Share

Bab 2

Hati yang sakit tidak membuat aku lupa berpikir. Aku tersenyum sinis saat ide di kepala tiba-tiba muncul begitu saja. Aku meng_kloning isi ponselnya.

Ku pastikan ia masih terlelap, aku buru-buru mengeluarkan ponsel yang ada disaku baju tidurku. Meng_kloning serta menyalin nomor verifikasi dan berhasil. Aku lega karena aksiku berhasil sebelum manusia brengs*k dihadapanku ini terjaga dari tidurnya.

Aku tersenyum sinis, meletakkan kembali ponsel pintarnya dan meninggalkan kamar tamu dengan rasa yang campur aduk. Ku tutup pelan pintu kamar hingga tertutup rapat. Kembali ke kamarku dan melihat anakku masih tertidur pulas.

Sedih, tak kupungkiri itu yang kurasa saat melihat tubuh mungil anakku tertidur pulas. Tubuh kecil yang belum tahu apa-apa, harus menerima takdir yang begitu tak adil buatnya. Disaat anak-anak lain mendapatkan kasih sayang penuh dari sosok ayah. Anggia malah tak tersentuh sekalipun kasih sayang yang harusnya ia dapatkan. Dimana anak perempuan lebih dekat dengan sosok ayah yang menjadi cinta pertamanya. Sayangnya laki-laki bergelar suami sekaligus ayah itu kini sedang dibutakan oleh nikmat dunia yang salah arah.

Aku menarik napas panjang, meredam amarah dan mengendalikan emosi agar tak sampai merajai diri.

**

Alexa Wardana, adalah namaku. Menikah dengan Ryan Gunawan adalah pilihanku. Ia yang tak lain karyawan diperusahaan orang tuaku.

Laki-laki yang dulu romantis itu, kini berubah ketus seiring berat badanku yang naik drastis. Tak ada lagi kecupan mesra atau pun ucapan manis keluar dari mulutnya tiap kali bertatap muka denganku. Bahkan dalam seminggu ini, bisa dikatakan laki-laki itu tak pernah menyapa ataupun bertanya tentang anaknya.

Matahari pagi masuk dari sela-sela gorden kamar. Pagi ini aku sudah mandi begitupun anakku Anggia. Mas Ryan suamiku, jangan ditanya. Sudah bangun atau belum, aku nggak mau tahu, karena dia tidur di kamar tamu.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Aku keluar dari kamar setelah memberi Anggia ASI. Anakku sangat baik lakunya. Setelah minum ASI ia kembali tertidur di ranjangnya.

Aku keluar kamar, menuju dapur membuat roti bakar dan susu pelancar ASI. Secangkir teh panas sudah lebih dulu aku letakkan di atas meja makan untuk suamiku. Karena bagaimanapun melayaninya masih tugasku sebagai istri.

Ku jatuhkan bobot tubuhku ke kursi makan. Menikmati sarapan pagi yang ku buat untuk diriku sendiri.

Mungkin kalian bertanya, kenapa nggak buatkan untuk suami juga?

Percuma, tidak akan ia sentuh dan hanya akan menjadi mubasir terbuang.

"Alexa! Kenapa tidak kau bangunkan aku, hah! Padahal pagi ini aku ada janji dengan klien. Dasar istri tidak berguna!" Pekiknya dengan tergesa-gesa keluar dari kamar tamu, suami pengkhianat ku sudah mengenakan pakaian kerja yang memang sudah ia angsur pindahkan dari kamar utama ke kamar tamu yang kini ia tempati.

Aku tak lagi terkejut bila ia berteriak seperti itu. Aku sudah kebal dengan mulutnya kini, hingga teriakannya tidak terlalu ku anggap. Dengan santai aku tetap melahap sarapan di meja makan. Menikmatinya hingga habis dan perutku terasa kenyang.

"Kau budeg, ya!" matanya nyalang melihat ke arahku.

"Maaf, Mas. Aku juga baru terbangun," ucapku bohong dan tak memperlihatkan rasa bersalah.

"Kau...."

Ucapannya terpotong karena nada dari pesan W******p dari ponselnya berdering berkali-kali.

