Kedua pendekar tangguh terlentang, menatap langit yang masih meneteskan curah hujan yang sudah semakin menjinak. Pemandangan sekitarnya penuh dengan reruntuhan pondasi kastil Kegelapan. Tempat kompetisi tersebut telah menjadi sebuah bangunan yang tak layak dihuni lagi. Dengan ini, dipastikan tidak ada lagi kompetisi yang harus diselesaikan. Bagaimana tidak, tempatnya saja sudah tidak tersedia.
Wanita bersurai panjang keriting memakai daster hitam legam itu menyadari satu hal penting dari kejadian yang dia alami. Dia mempunyai ikatan batin yang sangat erat dengan anak seseorang dari kerajaan Athena itu, Elanza. Elanza mendekatinya, kemudian duduk dan memangku tubuh lemah wanita tersebut pada pahanya yang dia sila-kan.
“Nyonya, pada akh
Pandromendes bertekuk lutut, nafasnya terengah-engah. Elanza duduk di sampingnya menyentuh pundak kanannya. Elanza mengukir senyum bangga membentuk paras cantik jelita kepada wanita yang telah membesarkannya. “Nyonya, aku bangga kepada anda,” puji Elanza. Pandromendes pun membalikkan badannya ke arah kanan kedua tangannya merentang lalu melingkar demi memeluk gadis belia tersebut, keduanya sama-sama membalas pelukan yang erat. Kehangatan atas rasa kekeluargaan yang mereka bangun dalam hati masing-masing membuat rona muka beberapa pemuda yang melihat mereka berdua terhayut dalam keharuan. Pandromendes mengucurkan air mata bahagia dan mengecup kening Elanza. Menurut Pandromendes Elanza bagai anak yang lahir sebagai darah dagingnya sendiri. Begitu juga dengan Elanza yang menganggap Pandromendes seorang ibu yang memberikan segenap kas
Pertikaian yang melahirkan tragedi naas mengguyur sebuah negeri. Negeri yang kokoh nan indah harus mengalami bencana dari tangan manusia yang tak memiliki hati. Perlakuannya terhadap tanah pertiwi semakin menjadi-jadi. Sehingga tinggal menunggu waktunya sang Dewa memberikan hukuman untuk menghancurkan negeri ini. Sepeninggal Boy Knight dan teman-temannya melancarkan misi di negara Bornuza, Vennisios mengalami goncangan hebat. Para pasukan Athena berhasil memporak-porandakan beberapa akademi pendekar dan membunuh setiap pendekar yang melancarkan perlawanan. Banyak yang terbunuh atas penyerangan tersebut. Akademi negeri bernama Perseus dan Theseus mengalami kehancuran, beberapa murid yang belum matang juga menjadi korban, yang lemah dan men
Pasukan aliansi yang tersisa melanjutkan laju mereka bersama-sama menuju ke markas pangkalan militer kerajaan Athena. Akan tetapi, sebelum sampai di gerbang gedung markas militer kerajaan Athena, laju kaki mereka spontan terhenti dan memang harus terpaksa dihentikan. Banyak pasukan pemanah mengepung mereka, kini mereka bagaikan hewan buruan yang terprangkap dalam sarang hewan buas, tak ada yang bisa dilakukan selain berharap turunnya keajaiban. “Sial, kita tak punya jalan keluar,” keluh Macrones. “Satu-satunya cara adalah hadapi mereka semua,” saran Kimble. Naruma juga bersiap membidikkan senjata mematikannya.
