Audry menajamkan pendengaran, mencoba untuk mendengar lebih jelas. Ia bahkan sampai mengangkat rambut dan mengikatnya tinggi-tinggi agar bisa menangkap suara itu dengan sejernih mungkin.Tidak ada lagi suara yang menyebut namanya, berganti dengan erangan lirih yang terdengar sayup-sayup.“Sayang, kenapa jongkok di situ? Kamu nggak jadi pipis?” Tanpa Audry duga Jeff tiba-tiba datang lalu menyalakan kran air.Audry sontak menangadah dan memandang Jeff penuh protes. “Pi, matikan dulu krannya!””Kenapa?”“Aku mendengar ada yang memanggil namaku. Dia juga merintih seperti kesakitan, Pi.”Jeff menderaikan tawa mendengar perkataan istrinya. “Jangan bercanda, Sayang, mana ada orang di sini.”Audry lalu berdiri dan mematikan kran air yang tadi menimbulkan suara gemericik dengan cepat karena Jeff tidak melakukan permintaannya. Ia kembali menajamkan pendengaran. Namun suara itu lenyap. Tidak terdengar apa-apa lagi. Tidak ada lagi rintihan atau pun suara yang memanggil namanya. Seakan lenyap dise
“Dokter Endah kebetulan sedang berhalangan, jadi saya yang menggantikannya. Mari, silakan duduk, Bu, Pak.” Perempuan bersnelli putih itu mempersilakan dengan ramah pada pasangan muda di hadapannya.Mereka adalah Audry dan Jeff. Sore itu keduanya sedang berada di ruangan dokter kandungan langganan Audry untuk pemeriksaan rutin kehamilannya.“Kenalkan, saya dokter Amanda.” Dokter obgyn itu mengulurkan tangan untuk berjabatan dengan keduanya.Jeff dan Audry menyambut jabatan tangan sang dokter sambil menyebutkan nama masing-masing.“Saya Audry.”“Saya Jeff, suaminya Audry.”Dokter Amanda mengangguk-angguk. “Nama ibu persis sama seperti adik saya,” ucapnya kemudian sambil membaca data Audry serta riwayat kesehatannya.”Nama saya memang pasaran sih, Dok.” Audry mencoba bergurau, lalu mereka pun tertawa.“Sejauh ini apa ada keluhan, Bu?” Dokter Amanda mengangkat wajah menanyakan pada Audry.”Nggak ada, Dok. Morning sickness-nya juga udah lama lewat.””Anak baik.” Dokter Amanda tertawa.’Sam
Denting suara jam berbunyi dua kali menandakan saat ini sudah pukul dua malam. Namun sepicing pun Audry tidak bisa memejamkan matanya. Setelah pergi tadi sore hingga saat ini suaminya masih belum kembali.Audry tidak tahu Jeff pergi ke mana karena selama ini ia tidak pernah mau atau ingin ikut campur urusan suaminya. Belakangan Jeff semakin sering menghilang dan pulang setelah larut malam.Perempuan itu lantas turun dari ranjang dan melangkah ke jendela lalu menyingkap gorden ketika suara mobil sayup-sayup terdengar di telinganya.Jeff baru pulang. Ke mana laki-laki itu hingga baru kembali selarut ini?Sepintas Audry lihat muka suaminya yang datar. Begitu kontras dengan supir pribadinya yang tampak tegang. Ah iya, Audry baru menyadari jika akhir-akhir ini wajah Dana selalu tegang dan tampak cemas. Entah apa yang dipikirkan laki-laki itu. Entahlah. Mungkin dia sedang ada masalah.Jeff tampak berbicara serius dengan Dana. Lalu Dana kembali masuk ke mobil dan pergi meninggalkan rumah.
