan apa?!" komentar Lucy sembari membuka lemari dan mengambilkan Radit baju.Radit membuka lebar matanya. "Eh, tunggu dulu! Tanganmu ... tanganmu bisa bergerak dengan baik?" Radit buru-buru menghampiri istrinya, lalu berjongkok dan memegang tangan kanan istrinya yang sempat tidak berfungsi alias lumpuh."Ssssttt ... jangan berisik! Ini rahasia diantara kita!" Lucy menepis tangan Radit. Lalu menyodorkan baju untuk suaminya."Sejak kapan kamu merahasiakan soal kesembuhanmu ini?" Masih saja Radit dengan tatapan menyelidik mencoba bertanya dengan istrinya.Lucy m
Radit dan Tuan Kasim sudah tiba di bank. Tuan Kasim mengeluarkan ponselnya lalu menekan nomor panggilan darurat kepolisian."Apa yang Anda lakukan?" tanya Radit."Menurutmu apa? Aku tidak mau membuang waktuku, aku akan menghubungi polisi. Kamu salah menantangku, anak muda!""Hahaha! Jangan terburu-buru. Hei, Pak Tua apa kau tahu jika polisi di kota ini sangat sibuk. Mereka akan sangat marah jika kau mengganggu mereka. Bisa-bisa kau sendiri yang akan ditangkap," balas Radit sambil keluar dari dalam mobil.Tuan Kasim mencoba melampiaskan rasa kesalnya. Ia memukul setiran mobil. "Brengsek!" umpatnya.Keduanya pun masuk ke dalam bank central di kota A. Pembisnis sekelas Tuan Kasim cukup populer, semua orang menyapanya dengan ramah dan melempar senyuman."Selamat datang, Tuan Kasim Bratavia. Apa yang bisa kami bantu kali ini?" tanya seorang teller dengan ramah.Tuan Kasim melemparkan senyumnya, ia mencoba menyembunyikan kekesalannya dengan Radit. Ia tak sabar untuk mempermalukan pemuda itu
Radit menuju rumah Bibi Clara. Dia sudah berjanji kepada Lucy untuk menjemput ibunya dan membawanya ke kediaman Tuan Rudy."Kau yakin tidak akan menjadi masalah dengan mertuamu?" tanya Nyonya Yessi disela-sela ia merapikan pakaiannya ke koper."Istriku yang memintaku membawa ibu. Dia punya cara untuk membujuk kedua orang tuanya."Nyonya Yessi tersenyum tipis. "Tadinya aku pikir, wanita itu tidak mencintaimu. Ternyata dia peduli kepada ibumu.""Peduli belum tentu cinta, Bu. Ku akui, Lucy memang memiliki hati yang baik," tandas Radit.Setelah selesai berkemas, Radit dan ibunya berpamitan dengan Bibi Clara. Bibi Clara sendiri sedang menunggu jemputan dari anaknya."Kita berpisah di sini. Aku harap semua membaik dan kita bisa tinggal bersama kembali," ucap Bibi Clara sedih sembari memeluk Nyonya Yessi."Kau sudah ku anggap seperti saudara kandungku. Jika aku sudah memiliki tempat tinggal, kau boleh berkunjung. Sesekali aku butuh teman mengobrol seperti biasa yang kita lakukan," sahut Nyon
Radit mendorong kursi roda milik istrinya, perlahan mereka bertiga keluar dari pintu gerbang kediaman Tuan Rudy. "Maaf, karena ibu akhirnya kalian harus begini," sesal Nyonya Yessi."Tidak apa-apa, Bu. Kita akan mencari rumah sewaan sederhana untuk kita tinggali. Aku masih ada sedikit uang tabungan untuk kita," ucap Lucy mencoba menenangkan."Nak, kamu sungguh berhati baik. Radit beruntung menikahi wanita seperti kamu," puji Nyonya Yessi sembari mengusap air matanya yang sempat berlinang membasahi sudut-sudut matanya yang mulai berkeriput.Lucy tersenyum. Entah mengapa hatinya menjadi berbunga-bunga mendengar pujian dari ibu mertuanya."Kalian jangan khawatir. Aku akan bertanggung jawab. Ayo kita pergi ke kantor pemasaran properti," ucap Radit.Lucy menoleh ke suaminya. "Kamu punya uang?""Punya. Jangan khawatir," ucap Radit penuh percaya diri.Baginya, tidak jadi masalah lagi membeli rumah untuk mereka tempati selama ia memiliki kartu hitam pemberian sang kakek."Dit, jangan bilang
"Ti–tidak mungkin jika Anda yang membeli rumah ini," bantahnya."Kenapa tidak? Apa Anda terkejut, Nona?" Radit tertawa sinis. Tak lama Tuan Brando muncul."Anda pasti bawahan Tuan Brando. Orang seperti kalian mana bisa membeli rumah mewah." Masih saja gadis itu menghina Radit. Ia tak percaya jika Radit sungguhan orang kaya raya. "Tuan muda, apakah wanita ini yang mempersulit Anda di gedung pemasaran?" tanya Tuan Brando."Ya. Dia orangnya. Bahkan sampai sekarang pun dia terlalu angkuh untuk menghina orang lain. Berikan dia pelajaran!" jawab Radit dengan wajah dingin."Tu–tunggu du–dulu! Tuan Brando, apakah dia bos Anda?" Gadis muda itu tergagap. Wajahnya memerah. Ia mulai cemas."Nona, sepertinya Anda sudah membuat kesalahan besar yang menyinggung Tuan muda saya. Saya harap Anda bisa segera menyingkir dari hadapan kami dan berkemas-kemas. Saya akan meminta bos Anda untuk memecat karyawan seperti Anda!" jelas Tuan Brando.Gadis muda itu langsung berlutut tanpa diminta. "Tuan, tolong ja