Share

Aromamu Berbeda

“Hei …,” sapa Dypta setelah tertegun sekian detik.

Audry tersenyum canggung. “Hei, boleh aku masuk?”

Dypta menganggukkan kepala. “Silakan,” jawabnya. “Tunggu sebentar ya.” Lalu laki-laki itu meninggalkan Audry sendiri dan masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan berpakaian lengkap.

“Tante kebetulan lewat sini atau memang sengaja ke sini?” tanyanya setelah duduk.

“Jangan pangggil Tante, panggil Audry aja kayak kemarin, kecuali di depan ommu.”

”Oke, Audry.” Laki-laki itu tersenyum.

“Aku ke sini cuma mau make sure apa handphoneku ketinggalan di sini? Soalnya kucari di rumah nggak ketemu.”

“Itu dia yang mau kukasih tahu. Sebentar ya!”

Dypta meninggalkan Audry sendiri dan tak lama kemudian pria kharismatik itu kembali membawa handphone milik sang tante.

Audry tersenyum lega ketika Dypta memberikannya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Jeff yang tertera di layar.

“Makasih ya, Dyp, kalau bukan karena Jeff yang telfon dan kasih tahu aku nggak menjawab panggilannya, aku nggak akan tahu hp ini berada di mana.”

”Oh, Om Jeff nelfon ke nomor ini? Aku nggak dengar nada deringnya.”

“Emang nggak ada nadanya sih, soalnya aku silent-kan.” Audry mengarahkan ponsel dari tempat duduknya ke arah Dypta.

Dypta tersenyum. Namun dalam hitungan detik senyumnya memudar begitu mengingat bagaimana temperamennya seorang Jeff. ”Om Jeff marah karena kamu nggak nerima telfonnya?” tanyanya hati-hati.

”Nggak.” Audry menggelengkan kepala.

“Kamu bohong kan?”

”Aku nggak bohong. Jeff nggak marah sama sekali. Lagian ini hanya masalah sepele. Hanya karena aku nggak nerima telfon bukan berarti Jeff langsung marah.”

“Dan soal kopi yang tumpah juga masalah sepele, tapi Om Jeff bersikap seolah tanteku melakukan kesalahan yang sangat fatal.”

Perkataan Dypta membuat Audry tidak lagi bisa mengelak. Karena nyatanya laki-laki itu pernah menyaksikan secara langsung bagaimana bengisnya seorang Jeff.

“Udahlah, nggak usah dibahas, nggak penting juga.” Audry menyudahi obrolan mereka dan bersiap-siap untuk pergi. “Makasih banyak, Dyp. Aku pulang ya.”

Dypta ingin menahan, namun belum menemukan alasan yang tepat sehingga ia hanya bisa membiarkan istri omnya itu pergi. Tepat sebelum Audry memasang sepatunya, sebuah pikiran melintas di kepala Dypta untuk memanggil perempuan itu.

“Audry!”

Audry menoleh, menunggu apa yang akan dikatakan Dypta.

”Nggak keberatan kalau kita tukaran nomor handphone?”

“Kenapa harus keberatan?”

Dypta tersenyum. Ia mengetik dan menyimpan di daftar kontak beberapa digit angka yang disebutkan Audry padanya. Begitu pun dengan Audry. Perempuan itu menyalin nomor seluler lelaki muda penuh pesona yang pelan-pelan mulai membuatnya merasa nyaman.

Audry kemudian pergi meninggalkan unit apartemen Dypta yang terletak di lantai delapan. Baru saja Audry akan masuk ke mobilnya ia terkejut ketika mendapati ban depan yang bocor, tepat pada bagian kanan.

“Hufft … gimana nih?” Perempuan itu terlihat kebingungan dan celingukan kanan kiri. Siapa tahu ada seseorang yang bisa menolongnya. Namun tidak ada siapa-siapa di sana. Alih-alih ada orang yang dikenalnya.

Dypta. Iya. Hanya Dypta yang bisa menolongnya. Audry pun segera menghubungi laki-laki itu.

“Halo …”

“Dyp, ini aku Audry. Aku bisa minta bantuan kamu nggak ya?”

“Tentu saja, ada apa, Ry?”

“Ban mobilku bocor. Aku masih di bawah, di parkiran apartemen kamu.”

“Oke, kamu tenang ya, jangan panik. Aku akan ke sana.”

Audry mengembalikan gawainya ke dalam tas. Masih untung ban mobilnya bocor di sini, bukan saat ia sedang berada di jalan raya.

Dypta datang tidak lama kemudian. Laki-laki itu berjalan tegap. Audry terpana. Tidak hanya gagah, namun tato berbentuk gelang yang melingkari tangan laki-laki itu membuatnya terkesan manly, menggoda dan …

“Yang mana bannya yang bocor?”

Audry mengerjap. Tahu-tahu Dypta sudah berada di hadapannya.

Perempuan itu lalu menunjuk ban mobil bagian depan.

“Kamu punya ban cadangan?”

Audry menggeleng.

“Gini deh, aku akan minta bantuan teman buat bawa mobil ini ke bengkel. Kamu nggak keberatan kan?”

“Lama nggak ya?”

“Tergantung sih. Kamu lagi buru-buru?” Dypta menyelidik wajah Audry ingin tahu.

