"Ma, makanya kalau makan itu jangan sembarangan lagi. Namanya udah umur, pasti lambungnya tidak kuat kalau terlalu pedas. Mama harus jaga kesehatan ya, Ma. Puspa kan lagi hamil, gak bisa sering bolak-balik ke rumah. Bang Ramon juga lagi sibuk-sibuknya," nasihatku pada mama yang hari ini sudah kembali ke rumah. Untunglah hanya empat hari saja sejak dirawat dan aku masih sempat mengurus beliau.
"Iya, Mama gak akan makan sembarangan lagi. Jadi kamu pulang hari ini?" tanya mamaku seakan tidak rela aku buru-buru pulang.
"Iya, Ma, nanti naik taksi online saja."
"Sudah kamu beritahu, Ramon?"
"Belum, biar kejutan saja. Terakhir saya bilang masih tiga hari lagi baru pulang, pasti Bang Ramon kaget saya pulang tiba-tiba. Lagian, bayinya ingin manja sama papanya, Mas." Mamaku tersenyum mafhum. Ia mengangguk, kemudian memelukku dengan erat.
Setelah membantu Bude Yati memasak sarapan, aku pun bersiap-siap kembali ke rumah. Tas pakaian sudah dib
"Maaf, kamar ini adalah tempat pribadi saya!" Dengan cepat Ayu menahan tubuhku persis di depan kamarnya. Wajah ayunya mendadak serius dengan sorot mata seakan tidak mau mengalah. Baru kali ini kulihat ekspresi Ayu yang lain dari biasanya, kenapa ia bisa berani seperti ini menantang mataku?"Tidak perlu berlebihan pada saya dan Mas Ramon, Mbak gak perlu khawatir karena sampai kapan pun Mas Ramon itu suami Mbak Puspa. Udah, Mbak, saya mau istirahat, capek sekali hari ini. Saya minta Mbak pulang saja ya, balik lagi nanti kalau saya udah hilang lelahnya." Dengan langkah berat aku meninggalkan rumah Ayu. Gadis itu menutup pintu, lalu menguncinya.Pasti gadis itu menyembunyikan sesuatu di kamarnya, sehingga aku tidak boleh masuk dan pasti semua itu ada hubungannya dengan Bang Ramon. Apa ponsel yang rusak juga bagian dari akal-akalan suamiku saja?Memikirkan semua ini membuat kepalaku semakin panas. Saat pulang ke
"Ayu, buka!" Teriakku sambil menggedor rumah Ayu dengan tidak sabar.Tok! Tok?!"Ayu, buka! Aku tahu suamiku ada di dalam sini, buka!" Suaraku yang menggelegar mengundang para tetangga keluar dari rumah mereka dan menontonku dengan terheran-heran. Namun aku tidak peduli, kesabaranku sudah habis, sikap mengalahku dipermainkan oleh Ayu dan juga Bang Ramon dan itu sangat melukai hatiku.Cklek!"Ya, Mbak, ada apa?" Ayu menatapku dengan tatapan terheran. Di tangannya memegang piring yang nasinya belum lagi habis. Ayu tengah makan dengan wajah terlihat menahan pedas."Mana Bang Ramon? Mana suamiku?""Gak tahu, memangnya ke mana?""Kamu jangan belaga bodoh Ayu, aku tahu suamiku bersembunyi di rumah kamu. Kalian pasti diam-diam berselingkuh di belakangku, kalian memang keterlaluan!""Puspa, ada apa ini?" Bang Ram
"Kenapa Abang diam? Kamu juga Ayu, puas kamu telah merebut hati suamiku? Apa ini sebenarnya yang kamu inginkan?! Merusak rumah tangga orang lain? Huh, kalian pintar sekali bersandiwara di depanku, padahal kalian berdua sudah saling jatuh cinta, iya'kan? Kamu egois, Bang! Kamu juga Ayu! Sampai kapanpun aku tidak akan mau dipoligami! Pilih aku atau Ayu, sekarang!" Suaraku yang melengking tinggi hingga membuat kami bertiga menjadi pusat perhatian."Maaf, ada apa ini, Bu, Pak?" tegur seorang lelaki yang mungkin adalah manager restoran."Jangan ikut campur! Lelaki ini dan wanita muda ini, kalian.... "Kepalaku terasa berputar, perutku juga terasa sakit, hingga tubuh ini harus bertumpu pada meja kosong yang ada di belakangku."Puspa, sudah, k-kamu gak papa?"Puk!Saat pandangan itu gelap, aku merasa tubuh ini melayang turun, tetapi ditahan oleh seseora
Pov Ramon"Jadi, apakah pesan dari mama Ayu yang membuat Abang banyak diam beberapa hari ini? Kenapa Abang tidak jawab? Mereka pasti khawatir. Paling tidak Abang sekalian menegaskan bahwa Abang dan Ayu sudah tidak memiliki hubungan apapun. Mama dari Ayu pasti mengerti. Begini saja, kalau Abang tidak berani mengatakan yang sebenarnya, biar Puspa yang menelepon mama Ayu.""Jangan!" Kutahan tangan Puspa yang hendak merebut ponsel dari tanganku."Please, Sayang, masalah ini biar Abang yang selesaikan. Mau kamu sudah kesampaian'kan? Sekarang biar Abang yang mengurus masalah Ayu. Abang akan cari Ayu dan memulangkannya ke rumah orang tuanya. Abang menikahinya baik-baik, Abang juga akan memulangkannya dengan cara baik. Tolong pahami ini dan jangan cemburu. Jangan bikin Abang tambah semakin bersalah ya, kamu paham'kan, Puspa?" istriku tidak menjawab. Ia hanya membuang pandangan dengan raut wajah kesal.