Perhatiannya teralih pada ponsel pintar di tangannya. Wajahnya yang tadi tanpak kesal padaku, berubah melunak setelah pandangan terfokus pada layar ponsel yang sedang ia lihat.

Bibirku terangkat sebelah keatas, memutar bola mataku malas.

"Pasti gundiknya yang mengirim pesan." umpat ku dalam diam.

Tanpa menyentuh teh panas yang sudah kubuatkan untuknya, suamiku itu berlalu begitu saja. Meninggalkan ku seolah tidak menganggap ku ada.

Suara deru mesin mobil terdengar meninggalkan halaman rumahku. Memastikan laki-laki itu sudah menjauh, aku mengeluarkan ponsel pintar dari saku celana. Ku usap layarnya menuju aplikasi W******p yang ku cloning.

"Mas, kok lama sih. Katanya mau jemput aku." Isi pesan gundiknya.

"Iya sayang, nih Mas udah mau jalan. Tunggu ya." Jawaban dari si bajing*n itu.

"Ku tunggu ya, aku dah dandan cantik nih! Sekalian kita cari sarapan pagi di tempat biasa ya, see you."

Sumpah, aku merasa jijik. Ku buka semua pesan yang sudah terbaca. Menunjukkan fakta yang mengejutkanku. Selain tergiur akan harta yang kupunya, ternyata bentuk dan bobot tubuhku lah yang menjadi alasan untuknya berselingkuh.

Suami tampan yang ku angkat derajatnya selain bermain api di belakangku, menduakan cintaku dan berusaha merebut semua warisan peninggalan orang tuaku.

Ternyata! Dia tak sendiri. Dibantu sekretaris yang tak lain juga selingkuhannya, sahabat karibku. Mereka bermain dengan keuangan perusahaan, selain sahabatku menjadi duri dalam daging di tengah rumah tanggaku, wanita itu juga musuh dalam selimut di hidupku. Entah siapa yang mulai lebih dahulu, namun yang pasti, namanya pengkhianat dan sampah bagaimanapun baunya akan tercium juga.

Pesan mesra mereka, ku screenshot untuk bukti dimeja hijau saat mengajukan perceraian nanti. Permainannya yang memanipulasi data keuangan juga akan ku jadikan bukti untuk menjebloskannya ke dalam bui. Sementara Sintya, akan ku depak dia dari perusahaan ku agar kembali menjadi gembel, akan ku buat namanya masuk daftar hitam, agar tidak bisa diterima diperusahaan manapun.

Tanpa pikir panjang, ku hubungi orang kepercayaan Papa. Tanpa sepengetahuan Ryan, aku meminta Om Wijaya yang merupakan tangan kanan orangtuaku hingga saat ini, memindahkan kembali nama hak kuasa kepemilikan perusahaan kembali menjadi namaku Alexa Wardana. Anak tunggal dari Tio Wardana yang merupakan pemilik perusahaan yang sebenarnya.

Setelah sedikit berbasa basi, aku utarakan tujuanku menghubunginya.

"Satu lagi Om, tolong carikan dua Asisten Rumah Tangga dan Baby Sister, kirim segera kerumah," pintaku pada Om Wijaya.

"Baik. Akan Om urus semuanya. Kapan mau beraksi," tanyanya lagi.

"Aku butuh waktu tiga Minggu, masih ada yang ingin ku kerjakan Om. Sementara itu, Om persiapkan semuanya. Jangan sampai ada yang tahu. Aku ingin memberi kedua pengkhianat itu mendapat kejutan dariku."

Sambungan telepon seluler pun putus.

Tidak sampai setengah hari, tiga orang yang ku pinta, sudah diantarkan supir Om Wijaya ke rumahku. Satu khusus membersihkan rumah, yang satunya khusus di dapur dan satu lagi sebagai baby sister tambahan untuk Anggia yang mulai aktif.

Aku tersenyum puas dengan mata menyipit.

"Kau lupa siapa aku, Mas?"

Asisten rumah tangga dan Baby Sister sudah menjalankan tugasnya masing-masing sesuai bidangnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status