Share

09. Transaksi

Terjadi keributan antara ke tiga saudara itu, Hilman dan Marwan kekeh dengan pendiriannya yang tidak mau memberi hasil pada Anita dengan alasan Anita itu menantu. Sedangkan Sella dengan kekeh ingin memberikan Anita hasil itu, karena Anita lah yang selama ini merawat ibunya.

"Kalian semua egois! Coba kalian pikirkan bagaimana nasib Ibu selama enam tahun ini, jika tak ada Anita yang merawatnya? teriak Sella dengan murka.

Anita meraih tangan Sella, berusaha menenangkan kakak iparnya itu.

"Mbak sudah, Mbak, aku tidak apa-apa." ujar Anita menenangkan Sella.

"Kamu dengar sendiri kan, Mbak. Jika Anita saja tidak masalah, kenapa Mbak yang ribet sih? Lagi pula sudah kewajiban Anita mengurus Ibu, karena dia itu istriku." ucap Marwan, memojokkan Sella.

"Hanya karena dia istrimu? Kamu bisa berbuat semena-mena pada, Anita begitu? Coba sekarang kita tukar posisi, bagaimana jika, Mbak Hanum, istrimu, Mas Hilman yang merawat Ibu. Mau apa tidak?" tunjuk Sella pada istrinya Hilman.

"Aku?" ucap Hanum menunjuk dirinya sendiri.

"Iya kamu Mbak. Kamu mau tidak merawat Ibunya Mas Hilman, kan kamu juga posisinya sama dengan Anita menantu." ujar Sella menggebu-gebu.

"Kenapa mesti aku? Kalau kamu sendiri sebagai anak tak mau mengurus ibumu sendiri." ucap Hanum pada Sella, yang membuat Sella menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Sudah Sella, kamu tidak usah bawa-bawa istriku dalam masalah ini! Ini urusan kita sebagai anak, bukan menantu." jawab Hilman yang tak mau dipojokan.

"Kenapa, Mas? Kenapa kalian bilang, Anita berkewajiban mengurus Ibu? Sedangkan, Mbak Hanum tidak usah dijadikan perumpamaan, kenapa?" teriak Yuni.

"Dan kamu!" tunjuk Sella lagi, pada Yuni,

"Siapa kamu? Kenapa kamu ada disini? Kamu bukan bagian keluarga ini!" teriak Sella pada menunjuk-nunjuk Yuni.

"Mbak stop! Mbak tidak bisa sembarangan begitu menunjuk-nunjuk istri aku!" Marwan menepis tangan Sella.

"Istri!" gumam Sella melemas, dirinya langsung mencari sandaran soffa untuk duduk kembali.

"Kegilaan apa lagi yang sudah kalian lakukan, hah?" tanya Sella lemah.

"Jangan bilang sama, Mbak, jika kamu sudah menikah lagi, Marwan!" tanya Sella dengan napas yang memburu, menahan gejolak amarah yang sedang memuncak.

"Hai, Mbak Sella. Perkenalkan aku Yuni, ISTRINYA Mas MARWAN!" Yuni menekankan ucapannya, ia menyodorkan tangannya pada Sella, namun ditepis oleh Sella.

"Jangan berani menyentuhku, wanita murahan!" sinis Sella pada Yuni.

"Mbak kau tidak ada hak untuk menyebut Yuni murahan. Dia wanita baik-baik, dia bukan wanita murahan seperti yang kamu tuduhkan!" teriak Marwan tak terima istrinya dihina.

"Jika dia bukan wanita murahan? Lantas wanita apa, Marwan? Hanya wanita murahan lah yang mau pada suami orang!"

"Wah, wah. Sepertinya disini bukan aku ya, Mbak yang murahan. Justru adik kamu sendiri yang murahan, buktinya dia sendiri yang datang padaku saat aku masih memiliki suami, dan dengan rayuannya dia, aku sampai memiliki seorang anak, hasil dengan adik, Mbak. Bukan dengan suami aku." ucap Yuni tak tahu malu, membongkar aib masa lalunya sendiri.

"Dasar gila! Kalian semua sudah gila! Ayo, Dek kita pergi dari sini. Takut ketularan gila juga!" ujar Sella langsung bangkit menarik tangan Anita, untuk pergi dari rumah itu.

Sedangkan Hilman, ia masih syok setelah mendengarkan pernyataan Yuni barusan. Hilman memang tahu jika adiknya sudah menikah lagi, sejak dua tahun yang lalu. Namun ia tidak menyangka jika Marwan sudah berbuat sejauh ini.

