Share

Bab 3

Karena Ryan pergi pagi dan pulang sampai tengah malam bahkan sering juga tak pulang, membuatnya tak menyadari adanya orang yang bekerja di rumah.

Aku juga memberi arahan pada kedua Asisten Rumah Tangga dan Baby Sister, agar jangan menampakkan diri sebelum suamiku berangkat kerja atau selama suamiku berada di rumah. Agar rencana balas dendam ku tak terbaca oleh suamiku. Tiga Minggu berlalu tanpa terasa.

Selama itu pula aku olah raga rutin, senam, lari pagi dan yoga. Makanan yang masuk ke dalam perutku pun dalam pengawasan ahli gizi yang membantuku untuk dapat menurunkan berat badan. Aku pun mulai rajin kesalon dan skincare_an.

Aku mematut diri di depan cermin dan tersenyum puas, melihat perubahan drastis penampilan dan berat badanku. Meski belum mencapai hasil maksimal tapi sudah lumayan cukup untuk membuat dua manusia pengkhianat itu support jantung.

Aku tersenyum puas dengan mata menyipit. Ku pastikan suamiku itu akan menyesal telah menduakan ku dan menghina bobot tubuhku.

Drrrt

Drrrt

Suara ponsel yang kuletak di atas ranjang berdering minta di angkat.

Ternyata orang kepercayaan ku mengabarkan kalau beliau baru mengirimkan suara rekaman antara Sintya dan Ryan, yang nggak sengaja terdengar olehnya dari balik pintu ruangan utama suamiku, ruangan yang dulu sempat ku tempati saat masih memimpin perusahaan sebelum jabatan ku serahkan pada suami bejad ku tersebut.

"Mas, mau sampai kapan aku menunggumu menceraikan Alexa? Aku ingin menjadi wanitamu satu-satunya," terdengar suara manja Sintya.

"Sabar sayang! Aku masih butuh waktu sebentar lagi. Lagipula, aku kan sudah hampir dua bulan ini tak lagi menyentuh Alexa. Ya, walau sepertinya dia sedang berusaha menurunkan berat badannya. Tapi aku sudah nggak berselera menjamahnya. Jangan buru-buru, nanti dia curiga. Aku akan menguras semua uang perusahaan pelan-pelan. Setelah itu kita akan pindah keluar kota dan menikah," ujar Ryan dengan percaya diri, tanpa menyadari ada yang merekam pembicaraan mereka.

Sintya sahabatku bukannya senang dengan apa yang ku lakukan untuk menurunkan berat badan, malah ia jelas-jelas mencemooh.

"Apa! Alexa diet agar kurus! Yakin banget dia bakal berhasil. Kalau udah bongkar mesin, ya tetap bakal gembrot seperti karung beras," ucapnya seiring suara tawa mengejek keluar dari mulut sahabatku itu.

Suami yang seharusnya menjaga dan menutup aibku pun malah ikut tertawa. Membuat nyeri dan sakit hati di dada ini. Sungguh, laki-laki itu sudah bergeser otaknya.

Namun suara tawa itu seperti di sumpal dengan perbuatan tak pantas yang mereka lakukan di ruang kerja suamiku. Karena dari rekaman tersebut sekilas terdengar desahan manja.

"Jangan disini, nanti ada yang melihat Mas. Kita ke Hotel aja yuk," pinta Sintya dengan tak tahu malu.

"Ok, lagipula pekerjaan sudah selesai semua, tak apalah meninggalkan kantor sejam dua jam. Ya, kan sayang," ujar Ryan seolah mendukung kelakuan bejad mereka.

"Kita ke Hotel Amartha saja, gimana? Maukan?" Ajak Sintya lagi.

aku yakin suamiku itu setuju akan permintaan wanita murahan itu. Karena setelah itu yang terekam adalah suara gresek-gresek dan derap langkah kaki ikut terdengar diakhir Vidio, menandakan Pak Saipul yang merekam suara tersebut menjauh dari depan ruangan Ryan yang akan keluar untuk melanjutkan perbuatan busuk mereka disebuah tempat.

