Setelah aku siap dengan baju gamis longgar dan hijab panjang yang terulur menutupi dada, aku pun siap untuk pergi berbelanja, tidak masalah belanja sendirian. Karena hal itu sudah sering aku lakukan, sejak masih kuliah dulu.
Aku pun berpamitan dulu dengan Bi Inah.
"Bi Inah, saya mau keluar belanja dulu ya."
"Iya Mbak Nandini, hati-hati ya, Mba," sahut Bi Inah yang masih sibuk dengan cucian yang numpuk.
"Iya, Bi'. Makasih ya."
"Saya berangkat dulu ya, Bi, assalamualaikum."
"Iya, Mbak. Wa'alaikumussalam."
Aku bergegas ke luar rumah, sembari menunggu sopir grab carnya datang, supir yang sama dengan yang kemarin. Ya, Mas Aditia, entah dari kemarin kenapa bisa selalu menemukan sopir yang sama, padahal biasanya tidak pernah seperti ini.
"Mungkin karena Mas Aditia lagi berada di dekat sini," pikirku.
"Mbak Nandini," sapa Mas Aditia.
"Iya Mas, Adi," sapaku
"Mau ke mana nih Mbak?" tanya Mas Aditia.
"Kan
Hatiku sedih, hatiku pilu, ya itulah yang aku rasakan. Lagi-lagi aku merasakannya.Mas Aditia yang tadinya mengambil mobilnya pun kini menghampiriku."Mba Nandini. Mari masuk ke mobil, saya sudah siap mengantar Mbak Nandini sampai rumah dengan selamat," ujar Mas Aditia sembari melempar senyum ke arahku yang sedari tadi berdiri di pinggir jalan. Sudah seperti orang yang menunggu angkutan umum saja aku ini."Iya, Mas," jawabku langsung masuk ke mobil, karena di luar begitu panas. Hatiku juga sedang memanas, makin terasa panas jadinya."Mau langsung diantar pulang ke rumah Mas Nando?" tanya Mas Aditia sembari menoleh kearahku yang tengah duduk di belakang."Iya, Mas. Saya tidak ingin pergi ke mana-mana lagi," ucapku dengan wajah datar."Maaf, Mbak. Boleh tanya sesuatu?""Iya, mau tanya perihal apa, Mas?""Mengenai Mas Nando." Hal itu sontak membuatku kaget, apa yang ingin ditanyakan oleh pria ini."Iya, silakan, Mas. Saya t
Lumayan capek juga bawa belanjaan yang cukup banyak, meski telah dibantu Bi Inah. Karena baru kali ini aku belanja sebanyak ini, maklum keperluan rumah tangga sama keperluan pribadi lebih banyak keperluan rumah tangga. Aku pun istirahat dulu di kamar, sambil menunggu azan Dhuhur.Kini aku tidak terlalu berpikir keras mengenai kenyataan yang baru saja aku ketahui. Aku percaya pada diriku sendiri bahwa nantinya aku pasti bisa membuat Mas Nando mencintaiku. Saat ini hatinya masih rapuh, dia butuh kelembutan. Pantas saja dia langsung mengagumi kelembutan sikapku. Ya, aku harus lebih lembut lagi dalam bersikap.Mas Nando adalah sumber kekuatanku, aku berharap padanya. Dialah imamku, akan selalu tetap di hatiku. Kini aku telah siap menjalani segala rintangan dalam pernikahan ini. Aku yakin Mas Nando tidak akan menceraikanku.Aku tidak akan membiarkan Aleesha menang dan merusak kehidupan Mas Nando. Sekarang yang perlu aku ketahui adalah tentang Aleesha. Menyebut
Selang beberapa menit kemudian ada nada telepon masuk di ponselku, aku lihat Mas Aditia meneleponku balik. Aku pun segera mengangkatnya. "Assalamualaikum Mba Nandini, ada apa kok telepon malam-malam begini?" tanya Mas Aditia khawatir terjadi sesuatu denganku. "Wa'alaikumussalam. Mas Adi, bisa minta to-tolong sebentar," jawabku dengan nada terbata karena merasa sangat takut. "Iya ada apa Mbak? Kok sepertinya Mbak Nandini sedang ketakutan gitu?" tanya Mas Aditia terdengar cemas mengkhawatirkanku. "Itu, Mas, disini tiba-tiba ada seseorang yang mencurigakan gitu, masuk ke pekarangan rumah, saya takut, jangan-jangan itu maling," ujarku menjelaskan. "Ya Allah ... ya sudah kalau begitu saya langsung meluncur ke sana sekarang, Mbak. Tunggu saya ya, jangan bertindak dulu, bahaya," sahut Mas Aditia yang langsung buru-buru mendatangiku. "Iya, Mas. Hati-hati, maaf sudah mengganggu malam-malam begini." "Iya nggak papa, Mbak. Saya lang
