Berulang kali Andra berusaha menghubungi Arumi, akan tetapi, panggilannya selalu di tolak dan pesannya pun di abaikan oleh Arumi. Andra sangat khawatir kepada Arumi, karena hari seharusnya jadwalnya untuk kemo, tapi Arumi tak kunjung bisa di hubungi. Bahkan dari deringan yang kesekian kalinya, nomor Arumi sudah tak aktif."Arumi, ku mohon datanglah! aku gak mau kehilangan kamu, Ar."Sedangkan Arumi kini tengah meringkuk di bawah selimut dengan air mata yang tak hentinya mengalir, hatinya di selimuti kecemburuan yang begitu besar. Apalagi seseorang selalu mengiriminya foto kemesraan Afif dan Dinda. Sungguh ia tak kuat dan tak mau jika harus berbagi suami, ia sangat mencintai Afif, ia hanya ingin Afif menjadi miliknya satu-satunya.Terhitung sudah lima hari Afif dan Dinda berbulan madu, dan selama itu pula, Arumi tak pernah beranjak dari tempat tidurnya. Ia begitu menikmati rasa sakit pada jiwa da
"mas, besok kita sudah pulang, gak nyangka ya kita udah hampir satu Minggu di sini." kata Dinda sambil bersandar di bahu Afif sebelum mereka menyelam ke alam mimpi."iya, sayang. apa kamu masih betah disini? kalau masih betah mas akan perpanjang waktu kita disini." tanya Afif sambil membelai rambut Dinda."nggaklah, mas. kasian mbak Arumi di rumah sendirian,"degMendengar nama Arumi di sebut, Afif teringat sesuatu bahwa selama mereka di sini, tak sekalipun Afif menghubungi istri pertamanya itu. Ah, dasar pria bodoh! mentang-mentang ada yang baru dia sampai melupakan istri pertamanya itu. