Share

08. kejadian setelah pemakaman

"Ibu!" jerit Anita, ia berlari kearah bu Ida.

"Ibu kenapa, Bu?" tanya Anita yang langsung memeluk tubuh lemah sang ibu mertua.

"Ibu, ayo bangun, Bu. Jangan membuat Anita cemas."

Tangisan Anita semakin pecah, tatkala dirinya merasakan darah segar yang terus mengalir dalam mulut bu Ida.

"Ibu, Ibu bertahan sebentar saja ya, sebentar lagi kita akan segera membawa Ibu ke rumah sakit." Anita masih mengajak bu Ida berkomunikasi.

Warga langsung menyiapkan kendaraan, untuk membawa bu Ida ke rumah sakit. Sayangnya belum sempat tubuh itu diangkat, sudah terdengar dengkuran kasar yang bu Ida hembuskan.

"Ibu! Ibu, kenapa?" tanya Anita semakin panik.

"Bapak-bapak, ayo bantu saya mengangkat tubuh Ibu saja." ucap Anita pada warga yang ada di sekitar sana.

Seorang ustadz mendekati tubuh bu Ida, "Inalillahi wainnailaihi rojiun." ucap seorang ustadz yang mengecek nadi dan jantung bu Ida.

"Maksud pak Ustadz apa, bicara seperti itu?" tanya Anita dengan linangan air mata.

"Mohon maaf, Anita, mertua kamu sudah tidak ada." jelas ustadz itu menatap nanar Anita yang semakin histeris.

"Tidak! Ibu tidak mungkin meninggalkan Anita, Bu!" jerit Anita yang langsung tidak sadarkan diri.

"Bu-ibu, ayo sekarang bantu Neng Anita, bawa dia ke kamarnya." pinta ustadz pada semua ibu-ibu.

Sedangkan Marwan, ia tak percaya dengan peristiwa yang baru saja terjadi di rumahnya. Tentang kehadiran Yuni, tenang ibunya yang tiba-tiba pingsan dan mengeluarkan banyak darah, dan sekarang ibunya dinyatakan meninggal dunia.

"Marwan kamu kenapa bengong saja? Lihat tuh, Ibumu sudah tak ada!" sentak salah satu tetangga Marwan. Menyadarkan Marwan dari lamunannya.

"Astaghfirullah! Ibu! Ibu!" jerit Marwan berlari ke arah ibunya.

Riuh kembali terdengar, sebagian warga mengurus jenazah bu Ida, sebagian lagi mengurus Anita yang tidak sadarkan diri, di tambah lagi dengan jeritan baby Shakira yang terus menangis.

"Cup, cup, cup. Anak cantik, jangan sedih lagi ya. Kamu haus ya, kita do'a kan, Bunda sama-sama yuk, biar Bunda cepat sadar." ucap bu Jannah istri pak ustadz, yang memenangkan Shakira di dalam kamar Anita, sedangkan Anita masih belum sadarkan diri.

Acara aqiqah yang seharusnya menjadi suka cita, kini dipenuhi dengan air mata.

Sebelum jenazah bu Ida, di ke bumikan terlebih dahulu menunggu kehadiran anak-anaknya yang jauh.

Marwan memiliki dua saudara yaitu, Mas Hilman yang tinggal di kota K dan mbak Sella yang tinggal di kota S.

Anita tersadar dari pingsannya, namun dia seperti orang yang sedang kesurupan.

Anita berjalan ke luar rumahnya, mencari keberadaan Marwan.

"Akhirnya ketemu juga kamu, Mas!" sentak Anita, yang langsung melayang kan tangannya ke arah Marwan.

Plak! satu tamparan keras tepat mulus dipipi Marwan.

"Ini semua gara-gara kamu, Ibu, meninggal. Mana perempuan itu, Mas!" jerit Anita, di hadapan Marwan.

"Kamu jangan menyalahkan aku, Anita. Yuni tidak salah apa-apa, dia kesini hanya ingin menjemput aku pulang." sentak Marwan pada Anita, di depan banyak orang.

"Kamu bilang bukan salah kamu? Kenapa kamu tidak pergi saja bersama dia, Mas. Seandainya kamu tidak di sini dan wanita itu tidak hadir. Ibu tidak akan meninggal!" teriak Anita, Anita sudah seperti kehilangan ibunya sendiri.

Dia orang yang paling merasakan sakit ditinggalkan bu Ida, karena hampir enam tahun Anita menemani bu Ida.

"Neng, istighfar, Neng." ucap seorang ibu-ibu yang memenangkan Anita.

Anita dibawa paksa, ke rumah yang dulu di tinggali mertuanya.