"Jadi bagaimana sekarang, Mas? Apa kita jadi menjual rumah itu?" tanya Marwan membuyarkan lamunan Hilman.

Mendengar kata jual menjual, mata Hilman langsung berbinar.

"Tentu jadi dong, lagi pula kita ini anak laki-laki. Yang lebih berhak untuk harta Ibu, bukannya si Sella." ucap Hilman dengan semangat.

"Untuk Mbak Sella, diberikan bagian berapa, Mas?" tanya Marwan lagi.

"Enggak usah lah, lagi pula, Mas buru-buru harus segera kembali ke kota. Tidak mungkin menunggu sampe acara tujuh harian, Ibu."

"Nah betul itu, kita juga harus segera kembali ke kota, Mas. Anak-anak sudah nanyain kamu terus." ucap Yuni tiba-tiba.

Mendengar kata 'anak-anak,' Marwan langsung ingat lagi pada ke dua anak Yuni.

"Baiklah, lebih cepat lebih baik, Mas. Kita urus sekarang saja penjualan rumah Ibu itu." Marwan memberikan usulan.

"Nah bagus itu, ayo sekarang juga kita berangkat ke rumah juragan Emul untuk mengurus penjualnya." timpal Hilman dengan semangat empat lima.

"Tapi, Mas. Kita ber dua janji ya, kalau kita sepakat membagi dua hasil rumah itu."

"Kamu tenang saja, lagi pula si Sella itu hanya anak perempuan yang tak memiliki kekuasaan apa pun. Jadi hasil penjualan itu, utuh untuk kita ber dua."

"Kalau begitu aku sangat setuju, ayo sekarang juga kita berangkat." ucap Marwan semakin semangat.

"Tunggu dulu, kita harus membuat surat pernyataan lebih dulu, agar prosesnya semakin lancar. Kita palsukan saja tanda tangan si Sella, bagaimana, Dek?" tanya Hilman pada Marwan.

"Harus seperti itu ya?" tanya Marwan yang tak tahu apa-apa.

"Ya harus, Dek. Karena yang kita jual ini rumah milik, Ibu."

"Kalau begitu, aku mengikuti saran, Mas. Saja."

Setelah acara pembuatan surat pernyataan, dan tanda tangan palsu. Sebagai pernyataan jika Sella, juga menyetujui penjualan rumah itu. Ke empat orang tersebut segera pergi menuju rumah juragan Emul, lebih tepatnya juragan tanah di kampung itu.

Proses penjualan yang tidak ribet sama sekali, karena sejak lama juragan mengincar rumah itu. Lahannya yang strategis, untuk di jadikan usaha.

Sudah beberapa kali juragan Emul, menawar lahan itu pada bu Ida, semasa hidupnya.

Apakah rumah dan lahan itu mau di jual, jawabannya tetap tidak. Katanya ini semua yang ia miliki untuk warisan cucunya kelak.

"Silahkan dihitung kembali jumlah uangnya," ucap juragan Emul, pada ke dua saudara itu.

Dengan semangat, Marwan juga Hilman menghitung uang di hadapannya itu.

"Aku hitung tiga ratus lima puluh juta, kamu berapa, Mas?" tanya Marwan yang lebih dulu selesai menghitung.

"Aku empat ratus juta, pas. Jadi totalnya pas ya, Juragan. Tujuh ratus lima puluh juta." ujar Hilman.

"Iya sesuai dengan kesepakatan kita." jawab juragan, dengan nada arogan.

"Rumahmu kalau mau dijual, jangan di kemana-manain ya, Wan, " ucap juragan pada Marwan.

Yuni yang mendengar itu, seketika ide gilanya muncul kembali. Ia tak sabar ingin segera menjadi kaya raya tanpa bekerja.

Karena semua aset rumah dan tanah milik Marwan ada pada Yuni, dan Yuni pastikan jika semua itu tidak di jual oleh Marwan. Dirinya sendiri yang akan menjual semua aset itu tanpa sepengetahuan Marwan.

Yuni terus memberikan Marwan masukan dan saran yang membuat Marwan percaya, jika dengan menjual rumah itu. Kehidupannya akan lebih baik lagi.

Komen (32)
goodnovel comment avatar
Tri Hesti
tunggu saja karma kalian
goodnovel comment avatar
Dessy Chandra
kasian ibunya yang meninggal
goodnovel comment avatar
Lunar
tunggu saja apa yg akan kalian alami nanti
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status