Menikah dengan laki-laki yang tidak aku kenal sebelumnya adalah kewajiban yang harus aku lakukan, karena diriku yang telah berjanji kepada Ayah akan menerima perjodohan ini.
Aku yang terbilang wanita polos pun harus menerima takdir bahwa diriku akan menjadi istri seorang manager disalah satu perusahaan yang menekuni bidang properti, aku terima segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki calon suamiku.
"Saya terima nikahnya Nandini Lailatul Izzah Binti M. Syarifudin Hamzawi dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai senilai lima juta rupiah dibayar tunai."
"Saksi bagaimana, sah?" ucap seorang penghulu.
"SAH ...."
"Alhamdulillah, kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri, Nando sebagai seorang suami, kamu harus menunaikan semua tanggung jawab kamu kepada Nandini, berilah istrimu semua haknya," ujar Ayah angkatku.
"Untuk Nandini kamu juga sama, Nak. Sudah menjadi kewajiban kamu untuk menunaikan semua tugas-tugas kamu sebagai istri yang salihah, layani suami kamu dengan baik dan jadilah istri yang penurut, jangan menentang mau pun membantah segala perintah dan kehendak suamimu selama itu baik dan sesuai dengan syariat," ucap Ayah yang bersyukur putri sulungnya kini telah menikah dengan laki-laki pilihannya.
"Ayah, titip Nandini ya, Nak Nando, jaga putri Ayah dengan sebaik-baiknya, bahagiain putri Ayah ya, seperti kami yang selalu berusaha membahagiakan Nandini sebagai mana mestinya. Jangan sakiti anak Ayah, lindungi dia dan bimbing anak Ayah untuk bisa menjadi lebih baik." Pesan Ayah pada Mas Nando, seraya berharap agar Mas Nando bisa menjagaku dengan baik.
"Baik Ayah, saya berjanji akan menjaga Nandini yang kini telah resmi menjadi istri saya dengan baik dan saya akan berusaha untuk bisa selalu mencukupi segala kebutuhan dan bisa menjadi suami yang baik untuknya, Ayah tidak perlu khawatir, saya pasti bisa membahagiakan Nandini," ucap Mas Nando meyakinkan ayah bahwa dirinya adalah suami yang baik untukku.
Awalnya aku berpikir kehidupan rumah tanggaku dengan Mas Nando akan baik-baik saja, meski kami awalnya tidak saling mencintai, ternyata aku salah menduga, Mas Nando sama sekali tidak berusaha membuka hatinya untukku.
Dia pandai menyembunyikan rasa kesalnya akan perjodohan ini dan seakan-akan dia terlihat mencintaiku dengan sepenuh hati, di depan orang tuaku dia selalu pandai dalam menutupi kebenciannya terhadapku, yang tanpa kusadari hal itu.
Di malam pernikahan kami, yang seharusnya malam ini adalah malam di mana kami akan saling mengenal satu sama lain, tapi malam ini menjadi malam yang menyakitkan buatku, dan itu pun juga aku rasakan di hari-hari berikutnya.
Mas Nando sangat cuek denganku yang sedari tadi menunggunya di kamar kami, ya kamar ini telah menjadi kamarku dan Mas Nando, begitulah menurutku. Namun, mungkin lain dipikiran Mas Nando tentunya.
Sebisa mungkin kutepis semua pikiran negatif yang saat ini membelenggu pikiran, aku tidak ingin malam ini mengecewakan Mas Nando karena semua pikiran negatif ini.
Kami belum saling mengenal, bisa jadi ini hanyalah pemikiranku yang salah, mungkin Mas Nando cuek terhadapku karena dia belum mengenalku, aku masih terasa asing baginya.
Pernikahan yang terjalin karena perjodohan pastinya menimbulkan rasa canggung, aku yakinkan diriku untuk tetap berpikir positif, mungkin saja Mas Nando merasa canggung, aku sendiri saja sangat malu jika menatap wajahnya.
Bagaimana dengan dirinya. Bisa jadi sikap cueknya itu karena dia merasa malu sekaligus belum siap untuk memulai obrolan denganku. Aku akan menunggunya, harus sabar Nandini.
Aku berusaha menenangkan diriku dari rasa gugup, jujur sebelum menerima perjodohan ini aku juga belum pernah dekat dengan pria manapun, aku termasuk gadis yang polos, lugu, setiap ada pria yang berusaha mendekatiku aku mencoba menghindarinya, karena itulah ayah angkatku menjodohkanku dengan anak dari sahabat baiknya. Semua ini demi kebaikanku, mungkin mereka takut anak angkatnya ini akan menjadi perawan tua.