Kisarin adalah seorang perempuan dari akademi Greimos. Meskipun akademi ini bersifat swasta, banyak murid-murid unggul yang lahir atas bimbingan para senior dan pengurusnya. Perempuan berambut pendek dengan kedua tangan dan kaki yang memakai sarung tangan dan sepatu berlapis baja menghadapi seorang mantan komandan negeri Vennisios, Himokletos. Komandan ini pernah melawan Boy Knight sebelumnya dan dipecat dari jabatannya atas kekalahan dari perampok bertopeng dengan kekuatan mengerikan. Ia dipecat karena mengalami kekalahan oleh seorang perampok lebih terhina daripada kalah oleh pasukan perang. Himokletos melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga, Kisarin menahannya tapi karena daya serangnya tak bisa terkirakan perempuan itu terpental dan punggungnya melindas tanah sampai merusak semak belukar. Ki
Di dalam markas militer, tempat suci yang seharusnya diperuntukkan untuk ketenangan para pemuja Titan kini menjadi medan pertempuran. Naruma dan Macrones berjuang keras melawan Saragos yang memiliki kekuatan thelisi mengendalikan air seperti Vichnight. Namun, kehendak perempuan itu menyambung kepada Dewi laut Sedna sedangkan Vichnight menyambung kepada Dewa Poseidon. Ledakan demi ledakan air membuat kedua pemuda dari akademi Herakles kuwalahan. Mereka seolah menghadapi murka sang Dewi laut bergejolak dari trisula Saragos. Ketika Naruma melacarkan serangan selalu dihalangi dengan tembakan air yang membentur lesatan anak panahnya. Macrones mencoba menyerangnya dari arah samping, tapi hal itu tetap terjangkau oleh
Semuanya telah hancur lebur. Markas kokoh yang dijadikan sebagai simbol eksistensi kerajaan Athena di negara Vennisios telah runtuh. Tinggallah puing-puing pondasi bangunan suci berserakan di sekitar area tanah lapang dengan penuh rerumputan dan semak belukar. Saragos masih berdiri di tengah-tengah area reruntuhan. Ekspresinya merah terbakar, keadaan menyulut emosinya. Wanita bermahkota perak itu amat murka dengan perbuatan seseorang yang telah menghancurkan markasnya. “Kau bodoh, Gruno. Perhatikan sekitarmu bila kau sedang mengamuk!” teriaknya. Dia pantau sekitar area reruntuhan. Tampak pemandangan tidak menyenangkan tertangkap kedua indera penglihatannya. Kawan yang dia panggil dengan lantang tersebut tak berdaya ditarik pakaiannya oleh
Beberapa pendekar aliansi mengerubungi Boy Knight. Menghadangnya dengan posisi melingkar. Sontak para pengikutnya mengambil posisi untuk siap menyerang, Boy Knight pun memberikan isyarat untuk tetap tenang. Ia mendekati salah satu pendekar muda. “Apa kamu tidak menyukai kehadiranku?” tanya Boy Knight. Pendekar yang didekatinya itu tiada lain adalah Naruma. “Kau pasti hadir untuk merampok kampung ini, ‘kan? Dan juga kehadiranmu membawa mala petaka bagi para tentara negara Vennisios,” ucap Naruma. "Kau membuat mereka dipecat dari pekerjaan sebagai pasukan negara karena kalah darimu lalu mereka membelot kepada kerajaan Athena," lanjutnya dengan tegas. Boy Knight mengangguk sesaat kemudian menggeleng, sikap anehnya mengundang keheranan bagi siapapun yang melihat. Boy Knight memutar badannya, melayangkan pan
Angin tenang sepoi-sepoi berhembus menggetarkan hati dan menghangatkan diri. Senja yang terang berporos dari sinar di ufuk barat membawa kehangatan sebelum datang kedinginan dalam suasana gelap gulita malam. Para anak-anak dan lalu lalang penduduk di sebuah akropolis begitu padat. Ada yang menutup toko, ada yang memulai membuka toko. Rotasi setiap kehidupan masyarakat berputar sesuai perannya masing-masing. Salah satu anak tiba-tiba menggigil meski tersengat sinar matahari. Beberapa teman-temannya pun memberikannya syal disertai perasaan terheran-heran. “Tapi aku masih kedinginan, hacciuh ...!” keluh anak tersebut, sampai menyemburkan ingus dari hidungnya. “Kau begitu aneh, lebih