"Tenang, Nandini. Kamu harus tetap semangat, alihkan dulu masalah yang membebani pikiran, konsentrasilah untuk mengajar," gumamku dalam hati, menyemangati diriku yang mulai down.
"Assalamualaikum Naharukis sa'id thalibul ilmi." Aku mengucapkan salam kepada para Mahasiswa.
"Wa'alaikumussalam, said mubarok Ustazah, Nandini." Mereka menjawab salamku dengan serempak, seperti biasanya.
"Kayfa halukuma?" Aku menanyakan kabar mereka.
"Alhamdulillah ala kulli hal."
"Kayfa haluk Ustazah Nandini?" tanya salah satu mahasiswi yang bernama Zakia.
"Alhamdulillah ana bi khoir," jawabku sembari melempar senyum manis.
"Sudah bisa kita mulai proses belajarnya?" ujarku menanyakan kesiapan mereka.
"Sudah siap, Ustazah." Mereka menjawabnya dengan serempak.
"Baiklah mari kita mulai proses belajarnya hari ini kita awali dengan bacaan basmalahya."
"Bismillahirrohmanirrohim ... selanjutnya kita berdoa agar diberikan ilmu yang berman
Tugas mengajar hari ini telah terselesaikan. Aku mencoba mengubungi Mas Nando. Ya, barangkali suamiku mau menjemputku, tapi lagi-lagi tidak diangkat olehnya. Aku pun mengirimkan pesan whatsapp.[Mas, aku akan pulang bersama Mas Aditia ya, aku harap kamu tidak marah padaku] isi pesan dariku.Aku langsung menghubungi Mas Aditia, dan langsung saja tersambung, memang orang ini selalu sigap jika aku membutuhkan bantuannya."Assalamualaikum Mas Aditia.""Wa'alaikumussalam, Iya, Mbak Nandini.""Bisa jemput saya sekarang, Mas?""Bisa kok Mbak, segera meluncur.""Baiklah, terima kasih banyak ya* Mas Aditia, saya tunggu di dekat gerbang kampus," ujarku."Iya sama-sama, Mbak Nandini, ini saya langsung meluncur ke sana.""Iya Mas Aditia, hati-hati ya. "Wassalamu'alaikum.""Iya, Mbak Nandini. Wa'alaikumussalam."Aku pun menutup teleponnya dan berjalan ke dekat gerbang kampus untuk menunggu Mas Aditia di sana.
"Sudah azan Maghrib nih, Bi, sholat dulu yuk.""Iya Mba Nandini, ini Bibi juga mau ambil air wudu."Aku telah selesai menyetrika pakaian, sambil ngobrol nggak terasa capeknya. Aku pun bergegas mengambil air wudu dan menjalankan ibadah salat Maghrib, dilanjut dengan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, sejak masalah menghampiriku aku tidak fokus untuk memuroja'ah hafalan. Sekarang aku ingin lebih fokus lagi untuk muroja'ah hafalanku, agar tidak terlupa.Setelah salat dan muroja'ah hafalan Al-Qur'an, aku bersiap untuk memasak makan malam. Mas Nando pasti suka aku masakin soto betawi, pulang kerja pasti dia belum sempat makan. Aku beinisitif untuk membuatkan soto betawi yang super lezat. Khusus untuk suamiku.Aku memasaknya sendiri, sebenarnya sih Bi Inah ingin membantuku tapi aku mencegahnya. Ini saatnya aku melaksanakan tugas-tugasku sebagai istri yang baik. Karena sejak masalah ini menghampiriku aku merasa aku belum melakukan tugasku sebagai seorang istri, yaitu
Makanannya telah ia habiskan,aku menuangkan air minum di gelas dan aku berikan padanya."Ini Mas, minumnya.""Iya, makasih ya, sayang, kamu sudah melayaniku dengan baik," ujarnya sembari menerima segelas air minum dari tanganku."Iya, sama-sama, Mas. Meski rumah tangga kita tidak bisa berjalan dengan lama, setidaknya aku bisa membuat Mas Nando bahagia bersamaku, itu sudah cukup membuatku puas kok, Mas," jawabku dengan menunduk."Iya, makasih ya, Nandini. Maaf kalau aku belum bisa bahagiain kamu. Saat ini belum bisa mencintai kamu, tapi entah dengan perhatian kamu selanjutnya, mungkin saja bisa membuat hatiku luluh," ujar Mas Nando sembari menatapku lembut dan memberikan senyuman manisnya.Berarti aku masih ada kesempatan untuk memenangkan hatinya karena Mas Nando sendiri yang telah memberikan aku kesempatan itu."Aku akan pergunakan kesempatan itu dengan baik, Mas," jawabku sembari tersenyum manis."Iya Nandini.""Mana tadi kat
Menikah dengan laki-laki yang tidak aku kenal sebelumnya adalah kewajiban yang harus aku lakukan, karena diriku yang telah berjanji kepada Ayah akan menerima perjodohan ini.Aku yang terbilang wanita polos pun harus menerima takdir bahwa diriku akan menjadi istri seorang manager disalah satu perusahaan yang menekuni bidang properti, aku terima segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki calon suamiku."Saya terima nikahnya Nandini Lailatul Izzah Binti M. Syarifudin Hamzawi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai senilai lima juta rupiah dibayar tunai.""Saksi bagaimana, sah?" ucap seorang penghulu."SAH ....""Alhamdulillah, kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri, Nando sebagai seorang suami, kamu harus menunaikan semua tanggung jawab kamu kepada Nandini, berilah istrimu semua haknya," ujar Ayah angkatku."Untuk Nandini kamu juga sama, Nak. Sudah menjadi kewajiban kamu untuk menunaikan semua tugas-tugas