Aku berusaha menerima semua keputusan ayah angkatku, aku yakin ayah tidak akan salah pilih. Selama ini aku hanya berusaha menjadi anak yang penurut, karena kedua orang tua angkatku sudah sangat baik mau menerimaku dengan ikhlas menjadi anak mereka, aku banyak berhutang budi terhadap orang tua angkatku.
Sebisa mungkin aku akan berusaha untuk tidak membuat mereka kecewa. Telah banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan untukku. Karena menerimaku itu juga bukan hal yang mudah.Rumah tangga yang sakinah pasti didambakan semua orang, begitupun juga diriku, pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, melainkan juga dua keluarga, sebisa mungkin aku harus berusaha menjaga nama baik dua keluarga, menjadikannya selalu rukun dan tentram, hal itu kini telah menjadi tanggung jawabku, sebagai seorang menantu aku juga harus bisa menempatkan diriku sebaik mungkin.
Keluarga Mas Nando bukan keluarga biasa, ayah Mas Nando adalah seorang pengusaha ternama di Jakarta, ayahku telah mengenalnya lama, ayah Mas Nando adalah teman kuliah ayahku dulu, yang kini telah sukses menjadi pengusaha, tidak bisa dijelaskan lagi seberapa banyak kekayaan yang mereka miliki. Namun, aku sama sekali tidak tergiur dengan harta duniawi yang dimiliki dengan kekayaan yang dimiliki keluarga suamiku, aku menerima Mas Nando murni karena baktiku terhadap kedua orang tua angkatku, bukan semata-mata karena sebuah materi.
Kalaupun aku mendapatkan kebahagiaan materi, aku anggap semua itu sebagai ujian, karena setiap harta yang kita miliki akan ada hisabnya di akhirat nanti. Itu semua adalah ujian, bagaimana kita memanfaatkan semua harta duniawi itu sebaik mungkin tanpa membuat kita sombong.
Sejak kecil aku diajarkan hidup sederhana, hanyalah kesederhanaan yang aku miliki, entah apa yang membuat keluarga Mas Nando memilihku untuk menjadi menantu mereka, bukankah orang terhormat seperti keluarga Mas Nando bebas untuk memilih siapa saja yang akan menjadi menantu mereka, tentu yang derajatnya sama.
Namun, aku tidak melihat perbedaan itu di mata mereka, mereka memandang orang bukan dari derajatnya, bahkan tak kusangka aku yang dari kalangan sederhana ini bisa menjadi bagian dari keluarga mereka. Sungguh ini adalah anugerah sekaligus nikmat yang besar yang Allah berikan untukku, aku tiada hentinya bersyukur atas nikmat ini.
Tak pernah terpikirkan olehku, aku akan menikah dengan anak orang kaya, sungguh tak pernah aku duga hal ini bisa terjadi, yang aku pinta pada Tuhan, aku bisa mendapatkan jodoh yang bisa merubahku menjadi lebih baik dan juga bisa membuatku lebih dekat dengan Allah, pria yang saleh yang selalu menjaga ibadahnya dan bisa menghargaiku sebagai istri.
Pertama kali aku melihat Mas Nando aku memiliki keyakinan dia akan menjadi suami yang baik, semoga pemikiran itu tidak salah.
Aku mencoba menerima takdir ini dengan lapang dada dan keikhlasan, mungkin ini memang yang terbaik untukku. Sabar dan ikhlas akan menjadi penolong di kala kegundahan menyerang.