Pagi yang cerah, aku Nandini, aku akan membuat suamiku sadar betapa berartinya diriku."Aku akan membuat kamu lupa dengan masa lalu kamu yang pahit itu Mas Nando," gumamku dalam hati."Astagfirullah, aku sampai lupa, bukankah tadi malam Mas Aditia telah menolongku, dan tidur di teras," gerutuku.Aku pun bergegas ke luar rumah untuk melihat apakah Mas aditia masih berada di sana ataukah sudah kembali ke indekos.Aku ke luar rumah, tidak ada siapa pun di sana, bantal dan selimut masih ada di kursi, lalu di mana Mas Aditia?"Mbak Nandini sudah bangun?" tanya Mas aditia menghampiriku."Iya, sudah sejak Subuh tadi, Mas, Mas Aditia dari mana?""Oh ini loh, Mbak, tadi itu saya pulang dulu, untuk sholat Subuh di masjid, karena saya masih ngantuk ketiduran deh di kamar indekos, bangun tidur saya inget, kalau saya pulang tadi belum pamit sama Mbak Nandini, saya berpikir pasti Mbak Nandini nyariin, makanya saya ke sini lagi Mbak," ujar Mas
Diteras kulihat Mas Aditia tengah duduk di kursi yang semalam dia tempati buat tidur."Assalamualaikum Mbak Nandini.""Wa'alaikumussalam warahmatullah. Sudah sedari tadi di sini ya, Mas?""Barusan kok, Mbak. Oh ya, ini bubur ayamnya, saya belikan dua, barangkali Mba Nandini suka nanti bisa nambah lagi.""Makasih ya, Mas, jadi ngerepotin," ucapku dengan lembut"Iya sama-sama* Mbak, nggak ngrepotin kok.""Mas Aditia nanti bisa antar saya ke pasar sebentar untuk membeli keperluan memasak, sudah habis semua.""Bisa kok, Mbak, sekarang?""Saya mau sarapan dulu, Mas, nanti saya hubungi kalau sudah siap berangkat""Oh baik, Mbak. Saya permisi pulang ya, mau sarapan juga sekalian mau cuci mobil dulu, " ujar Mas Aditia yg pamit pulang."Iya, Mas. Hati-hati, sekali lagi makasih ya, buburnya.""Iya dihabiskan ya!"Aku mengangguk."Ya sudah, Mbak. Saya pulang dulu. Assalamualaikum.
Belum sempat aku masuk ke rumah, Mas Nando tiba-tiba menghampiriku di luar yang masih ngobrol dengan Mas Aditia."Nandini, kamu sudah pulang sayang?" ucapnya sembari merangkul pundakku."Iya sudah kok, Mas.""Eh lo rupanya, Dit?" tanya Mas Nando yang kaget melihat Mas Aditia yang mengantarku pulang."Iya, Mas Nando," jawab Mas Aditia sembari membuka mobilnya lalu ke luar dari mobil."Nandini, kamu kok diantar pulang sama nih anak?" tanya Mas Nando sembari menatapku sinis, sepertinya dia marah."Iya, Mas. Mas Aditia ini kan sopir grab car," jawabku sembari tetap tersenyum padanya."Oh jadi lo sekarang jadi sopir grab car, Dit?" tanya Mas Nando pada Mas Aditia.Aku heran, mereka 'kan tetangga, Mas Aditia aja kenal baik, bahkan tahu semua tentang Mas Nando, tetapi Mas Nando malah tidak tahu kalau Mas Aditia kerjanya jadi sopir grab car, kan aneh aja gitu."Iya, Mas," jawab Mas Aditia singkat dan eksresinya agak gugup.
"Jika kau akan pergi, mengapa kau datang, jika aku mencintaimu apakah itu salahku?"***Keesokan harinya, aku sengaja tidak ke luar kamar terlebih dahulu, hari ini aku bersiap untuk mengajar, aku sudah rindu dengan para mahasiswi, aku berangkat kerja akan tetap meminta tolong Mas Aditia untuk mengantar.Keegoisan Mas Nando sungguh tidak wajar, dia terlalu posesif, tak seharusnya dia cemburu dengan Mas Aditia, dia tidak mencintaiku kenapa dia harus cemburu? Aneh bukan?Aku masih menunggu di kamar, aku tidak akan keluar dari kamar sebelum Mas Nando berangkat kerja. Aku malas untuk membahas hal yang sama, yang bisa membuat moodku hilang, aku harus semangat lagi untuk mengajar, harus fokus. Jangan karena masalah ini membuatku jadi sulit berkonsentrasi penuh pada pekerjaanku. Aku harus kembali bersemangat, demi masa depanku dan kebahagiaanku sendiri. Apa aku egois? Aku rasa tidak.Terdengar suara langkah kaki seperti sedang berjalan ke arah
Aku masuk ke ruang kerjaku. Di ruangan itu telah banyak dosen yang sudah datang. Ya, memang aku agak kesiangan, biasanya aku selalu datang lebih dulu dari mereka semua. Aku yang datang kesiangan pun menjadi bahan candaan mereka. Ya, maklum aku 'kan pengantin baru."Assalamualaikum." Aku masuk ke ruang kerjaku dengan mengucapkan salam."Wa'alaikumussalam." Para dosen menjawab salam dengan serempak.Mereka semua langsung saja menatapku, aku yang berdiri di antara tatapan mereka pun menjadi sangat malu, bagaikan aku ini seorang artis saja yang penuh sorotan dan tatapan penggemar."Eheeemm, pengantin baru sudah mulai masuk kerja nih?" goda salah satu rekan kerjaku yang bernama Bu Yulistya,"Iya, nih, apa jangan-jangan maksain kerja nih," sahut Pak Nawawi dosen paling Killer di sini, tetapi kali ini malah bisa bercanda."Nandini, kamu minta perpanjang cuti kerja juga pasti dibolehin kok, mengingat pasti lagi asyik-asyiknya menikmati b