“Aku ada acara sama teman-teman, terus mau jemput Tania ke sekolah.”

“Kebetulan aku lagi nggak sibuk, kalau kamu mau aku bisa antar,” kata Dypta menawarkan diri.

Audry tidak seketika menjawab. Ia menggigit pipi bagian dalam. Hal yang kerap dilakukannya setiap kali merasa ragu.

“Apa aku perlu minta izin Om Jeff dulu?” tanya Dypta seakan tahu apa yang saat ini sedang mengisi kepala Audry.

Audry masih belum menjawab. Hari ini ia ada acara arisan di kafe dengan para istri teman-teman sekantor Jeff.

“Om Jeff nggak akan marah. Aku telfon dia ya?”

Audry menganggukkan kepala tanpa sadar, memberi izin laki-laki itu untuk menelepon suaminya.

Dypta juga menyalakan loud speaker agar Audry bisa mendengar percakapannya dengan Jeff.

Setelah panggilan tersambung terdengar suara berat Jeff menyapa.

“Halo.”

”Om, Dypta nih. Kebetulan aku lagi di luar terus nggak sengaja ketemu Tante Audry. Ban mobilnya bocor. Jadi maksudku mobilnya mau dibawa ke bengkel. Tante Audry bilang lagi ada acara. Kalau aku yang antar ke acara itu boleh kan, Om?”

”Kenapa nggak boleh? Kamu antar aja tantemu. Om malah berterima kasih sama kamu.”

Audry terheran-heran. Semudah itu Jeff mempercayakannya pada Dypta. Padahal selama ini Jeff selalu ketat mengawasinya. Ya, mungkin karena Dypta adalah keponakannya makanya dia percaya begitu saja.

“Dengar sendiri kan? Om Jeff nggak marah,” ucap Dypta sambil mengembalikan ponsel ke sakunya.

Audry mengangguk pelan. Ia tidak menolak ketika Dypta menggandengnya ke parkiran basement, tempat di mana mobil laki-laki itu berada.

Pria itu membukakan pintu mobil untuknya dan menunggunya hingga masuk. Barulah menutupkannya kembali.

“Kita ke mana sekarang?” tanya Dypta setelah mereka meninggalkan komplek Paradise Apartment.

“Café D’Blue, acaranya di sana.”

Dypta mengangguk. “Acara apa kalau aku boleh tahu?”

“Biasa. Arisan ibu-ibu.”

“Sosialita circle,” timpal Dypta sambil tersenyum.

Audry ikut melengkungkan bibirnya. Sesungguhnya ia tidak suka acara arisan atau kumpul-kumpul ala sosialita. Semua itu hanyalah tuntutan sebagai istri Jeff. Bahkan di lingkungan teman-temannya itu Audry merasa asing. Pertemanan yang terjalin di antara mereka hanyalah pertemanan palsu. Semuanya fake.

“Selain kumpul-kumpul, arisan, biasanya ngapain aja?” tanya Dypta lagi.

”Paling ngejemput Tania ke sekolah. Antar les, latihan balet. Pokoknya ya gitu. Sebenarnya aku bosan kegiatanku cuma itu-itu aja, tapi mau gimana lagi.” Entah mengapa semua meluncur dengan lancar dari mulut Audry. Selama ini ia hanya bisa memendamnya sendiri jauh di relung hati.

“Kenapa nggak cari kegiatan lain? Kamu bisa isi waktu luang dengan ngelakuin hal-hal yang bermanfaat. Buka usaha sendiri misalnya. Nggak pernah kepikiran?” Dypta melirik Audry.

Audry menggelengkan kepala. Ia tidak pernah berpikir hingga sejauh itu. Selama ini ia hanya menjalani garis hidup yang sudah ditentukan untuknya tanpa pernah berpikiran untuk menginginkan lebih. Menjadi istri Jeff membuat kebebasannya terkungkung. Termasuk untuk mengekspresikan diri.

“Ry, seat belt-nya tolong dipasang.”

“Oh iya.” Audry lupa belum mengenakannya. “Dyp, ini kok keras ya?”

Dypta menoleh ke sebelah, tepat pada Audry yang tampak kesulitan mengaitkan sabuk pengaman.

”Itu memang agak macet.”

Dypta menepikan mobil, lalu mencondongkan badannya ke arah Audry. Membantu perempuan itu mengaitkan sabuk.

Berada dengan Dypta dalam jarak sedekat ini membuat Audry merasa kembali dibawa pada kejadian malam itu, tepat saat mereka tidur bersama.

Tanpa sadar Audry memejamkan mata. Terlebih saat hidungnya tanpa sengaja menghirup bau tubuh laki-laki itu. Lebih tepatnya aroma chypre yang terdiri dari perpaduan oakmoss, musk, ambergris serta vanilla. Sama persis dengan aroma Dypta malam itu.

“Ry, udah selesai.”

Suara lembut Dypta serta terpaan napas laki-laki itu terasa hangat saat menyentuh pipi kanan Audry. Perempuan itu langsung membuka matanya. Detik itu juga ia menemukan tatapan dalam, intens dan lembut dari iris coklat milik Dypta.

Audry ingin memalingkan muka, namun mata laki-laki itu seakan ingin memakunya. Membuatnya terkunci dan tidak mampu berpaling ke arah manapun. Kecuali pada laki-laki itu. Pada Dypta.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status