"Assalamualaikum," ucap Mas Nando yang mulai memasuki kamarku dengan wajah gelisah."Wa'alaikumussalam." Aku menjawab salam darinya dengan senyum penuh arti.Bukan berniat untuk berbicara denganku, dia berlalu memasuki kamar mandi, lalu kudapati dia keluar dari kamar mandi dengan wajah sendu, seperti tak ada lagi semangat dalam hidupnya.Aku pun menatap suamiku itu dengan lekat, dalam hati, aku ingin sekali mendekatinya. Namun, rasa malu dan gugup membuatku tak sanggup jika harus mendekatinya terlebih dahulu.Mas Nando yang mulai sadar dengan tatapanku, ia mencoba untuk menghindar, kusadari itu. Aku hanya tertunduk malu sambil berpikir, apakah Mas Nando tidak merasa bahagia dengan pernikahan ini? Hatiku terus bertanya-tanya.Hingga lamunanku dikagetkan oleh Mas Nando yang memberiku kertas entah apa yang tertulis di kertas itu, aku mencoba menerima dan mulai membacanya.Sebuah tulisan tangan Mas Nando. Ya Mas Nando sendiri yang me
Aku menanggapi semua itu dengan tenang dan tetap lembut dalam bertutur kata, menghormati dia sebagai suamiku. Ya, meski aku tidak dianggap dan dihargai. Setelah dirinya merasa tenang, kemudian Mas Nando pun mencoba untuk berbicara lagi."Apa ada yang ingin kamu tanyakan lagi?""Tidak Mas, Nandini nurut," sahutku"Ya sudah, ini sudah malam, kamu istirahat saja," ucapnya sambil melangkahkan kaki ke luar."Mas Nando mau ke mana?" tanyaku."Keluar sebentar, ke depan rumah," singkatnya."Oh ya, Mas. Nanti Mas Nando tidur di mana? Di kamar Nandini juga tidak ada sofa," sahutku memberanikan diri untuk bertanya seperti itu."Ya, tidur di sini, bolehkan?" Dia mengucapkannya sambil tersenyum. Aku ingin kamu selalu memberikan senyuman itu Mas Nando"Hmm, maksudnya Mas?" jawabku yang merasa bingung, karena dia tadi menegaskan kalau tidak akan tidur dalam satu kamar denganku, kenapa sekarang dia berkata sebaliknya."Untuk sementara w
"Kamu rilex saja, saya 'kan tidak menyakiti kamu," ucapnya dengan lembut sambil membelai hijabku.Sedari tadi aku masih memakai hijab, memang aku masih enggan untuk melepasnya karena malu."Iya, Mas, apa boleh kita seperti ini?" Spontan Aku mengatakan hal itu, seakan diriku ini menolak permintaannya."Duh apa-apaan sih kamu ini, Nandini, sudah seharusnya kamu bisa melayani suami kamu dengan baik, kok bisanya masih berpikir macam-macam," gumamku dalam hati."Loh, 'kan kamu sendiri tadi yang bilang itu hukumnya wajib dan agama pun tidak melarangnya," ucapnya dengan nada agak kesal."Maaf Mas bukannya gitu, tapi--" ucapku dengan lembut tapi khawatir Mas Nando akan kembali marah."Tapi, kamu malu untuk mengakuinya? Kamu ini sangat polos sekali, saya suka kepolosan kamu," ucapnya dengan lembut dan semakin mendekatkan dirinya hingga tiada jarak lagi di antara kita.Aku terdiam, Mas Aldo langsung saja mencium bibirku dan kali ini lebih lama. Ciuman itu be
Ibu Kurnia hamil anak pertamanya, saat aku berusia 9 Tahun, aku yang tengah tinggal selama 2 tahun dengan keluarga baruku itu.Aku bahagia sekali memiliki seorang adik, akhirnya keluarga kami pun terlihat sangat lengkap. anak pertama mereka adalah Putri Intan Pramesti. Adik yang selalu membuatku bangga karena prestasi yang sering ia raih. Kini Putri telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, bahkan menurutku dia lebih cantik dariku.Usia Putri saat ini menginjak usia 18 tahun, yang saat ini tengah melanjutkan pendidikannya Di SMAN 29 Jakarta. Dia tumbuh menjadi remaja yang sangat pandai dan mulai suka dandan, ya memang karena dia itu cantik. Namun, kecantikan itu tak membuatnya menjadi gadis yang sombong.Saat Putri berusia 3 tahun, Ibu Kurnia Hamil lagi anak ke duanya, yang diberi nama Faizal Nauval Rahardi, Faizal yang memang hanya terpaut 3 tahun dengan Putri, kini seperti mereka ini sepantaran.Faizal menginjak pendidikan SMP, dia memilih SMP