"Neng istighfar. Jangan seperti ini, ingat masih ada anak kamu yang membutuhkan kamu." ucap pelan wanita itu, membelai kepala Anita.

Mendengar nama anaknya disebutkan, seketika Anita tersadar.

"Astaghfirullahalazim. Shakira, Shakira mana, Bu?" tanya Anita pada wanita itu.

"Bunda sudah datang, Allhamdulilah kamu sudah tenang ya, Nak." ucap bu Jannah yang membawa Shakira ke hadapan Anita.

Shakira anteng dalam gendongan bu Jannah, anak itu sesekali tersenyum melihat keatas.

"Shakira, maafkan, Bunda ya, Nak." lirih Anita dengan buliran air mata yang tak kunjung reda.

"Shakira pasti haus, ya? Ayo sekarang kita minum asi dulu." ajak Anita sembari berdiri,

"Bu Jannah, Bu Mella. Terima kasih banyak ya, sudah menenangkan saya dan anak saya." ucap Anita tulus, sebelum dirinya berlalu ke kamar mertuanya dulu, untuk memberikan asi pada Shakira.

Anita memutuskan untuk tinggal sementara di rumah mertuanya, dirinya tak ingin melihat Marwan dan Yuni.

Pagi harinya, Anita menitipkan Shakira pada bu Jannah, karena dirinya ingin menghadiri pemakaman mertuanya.

Mbak Sella menangis memeluk Anita,

"Maafkan, Mbak ya, Anita. Selama ini, Mbak sudah lalai menjaga Ibu." ucap Sella dalam isak tangisannya memeluk Anita.

"Sudah, Mbak. Tidak perlu ada yang disesali lagi, karena sekarang Ibu sudah tenang." jawab Anita mencoba tegar.

"Terima kasih banyak, Anita. Karena kamu sudah sangat tulus menyayangi dan merawat Ibu, selama ini."

"Sama-sama, Mbak. Aku ikhlas melakukan itu semua. Ayo sekarang kita pulang, Mbak.'' ajak Anita pada Sella.

Begitu sampai di rumah Anita, tepatnya di ruang tamu, ternyata sudah ada, Yuni, Hilman dan juga istrinya.

"Dia siapa, Anita?" tanya Sella pada Anita, mempertanyakan, Yuni.

"Datang juga kalian, Anita, Sella. Silakan duduk." ucap Hilman, saudara tertua Marwan.

Anita dan Sella duduk bersebelahan,

"Langsung saja pada intinya ya, saya tidak mau basa basi lagi. Karena saya harus segera pulang." ucap Hilman membuka suara.

"Memangnya mau ngomong apa, Mas?" tanya Sella heran.

"Begini, Sella. Mas ingin menjual rumah peninggalan Ibu, untuk kita bagi tiga hasilnya. Tapi," Hilman menggantung kalimatnya,

"Tapi apa, Mas?" tanya Sella, penasaran.

"Karena Ibu, memiliki dua anak laki-laki. Dimana anak laki-laki mendapatkan hak yang lebih tinggi dari perempuan, jadi, Mas dan Marwan, mendapatkan empat puluh persen, sisanya kamu dua puluh persen. Dari hasil penjualan itu." jelas Hilman, membuat Sella seketika terdiam.

"Tidak bisa begitu doang, Mas. Itu tidak adil namanya, selama ini kan yang mengurus Ibu itu, Anita, bukan kalian semua termasuk aku." ucap Sella dengan nada tinggi.

"Anita itu hanya menantu di rumah ini, bukan keluarga kita Mbak. Tidak ada unsur yang mewajibkan menantu mendapatkan warisan, Mbak Sella." timpal Marwan membuka suara.

"Ya tetep gak bisa gitu, pokoknya aku enggak setuju. Aku gak rela Anita tidak mendapatkan apa-apa, seharusnya dia yang lebih berhak. Karena dia yang sudah merawat Ibu selama enam tahun." bela Sella lagi.

"Tidak, Sella. Anita hanya menantu. Tidak ada bagian untuk orang luar, hak warisan itu hanya untuk anak saja." jelas Hilman membuat Sella murka.

Sella tidak mengerti dengan jalan pikiran kakak dan adiknya sendiri, mereka begitu serakah dengan uang. Tanpa memikirkan nasib orang yang sudah sangat berjasa merawat ibunya sendiri.

Komen (31)
goodnovel comment avatar
Tri Hesti
ya Allah kuburan ibunya masih basah udah ribut masalah warisan
goodnovel comment avatar
Lunar
bisa² nya meributkan warisan pdhl ibunya br sj dimakamkan dasar anak² durhaka
goodnovel comment avatar
Azlika Razwa
anak durhaka semua pada gak jelas nih anak bukannya berduka malah mikirin harta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status