"Ibu!" jerit Anita, ia berlari kearah bu Ida. "Ibu kenapa, Bu?" tanya Anita yang langsung memeluk tubuh lemah sang ibu mertua. "Ibu, ayo bangun, Bu. Jangan membuat Anita cemas."Tangisan Anita semakin pecah, tatkala dirinya merasakan darah segar yang terus mengalir dalam mulut bu Ida. "Ibu, Ibu bertahan sebentar saja ya, sebentar lagi kita akan segera membawa Ibu ke rumah sakit." Anita masih mengajak bu Ida berkomunikasi. Warga langsung menyiapkan kendaraan, untuk membawa bu Ida ke rumah sakit. Sayangnya belum sempat tubuh itu diangkat, sudah terdengar dengkuran kasar yang bu Ida hembuskan. "Ibu! Ibu, kenapa?" tanya Anita semakin panik. "Bapak-bapak, ayo bantu saya mengangkat tubuh Ibu saja." ucap Anita pada warga yang ada di sekitar sana. Seorang ustadz mendekati tubuh bu Ida, "Inalillahi wainnailaihi rojiun." ucap seorang ustadz yang mengecek nadi dan jantung bu Ida. "Maksud pak Ustadz apa, bicara seperti itu?" tanya Anita dengan linangan air mata. "Mohon maaf, Anita, mertua
Terjadi keributan antara ke tiga saudara itu, Hilman dan Marwan kekeh dengan pendiriannya yang tidak mau memberi hasil pada Anita dengan alasan Anita itu menantu. Sedangkan Sella dengan kekeh ingin memberikan Anita hasil itu, karena Anita lah yang selama ini merawat ibunya. "Kalian semua egois! Coba kalian pikirkan bagaimana nasib Ibu selama enam tahun ini, jika tak ada Anita yang merawatnya? teriak Sella dengan murka. Anita meraih tangan Sella, berusaha menenangkan kakak iparnya itu. "Mbak sudah, Mbak, aku tidak apa-apa." ujar Anita menenangkan Sella. "Kamu dengar sendiri kan, Mbak. Jika Anita saja tidak masalah, kenapa Mbak yang ribet sih? Lagi pula sudah kewajiban Anita mengurus Ibu, karena dia itu istriku." ucap Marwan, memojokkan Sella. "Hanya karena dia istrimu? Kamu bisa berbuat semena-mena pada, Anita begitu? Coba sekarang kita tukar posisi, bagaimana jika, Mbak Hanum, istrimu, Mas Hilman yang merawat Ibu. Mau apa tidak?" tunjuk Sella pada istrinya Hilman. "Aku?" ucap Han
Pov Anita. Mbak Sella menarik tanganku pergi dari rumahku sendiri, menuju ke rumah Ibu. "Kita harus segera mencari sertifikat rumah itu, Dek. Mbak enggak rela jika sertifikat itu jatuh ke tangan mereka." ucap mbak Sella buru-buru menuntun langkahku menuju kamar Ibu. "Kamu cari di lemari ini, Mbak di lemari sana ya." ucap mbak Sella lagi, sedangkan aku masih bingung dengan semua ini, hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala. Kami berdua sibuk mencari sertifikat itu, semua barang-barang Ibu sudah kami keluarkan namun sama sekali tidak membuahkan hasil. "Bagaimana ini, Dek?" panik mhak Sella. "Aku juga bingung, Mbak!" jawabku lemas karena aku sama sekali belum sarapan. Ditambah lagi aku merasakan sakit di area produk asiku, mungkin anakku tengah kelaparan ingin meminum asi. "Kamu belum makan bukan? Mukamu pucat sekali?" tanya mbak Sella meraba pipiku. "Mbak!" teriakku karena mengingat sesuatu, yang beberapa bulan yang lalu aku titipkan pada Ibu, dan Ibu menyimpannya di lemari ya
Pada saat diperjalanan menuju rumah lagi, tiba-tiba Yuni memberikan saran untuk menjual semua aset yang aku miliki termasuk rumah dan tanah. "Jual saja, Mas. Nanti uangnya bisa kita pakai untuk buka usaha di kota, kan. Memangnya kamu mau selamanya jadi buruh terus?" ucap Yuni padaku sambil berjalan. Tidak ada yang mendengarkan percakapan kita, karena aku dan Yuni sengaja berjalan pelan. Sedangkan Mas Hilman sudah lebih dulu. "Aku masih bingung, Sayang." jawabku pada Yuni. Aku berpikir jika semua aset disini aku jual, nanti aku kemana pulang. "Kok bingung sih, Mas? Memangnya kamu masih mencintai istri kamu itu ya?" tuduh Yuni padaku, "Tidak, bukan gitu, Sayang!" kilahku langsung, aku tak ingin Yuni merajuk, tak bisa aku bayangkan jika aku harus kehilangan dia untuk ke dua kalinya. "Terus apa yang membuat kamu bingung, Mas? Atau kamu mau semua harta kamu dikuasai istri kamu itu? Kamu lupa bagaimana cara kamu mendapatkan semua aset kamu dari dia, Mas? Ingat juga perjanjian yang kal
