Share

07. kehadiran Yuni

Anita memilih meninggalkan Marwan sendiri di meja makan, ia segera bersiap untuk tidur di samping mertua-nya.

Anita memeluk tubuh, yang sudah berkeriput dihadapannya.

"Andai, Ibu tahu. Jika Nita sangat sayang sama, Ibu. Sampai kapan pun, Nita tidak rela kehilangan, Ibu. Sekali pun, Nita harus berpisah dengan, Mas Marwan." lirih Anita, dengan isak tangis dibelakang tubuh mertuanya.

Sebisa mungkin bu Ida bersikap tenang, dirinya bukan tidak mendengar apa yang Anita sampaikan. Hanya saja bu Ida tidak ingin merusak momen Anita yang sedang menumpahkan seluruh isi dalam hatinya.

'Andai kamu tahu, jika Ibu juga lebih meyayangi kamu, melebihi anak Ibu sendiri.' gumam bu Ida dalam hati, ia menahan diri untuk tidak menangis yang akan membuat tubuhnya terguncang.

'Ibu rela mati, agar kamu bisa bebas dari cengkraman anak Ibu, yang sangat egois itu, Nak.' lirih bu Ida lagi, air mata semakin deras mengalir di pipinya yang sudah keriput.

Namun setelah sekian lama, bu Ida tidak mendengar isak tangis Anita, saat dirinya memberanikan diri melihat ke belakang. Ternyata Anita sudah tertidur pulas memeluk dirinya.

"Kamu wanita hebat, wanita kuat. Sampai kapan pun do'a, Ibu akan selalu menyertai hari-harimu, Nak." ucap bu Ida membelai pipi Anita yang sedang tertidur pulas.

Pada saat mendengar langkah Marwan mendekat, bu Ida langsung pura-pura kembali tidur. Begitu pun dengan Anita yang sudah mendengkur halus.

Marwan duduk di sebelah anaknya, mungkin ikatan batin seorang ayah dan anak sangat kuat. Pada saat Marwan menatap wajah teduhnya, tiba-tiba anak itu terbangun, namun sama sekali tidak menangis.

Marwan mencoba membelai pipinya,

"Anak, Papa udah bangun? Kamu lapar, Nak?" tanya Marwan pada baby mungil itu,

Matanya yang bersih nan jernih, menatap Marwan seolah dirinya ingin merasakan dekapan hangat sang ayah.

Marwan memberanikan diri, untuk menimbang baby itu. Dan tak sampai sepuluh menit baby itu tertidur kembali.

"Bobok yang nyenyak ya, ada Papa disini." ucap Marwan menidurkan kembali pada posisi semula.

Sedangkan dilain tempat, Yuni tengah uring-uringan dirinya tidak bisa menghubungi Marwan. Dia kesal bukan main, karena Marwan janji pada dirinya hanya pergi selama dua hari. Tapi ini sudah hampir satu minggu Marwan belum kembali juga.

Yuni tidak tahu jika Marwan pulang ke kampungnya, yang ia tahu, Marwan pergi bertugas bersama bosnya Dewa.

Pagi hari seperti biasa, Yuni sibuk dengan ponselnya. Ia sedang asik berselancar di media sosial.

"Bukannya ini, Mas Dewa dan istrinya, ya?" gumam Yuni, ketika dirinya menemukan satu akun mengunggah poto liburan, unggahan itu beberapa menit yang lalu.

"Kalau, Mas Dewa sudah liburan bersama istrinya, otomatis Mas Marwan harus sudah kembali, dong?" tanya Yuni semakin heran.

"Sebenarnya kamu itu kemana, Mas?" tanya Yuni, dirinya tengah sibuk menelpon nomor Dewa. Ia harus mendapatkan informasi akurat dimana Marwan sekarang juga.

"Hallo, Mas. Mas kamu membohongi aku ya, kata kamu dulu, Mas Marwan pergi denganmu mengerjakan proyek di luar kota. Tapi kok i*******m stories kamu liburan di pantai? Yang benar yang mana, Mas?" cecar Yuni begitu panggilan terhubung.

"Hallo. Maaf dengan siapa ya?" tanya seorang perempuan disebrang sana.

"Saya Yuni, kamu siapa ya?" tanya Yuni pada wanita itu.

"Saya istrinya, Mas Dewa, kamu siapa?"

"Oh Mbak, saya hanya ingin menanyakan suami saya, kata Mas Dewa, suami saya pergi bersama, Mas Dewa beberapa hari yang lalu, menyelesaikan proyek di luar kota. Apa itu benar?" jelas Yuni pada wanita itu.

"Proyek? Di luar kota?" ulang wanita di sebrang sana.