"Assalamualaikum," ucap Mas Nando yang mulai memasuki kamarku dengan wajah gelisah."Wa'alaikumussalam." Aku menjawab salam darinya dengan senyum penuh arti.Bukan berniat untuk berbicara denganku, dia berlalu memasuki kamar mandi, lalu kudapati dia keluar dari kamar mandi dengan wajah sendu, seperti tak ada lagi semangat dalam hidupnya.Aku pun menatap suamiku itu dengan lekat, dalam hati, aku ingin sekali mendekatinya. Namun, rasa malu dan gugup membuatku tak sanggup jika harus mendekatinya terlebih dahulu.Mas Nando yang mulai sadar dengan tatapanku, ia mencoba untuk menghindar, kusadari itu. Aku hanya tertunduk malu sambil berpikir, apakah Mas Nando tidak merasa bahagia dengan pernikahan ini? Hatiku terus bertanya-tanya.Hingga lamunanku dikagetkan oleh Mas Nando yang memberiku kertas entah apa yang tertulis di kertas itu, aku mencoba menerima dan mulai membacanya.Sebuah tulisan tangan Mas Nando. Ya Mas Nando sendiri yang me
Aku menanggapi semua itu dengan tenang dan tetap lembut dalam bertutur kata, menghormati dia sebagai suamiku. Ya, meski aku tidak dianggap dan dihargai. Setelah dirinya merasa tenang, kemudian Mas Nando pun mencoba untuk berbicara lagi."Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?""Tidak Mas, Nandini nurut," sahutku"Ya sudah, ini sudah malam, kamu istirahat saja," ucapnya sambil melangkahkan kaki ke luar."Mas Nando mau ke mana?" tanyaku."Keluar sebentar, ke depan rumah," singkatnya."Oh ya, Mas. Nanti Mas Nando tidur di mana? Di kamar Nandini juga tidak ada sofa," sahutku memberanikan diri untuk bertanya seperti itu."Ya, tidur di sini, bolehkan?" Dia mengucapkannya sambil tersenyum. Aku ingin kamu selalu memberikan senyuman itu Mas Nando"Hmm, maksudnya Mas?" jawabku yang merasa bingung, karena dia tadi menegaskan kalau tidak akan tidur dalam satu kamar denganku, kenapa sekarang dia berkata sebaliknya."Untuk sementara w
"Kamu rilex saja, saya 'kan tidak menyakiti kamu," ucapnya dengan lembut sambil membelai hijabku.Sedari tadi aku masih memakai hijab, memang aku masih enggan untuk melepasnya karena malu."Iya, Mas, apa boleh kita seperti ini?" Spontan Aku mengatakan hal itu, seakan diriku ini menolak permintaannya."Duh apa-apaan sih kamu ini, Nandini, sudah seharusnya kamu bisa melayani suami kamu dengan baik, kok bisanya masih berpikir macam-macam," gumamku dalam hati."Loh, 'kan kamu sendiri tadi yang bilang itu hukumnya wajib dan agama pun tidak melarangnya," ucapnya dengan nada agak kesal."Maaf Mas bukannya gitu, tapi--" ucapku dengan lembut tapi khawatir Mas Nando akan kembali marah."Tapi, kamu malu untuk mengakuinya? Kamu ini sangat polos sekali, saya suka kepolosan kamu," ucapnya dengan lembut dan semakin mendekatkan dirinya hingga tiada jarak lagi di antara kita.Aku terdiam, Mas Aldo langsung saja mencium bibirku dan kali ini lebih lama. Ciuman itu be
Ibu Kurnia hamil anak pertamanya, saat aku berusia 9 Tahun, aku yang tengah tinggal selama 2 tahun dengan keluarga baruku itu.Aku bahagia sekali memiliki seorang adik, akhirnya keluarga kami pun terlihat sangat lengkap. anak pertama mereka adalah Putri Intan Pramesti. Adik yang selalu membuatku bangga karena prestasi yang sering ia raih. Kini Putri telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, bahkan menurutku dia lebih cantik dariku.Usia Putri saat ini menginjak usia 18 tahun, yang saat ini tengah melanjutkan pendidikannya Di SMAN 29 Jakarta. Dia tumbuh menjadi remaja yang sangat pandai dan mulai suka dandan, ya memang karena dia itu cantik. Namun, kecantikan itu tak membuatnya menjadi gadis yang sombong.Saat Putri berusia 3 tahun, Ibu Kurnia Hamil lagi anak ke duanya, yang diberi nama Faizal Nauval Rahardi, Faizal yang memang hanya terpaut 3 tahun dengan Putri, kini seperti mereka ini sepantaran.Faizal menginjak pendidikan SMP, dia memilih SMP