Kalau dulu, saat pertama kali mengetahui ia berkhianat, aku menangis sejadi-jadinya, sampai-sampai nggak selera makan bahkan cenderung mengurung diri di dalam kamar. Tapi untungnya itu tidak berlangsung lama, hanya tiga hari aku meluapkan kekesalan, rasa kecewa, sakit hati dan murka karena kepercayaanku di khianati dan disalahgunakan. Hatiku sakit dan meraung meratapi diri. Berpikir akan dibawa kemana rumah tangga yang dulunya dilandasi sebuah kepercayaan dan janji suci.

Kini, aku sudah membulatkan tekad untuk bangkit dari keterpurukan sesaat karena sebuah perselingkuhan dan pengkhianatan.

Dengan semua rencana yang sudah ku susun, kini senyum licik terukir jelas di wajahku. Ku simpan rekaman Vidio dan ku buka GPS ponselku yang terhubung dengan GPS yang ku pasang di mobil yang digunakan suamiku. Mobil yang juga dibeli dengan uangku.

Ku tarik nafas panjang, mempersiapkan diri untuk apa yang akan ku lihat nanti.

Melihat pergerakan GPS yang berjalan keluar perusahaan. Aku berencana menyusul untuk mengumpulkan bukti yang banyak agar mudah mengurus perceraian nantinya.

"Dasar laki-laki nggak tahu diri! Kacang lupa kulitnya. Bisa-bisanya di jam kerja mereka keluar hanya untuk berzina." Gerutu ku yang masih fokus memperhatikan gerak GPS di ponsel pintar milikku.

Mobil ku parkirkan tepat disebelah mobilnya. Mengikuti langkah kaki yang mengayun menuju lift, tapi sayang aku lupa menanyakan lantai dan kamar nomor berapa mereka berada saat ini.

Lagi pula bila ku tanya pada bagian resepsionis, belum tentu mereka akan memberitahuku. Lift terhenti di lantai lima. Entah kenapa kaki bergerak keluar dari lift, kedua netra ku liar menelusuri tiga lorong di depan lift.

Ternyata keberuntungan masih berpihak padaku. Tak jauh dari tempatku berdiri, Ryan suamiku sedang berbicara melalui ponselnya dan membelakangi ku.

Mungkin kalian bertanya-tanya. Bagaimana bisa aku tahu kalau itu dia? Karena kemeja bewarna abu-abu yang ia kenakan hari ini adalah kemeja yang sengaja aku keluarkan dari dalam lemari pakaianku pagi tadi. Entah karena filing seorang istri yang teraniaya, sehingga sedikit demi sedikit kebusukan suamiku itu mulai tercium dan kartu hitamnya mulai terbuka. Antara senang dan sedih aku tersenyum miris.

Bagaimanapun aku masih istrinya dan masih kewajiban ku melayani keperluannya. Termasuk menyiapkan pakaian kerja yang akan ia gunakan untuk ke kantor tiap hari. Meskipun ia tak meminta.

Vidio ponsel sudah ku nyalakan. Dengan langkah pasti ku ayunkan kaki mendekati dia yang membelakangi ku. Berdiri tidak jauh di belakangnya. Karena ia masih fokus dengan percakapannya di ponsel pintar miliknya, suamiku sampai tidak menyadari kehadiranku.

Tempatku berdiri juga tidak jauh dari depan bingkai pintu kamar hotel yang mereka sewa.

Pintu kamar tempat mereka akan berbuat zina itu terbuka sedikit. Membuatku bisa melihat pakaian Sintya tergantung di sebelah lemari kaca. Sakit hati sudah pasti, karena bagaimanapun aku wanita normal yang punya perasaan.

Ku tarik napas panjang, menetralisir dan menenangkan debaran jantung yang sempat nggak beraturan. Mengendalikan diri dari emosi yang mencoba menguasai diri. Aku kembali

fokus melihat punggung suami yang dulu sangat ku cintai ini masih tegap dan gagah. Pantas saja kalau Sintya mau menjadi selingkuhannya.

Beberapa menit aku menunggunya sampai mengakhiri percakapan di ponsel pintarnya.

Ryan yang tak menyadari keberadaan ku membalikkan tubuhnya bersiap akan memasuki kamar. Bola matanya membulat dan wajahnya terlihat pucat pasi, saat melihatku berdiri di belakangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status