Senyum tersungging di bibir Audry mendengar berita yang baru saja disampaikan Jeff padanya. Ia betul-betul tidak mampu bagaimana cara menyembunyikan kebahagiaan saat ini.“Pi, gimana kabar Dypta? Dia di mana sekarang? Bisa kan kita ketemu dia?” buru Audry dengan tidak sabar. Ia ingin memeluk laki-laki itu dan menunjukkan foto USG anak mereka.Jeff terdiam melihat reaksi yang ditunjukkan istrinya. Pria itu termenung cukup lama yang membuat Audry semakin penasaran.“Pi! Kenapa kamu diam? Jawab aku, Pi! Dypta baik-baik aja kan, Pi? Dia sehat kan?” Audry mengguncang-guncang tangan Jeff, membangunkan pria itu dari ketermanguan.”Aku juga tidak tahu persis seperti apa detailnya, tapi sebaiknya kita ke sana sekarang.””Ayo, Pi, kita ke sana!” Audry langsung berdiri dan menarik tangan Jeff agar membawanya pergi.Melihat betapa antusiasnya Audry, Jeff menggeram di dalam hati.”Ayo, Pi, tunggu apa lagi?” Audry yang sudah berjalan duluan menoleh ke belakang dan mendapati suaminya melangkah malas
Jeff kemudian keluar dari kamar meninggalkan Audry sendiri. Pria itu menuju ruang belakang menemui asisten rumah tangganya.”Sedang apa, Bi?” tanyanya pada Bi Dira saat melihat perempuan itu sedang menuangkan air ke dalam gelas.”Ini, Pak, saya sedang menyiapkan obat untuk Ibu Audry,” jawab perempuan itu.”Obat apa?”“Obat dari dokter kandungan, Pak.””Sini!” Jeff memberi isyarat dengan tangannya agar si bibi memberikan obat itu padanya.”Kenapa, Pak?” tanya Bi Dira tidak mengerti.”Obatnya salah. Ganti dengan yang ini.” Setelah menerima obat yang diberikan Bi Dira, Jeff merogoh saku. Pria itu mengeluarkan tabung bening dari sana. Ia membuka tabung, mengambil dua butir pil lalu memberikan pada Bi Dira.”Ini obat apa, Pak?””Itu vitamin dari dokter. Kebetulan Ibu Audry dokternya sudah ganti. Jadi obatnya juga menyesuaikan dengan yang baru. Kalau dulu namanya dokter Endah, yang sekarang dokter Amanda. Nggak etis kan kalau pakai jasa dokter Amanda tapi minum obatnya dari dokter Endah?”“
Jeff akhirnya pergi bersama Inggrid, meninggalkan Audry sendiri dalam kesepian yang panjang.Di saat-saat seperti ini Audry butuh seseorang untuk berbagi. Ia perlu pundak untuk menyandarkan bebannya. Seseorang yang benar-benar mengerti dan memahami perasaannya. Bukan seseorang yang hanya bisa mencecar dan menyalahkannya.”Kita mau ke mana, Jeff?” tanya Inggrid saat Jeff mengemudi bukan ke arah Diamond Hotel. “Ke apartemenmu,” jawab Jeff tanpa mengalihkan atensi untuk memandag sang lawan bicara. Pria itu fokus menyetir. Sorot matanya terlihat lurus searah dengan jalan di depannya.“Ngapain ke apartemenku?” Inggrid mengernyit. “Tadi aku nebeng minta diantar balik ke kantor, bukannya pulang.”Jeff bergeming. Tidak peduli pada Inggrid yang terus berceloteh di sebelahnya, memandang pun tidak.”Jeff, aku tuh lagi ngomong sama kamu, dijawab dong! Bukannya diam aja.” Inggrid mulai kesal lantaran Jeff tidak meladeninya.”Kamu mau aku jawab apa memangnya?” Pria itu akhirnya membuka mulut namun
Laki-laki itu tersenyum pada Audry. Ia mengulurkan tangannya dan meminta agar Audry mendekat.“Ke luar, Ry, aku nggak bisa masuk.””Sebentar, Dyp, aku akan ke luar, kamu jangan ke mana-mana, tunggu di situ,” sahut Audry cepat.Audry bergegas ke luar dari kamar. Ia harus melewati pintu samping dulu untuk bisa berada di taman sebelah kamarnya, tempat di mana ia melihat Dypta.”Dyp! Dypta!” Audry memanggil nama Dypta sambil celingukan ketika ia tiba di sana.Tidak ada sahutan. Tidak ada siapa-siapa di sana. Tidak ada Dypta. Yang ada hanyalah koleksi tanaman mawar miliknya dalam temaram cahaya.Audry berdiri kebingungan. Ia mengusap mukanya berkali-kali dan tetap menemukan hal yang sama. Tidak ada Dypta. Pria itu lenyap tiba-tiba. Dia menghilang secepat kedatangannya.”Dyp, kamu ke mana? Aku minta tunggu dulu tapi kenapa kamu pergi?” tangis Audry sedih. “Sayang, kamu sedang apa di sana?” Jeff mengetuk-ngetuk kaca jendela saat melihat Audry berdiri di luar sendiri.Audry tidak merespon. P
Sejak datang tadi muka Jeff terlihat masam. Membuat para karyawannya merasa sungkan untuk menyapa. Lelaki itu masuk ke dalam ruangannya setelah membuka pintu dengan gerakan kasar. Masih sepagi ini tapi ia merasa malas untuk melanjutkan hari. Audry membuat mood-nya memburuk dengan khayalan-khayalan bodohnya.”Selamat pagi, Pak, ini saya bawakan kopi.” Nora masuk ke ruangan Jeff lantas meletakkan secangkir kopi hangat di atas meja.Jeff memandang sekilas tanpa selera. “Bapak kenapa? Muka Bapak kusut, Bapak lagi ada masalah?” Perempuan itu menunjukkan perhatiannya.Jeff menggeleng menidakkan.“Bapak pasti bohong,” tukas Nora tak percaya. “Memangnya apa yang Bapak pikirkan? Coba lihat ini, kumis dan jenggot Bapak juga sudah panjang.” Nora mengulurkan tangan menjangkau pipi Jeff yang duduk tepat di seberangnya. Perempuan itu mengusap dengan lembut.Jeff balas dengan mengecup tangan Nora yang menyentuh pipinya. Nora mengulum senyum, menatap Jeff dengan penuh goda. “Saya bantu cukurkan ya