"Proyek apa, ya? Setahu saya, suami saya tidak pergi kemana-mana seminggu belakangan ini." jelas wanita itu lagi.

Yuni yang dipenuhi amarah, langsung memutuskan panggilan secara sepihak.

"Keterlaluan kamu, Mas. Sudah berani-beraninya membohongi aku!" ucap Yuni dengan raut wajah penuh amarah.

Saat itu juga, Yuni langsung menitipkan ke dua anaknya ke rumah mamanya. Dirinya seperti tahu kemana perginya Marwan.

"Dasar bodoh, kau mau mengelabui kadal betina, Mas. Sorry enggak mempan!" ucap Yuni dengan sinis, ia sudah siap di depan kemudi menyusul keberadaan Marwan saat ini.

Tak menghabiskan waktu satu hari, Yuni sudah menemukan keberadaan Marwan saat ini.

Namun Yuni cukup heran, karena titik akhirnya GPS itu menunjukkan rumah itu. Tapi di rumah itu sepertinya banyak orang yang akan mengadakan acara syukuran.

Yuni beberapa kali menghubungi Marwan, namun tetap tidak ada jawaban. Akhirnya dirinya memutuskan untuk istirahat sejenak sembari menunggu acara itu selesai.

Setelah sekian lama menunggu, akhirnya Yuni melihat kehadiran Marwan, Yuni segera turun dari mobil miliknya.

"Oh rupanya kamu disini, Mas?" tanya Yuni mendekati Marwan.

"Y-u-ni!" ucap Marwan terbata,

"Kamu ngapain disini, Yuni?" tanya Marwan gugup, ia segera membawa Yuni masuk lagi dalam mobil.

"Mas kamu mau kemana?" tanya Anita yang baru saja keluar rumah, ia melihat suaminya sedang mendorong seseorang.

"Lepaskan aku, Mas!" brontak Yuni.

Dengan santainya Yuni mendekati Anita, sedangkan acara di rumah itu tengah berlangsung.

"Hai, wanita bodoh!" sapa Yuni mendekati Anita yang terdiam di tempatnya.

"Kamu siapa? Jangan pernah coba-coba untuk menghancurkan acara ini!" cegah Anita pada Yuni.

Namun sepertinya terlambat, karena Yuni memiliki dendam pada Anita yang pernah mempermalukan dirinya. Yuni ingin Anita merasakan hal yang sama.

Yuni berjalan masuk ke dalam rumah, "permisi semuanya." ucap Yuni di tengah-tengah banyak orang yang sedang membacakan ayat suci.

Seketika semua mata tertuju pada Yuni, mereka seakan melupakan bacaan yang tadi mereka semua lantunkan.

"Perkenalan nama saya, Yuni. Saya kesini ingin menjemput suami saya yang sudah seminggu belakangan ini tidak kembali ke kota lagi. Dan saya juga mau memberi tahu kalian semua, jika saya ini adalah cinta pertamanya, Mas Marwan. Iya kan, Ma-,"

"Yuni stop! Apa yang kamu lakukan!" Marwan memotong ucapan Yuni.

Bukannya takut Yuni malah semakin berani, "sudah lah, Mas. Akhiri saja sandiwaramu dengan perempuan itu, toh kenyataannya seperti itu. Kamu mempertahankan dia hanya karena tidak ada orang yang mau merawat ibu kamu kan?" jelas Yuni membuat semua orang syok.

"Bohong, wanita itu pembohongan. Jangan dengarkan dia, Ibu-ibu, Bapak-bapak." ucap Anita mencoba menghalangi niat nekad Yuni.

"Aku yang bohong? Apa kamu yang bodoh, ya?" tanya Yuni pada Anita.

Seketika terdengar riuh bisik-bisik tetangga, di ruangan itu.

Bu Ida berusaha mencegah Yuni menghancurkan acara aqiqah cucunya, belum sempat dirinya berdiri tegak, bu Ida sudah pingsan karena mendengar peryataan Yuni.

Tiba-tiba ruangan itu menjadi riuh dengan jeritan semua orang karena bu Ida pingsan dan langsung mengeluarkan darah dari mulutnya.

Komen (30)
goodnovel comment avatar
Tri Hesti
emang ya kalau pelakor jahat nggak mikirin asal ngomong aja walaupun ditempat ramai ,bikin kesel aja si yuni
goodnovel comment avatar
Lunar
kenapa yuni nekat ya dasar wanita ga tau diri apa yg akan terjadi sm ibu ida
goodnovel comment avatar
Azlika Razwa
laki2 kok lemes banget ya mau sama yuni yang gak tau malu sama sekali
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status