"Ayu, ayo!""Lepas! Gak mau! Pergi! Jangan ganggu saya! Bang Aldi, tolong.... " Terpaksa kubekap mulut Ayu saat gadis itu mencoba berteriak meminta pertolongan."Aku gak akan kasar kalau kamu nurut! Aku akan buat keributan di sini kalau kamu berani pergi!" Ancamku pada Ayu. Gadis itu terdiam. Ia membuang muka dengan marah ke arah Jerry."Kalian selesaikan dulu masalah kalian ya, gue mau ke depan sebentar." Jerry bangun dari duduknya, lalu pergi meninggalkan aku dan Ayu. Gadis itu masih membuang muka dengan tangan yang melipat di dada. Pahanya yang putih diumbar. Aku tidak suka dan sangat sedih melihat Ayu seperti ini.Kubuka baju kaus sweater yang aku pinjam dari Jerry, lalu segera aku tutupi kedua paha Ayu.Hap!Hampir saja kain itu dilemparkan oleh Ayu, untunglah aku dapat menahannya, lalu menutupkannya kembali ke paha Ayu.
Pov PuspaAlarm ponselku berbunyi tepat pukul satu dini hari. Hal itu sengaja aku lakukan agar aku terbangun dan mengecek keberadaan Bang Ramon. Pukul delapan tadi aku sangat mengantuk, maka dari itu aku putuskan untuk tidur dan memasang alarm jam satu.Aku berbalik badan, berharap suamiku sudah pulang dan tengah tertidur di sampingku, ternyata aku salah, Bang Ramon belum pulang. Lekas kuraih kembali ponsel dan mencoba menelepon suamiku. Namun ponsel itu tidak juga diangkat, padahal nadanya tersambung.Tidak hanya satu dua kali, tetapi ratusan kali aku menelepon suamiku. Besok bukannya ia masuk, kenapa pulangnya terlalu malam? Pikirku kesal.Sebuah pesan kukirimkan pada Nadia, teman kerja suamiku untuk menanyakan nomor ponsel Jerry, karena aku memang tidak tahu nomor ponsel lelaki itu. Ingin sekali aku langsung menelepon, tetapi sungkan karena ini sudah sangat larut.
"Saya tidak hamil dan saya tidak perlu di-test pack. Mantri di sini pasti salah. Saya mau pulang saja." Ayu menghempaskan tangan Bang Ramon yang memegang alat uji kehamilan itu."Ayu, tolonglah, test dulu!" Bang Ramon masih memohon dengan wajahnya yang pias."Kalau tidak mau jangan dipaksa, Bang, Ayu lebih tahu kondisi badannya sendiri. Jangan terlalu lebay. Abang menikah denganku saja setahun lebih aku baru bisa punya anak, masa Ayu yang baru beberapa kali sudah bisa hamil, mustahil!" Potongku cepat dengan tidak terima.Ayu yang memiliki riwayat sakit Leukimia tentu saja ia paling tahun keadaannya. Bisa saja pingsannya Ayu memang bukan karena hamil, tetapi karena penyakitnya."Jangan keluar dari rumah ini selangkah pun!" Suara Bang Ramon menggelegar di dalam rumah. Ayu yang sudah di depan pintu mengurungkan niatnya, lalu berkacak pinggang sambil menatap Bang Ramon dengan tidak suk
Dua hari menginap di rumah mama, tidak pernah Bang Ramon absen meneleponku ataupun mengirimkan pesan. Ia selalu menanyakan kabarku, mama, dan juga janin di dalam perutku. Minggu depan adalah jadwal kontrol ke dokter kandungan, sehingga aku memang harus pulang.Dengan naik mobil travel, aku pun pulang ke rumah. Bang Ramon nampaknya sudah baik-baik saja dan tidak pernah lagi membicarakan Ayu. Mungkin ia juga sudah sadar bahwa yang benar itu adalah aku sebagai istri sahnya."Baru pulang, Neng?" sapa Bu Nur sambil tersenyum."Iya, Bu." Aku pun membalas senyumnya dengan ramah."Udah berbaikan?" tanya Bu Nur lagi dengan santai. Aku hanya menyeringai, lalu memutar anak kunci sebanyak dua kali. Masuk ke dalam rumah lebih cepat adalah pilihan yang benar saat ini, karena jika semakin lama aku bersama Bu Nur, maka semakin banyak yang ditanyai olehnya.Pertengkaran ku dengan Bang Ramon dan juga Ayu waktu itu memang sudah jadi kons