Pagi harinya seperti biasa Anita akan menjemur, baby Shakira, Setelah dimandikan. "Selamat pagi, Anita." sapa juragan Emul menghampiri Anita, dengan ke dua bodyguardnya. "Pagi, kembali, juragan. Tumben sekali pagi-pagi sudah berkeliling." ucap Anita basa-basi. "Seharusnya saya yang bertanya sama kamu. Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya juragan Emul, yang membuat Anita mengernyitkan kening. "Memangnya kenapa, saya harus pergi dari rumah saya sendiri?" tanya Anita heran. Bukannya menjawab pertanyaan Anita, juragan Emul malah menyentak Anita. "Sekarang juga tinggalkan rumah ini, karena saya akan segera membangun tempat ini!""Tapi maksudnya juragan apa?" tanya Anita semakin tak paham dengan kedatangan juragan Emul juga anak buahnya, lalu mengusir Anita dari rumahnya sendiri. "Apa kamu tidak tahu, jika rumah dan tanah di belakang rumahmu itu sudah di jual sama saya." seru juragan Emul dengan sombong. "Tapi siapa yang menjualnya?" "Kamu beneran belum tahu? Jika suami kamu sudah
"Anita, apa yang terjadi, Nduk? Kenapa kamu diam saja?" tanya bu Eros semakin heran, Meski pun Anita tidak berbicara apa pun, namun tergambar jelas kesedihan dalam matanya. "Anita tidak apa-apa, Bu. Apa boleh Anita menitip sebentar Shakira, Bu? Anita ingin menelpon dulu, Mbak Sella." "Tentu boleh lah, toh anakmu juga tidur nyenyak banget." jawab bu Eros dengan tersenyum lebar. "Terima kasih, Bu. Kalau begitu Anita permisi ke belakang dulu." pamit Anita, segera bangkit dari duduknya mencari tempat aman untuk menelpon kembali Sella. "Hallo, Dek. Kamu dimana sekarang?" cecar Anita begitu panggilan terhubung. "Assalamu'alaikum, Mbak!" ucap Anita merasa terhibur dengan kepanikan Sella. "Ya ampun, sampai lupa, habis kamu bikin Mbak kaget. Sekarang ceritakan sama Mbak, kamu dimana sekarang?" "Aku sudah keluar dari rumah itu, Mbak. Dan sekarang aku bingung harus pergi kemana, sekarang aku sedang istirahat sebentar di rumah, Bu Eros sambil memikirkan harus kemana," jawab Anita lemas. "
Tepat sebelum magrib Marvel sudah tiba di kampung untuk menjemput Anita, ia memberi kabar pada Sella jika dirinya sudah sampai di depan rumah bu Eros. "Assalamu'alaikum, Anita. Abang sudah di depan rumah bu Eros, coba kamu keluar samperin, Abang." ucap Sella diujung telpon. "Waalaikumsalam, Mbak. Baik sebentar Anita keluar dulu." jawab Anita, ia segera berlari ke laur rumah untuk memastikan jika suami kakak iparnya sudah sampai. "Hallo, Mbak. Abang sudah sampai, aku mau samperin dulu sebentar ya." ucap Anita kembali pada Sella yang belum mematikan sambung telponnya, "Iya, Dek." jawab Sella. "Kamu langsung saja berangkat ya, Mbak mau pulang dulu.""Iya Mbak. Mbak hati-hati ya.""Kamu juga ya." Sella menutup panggilan itu. Anita bergegas menghampiri mobil Marvel, Anita mengetuk kaca itu, dan seketika Marvel menurunkan kacanya. "Assalamu'alaikum, Abang." sapa Anita pada Marvel, namun Marvel tidak menjawab salam Anita, ia seperti kehilangan fokusnya. "Assalamu'alaikum, Abang!" ucap
Keberuntungan yang terus menerus menghampiri kehidupan Marwan, meski pun dirinya kehilangan sosok cinta pertamanya. Namun kehadiran Yuni, mampu menghilangkan semua rasa sedihnya. Ditambah lagi sekarang, ia memiliki banyak uang hasil Penjualan rumah ibunya yang hanya di bagi dia. Ditambah lagi hasil penjualan rumah, tanah serta perabotan yang ia miliki yang semuanya utuh menjadi haknya tanpa membagi pada Anita. "Papa, Mama mau beli perhiasan, tas, ponsel boba, juga baju dan sepatu berlogo C." ujar Yuni pada Marwan, mereka baru saja hendak pulang lagi ke kota dimana mereka tinggal sekarang. "Tentu boleh dong, Ma. Apa sih yang enggak buat kamu, Sayang." jawab Marwan tersenyum bahagia karena merasa berhasil membuat Yuni semakin mencintainya. "Pokoknya ya, Pa. Mama ingin rumah yang kemarin itu jadi kita beli, dan rumahnya harus atas nama anak kita Alvaro."Alvaro adalah anak Yuni yang ke dua, yang katanya itu adalah anak Marwan. "Tentu, Sayang. Al kan anak lelakiku yang berhak atas sem