Setelah sarapan pagi, kami pun bergegas untuk segera berangkat ke rumah Mas Nando yang ada di Jakarta, takut di jalan terjebak macet, jadi kami memutuskan untuk berangkat pagi.Aku pun pamit dan menyalami ayah dan ibu angkatku serta Paman Sam,"Ayah, Ibu, Nandini pamit tinggal di rumah Mas Nando ya," ucapku sembari menyalami mereka.Mas Nando pun melakukan hal yang sama denganku"Iya, Nandini. Hati-hati, Nak. Ibu akan selalu berdoa semoga keberkahan selalu tercurahkan di kehidupan rumah tangga kalian," ucap Ibu sembari memelukku erat."Iya, Ibu. Terima kasih banyak, Ibu telah menyayangiku, nandini pasti akan merindukan Ibu.""Iya, Nak. Ibu juga pasti akan selalu merindukan kamu, seringlah datang ke sini untuk sekadar mengunjungi kami ya, Nak, ajaklah suamimu untuk ikut serta," ucap Ibu sembari membelai hijab yang kukenakan."Iya, Bu itu pasti, saya pasti mengizinkan Nandini untuk sering ke mari, bahkan saya yang akan mengantarnya saat
Di dalam kamar air mata ini pun terasa tumpah, hatiku benar-benar hancur, mungkin tidak akan seperti ini rasanya, jika aku tidak mencintai Mas Nando, tapi aku mencintai suamiku, entah kapan cinta ini mulai tumbuh dan bersemi di hatiku aku pun tidak tau hal itu. mungkin saja saat ijab qobul terucap, ataukah karena semalam di perlakukan dengan baik oleh Mas Nando. atau bisa jadi karena senyumannya. entahlah apa yg membuatku bisa mencintai suamiku.Yang pasti saat ini aku benar - benar kecewa dengan perilaku Mas Nando. Dia tidak menghargaiku sama sekali. bahkan pertama kali aku masuk rumah ini pun harga diriku merasa diinjak-injak dengan ulahnya yang membawa perempuan itu kerumahnya, padahal di sini ada aku. Dia anggap apa aku ini.Mas Nando sama sekali tidak bisa menjaga perasaanku, untuk apa aku tinggal di sini, untuk melihat mereka yang pamer kemesraan. Aku harus pergi dari sini, tapi aku akan pergi ke mana? kembali ke rumah Ayah, itu tidak mungkin. Masalah ini akan me
"Aku kangen sama kamu Nis.""Iya sama Kei, aku juga udah ngerasa kangen aja nih sama kamu, bisa nggak kalau kita besok ketemu?" ujar Annisa mengajakku ketemuan. Ya, mungkin dengan bertemu Annisa bisa membuatku kembali bersemangat."Ketemu di mana Nis?" tanyaku."Ya, di tempat biasa aja, kamu bisa 'kan. Mas Nando tidak mengekang kamu 'kan Nandini?" ucap Annisa yang khawatir Mas Aldo melarangku pergi bertemu Annisa."Tidak kok, Nis. Mas Nando tidak akan melarangku untuk bertemu dengan siapa pun, apalagi 'kan dia tau kalau kamu sahabat terbaikku, ya pasti dizinkan," ujarku mencoba menjelaskan, agar Annisa tidak curiga dengan Mas Nando."Bagus deh kalau gitu, berarti kita bisa ketemu kapan aja dong ya," ucap Annisa yang kelihatan sangat gembira, aku dan Annisa akan segera bertemu lagi."Iya Nis, itu pasti," ucapku dengan lembut."Oke deh, Nandini, besok aku tu
Sampai pada suatu pagi, dimana langit cerah, matahari pun menampakkan senyumnya.Aku yang duduk di tepi ranjang masih terasa enggan untuk keluar kamar. malas sekali rasanya kalau aku harus bertemu dengan Mas Nando pagi ini, membuat moodku yang tadinya sudah terkondisikan, bisa membuat mood kembali hancur.Terdengar suara Bi Inah yang mengetuk pintu dan memanggilku untuk sarapan pagi, aku pun masih enggan membuka pintu itu, pasti di bawah sana ada Mas Nando yang tengah menungguku, kekesalanku saja belum hilang. aku harus tenangin dulu hatiku. baru siap menemuinya.Terpaksa aku hiraukan panggilan dari Bi Inah. Namun, aku tetap berbicara dengannya."Iya, Bi, Nandini lagi nggak pengen keluar, nanti saja, bilang aja ke Mas Nando kalau Nandini masih males makan," ujarku masih di dalam kamar tanpa membukakan pintu."Jangan begitu, Mbak Nandini harus makan walaupun sedikit, 'kan Mbak Nandini sejak kemarin siang belum makan, nanti bisa sakit perutnya,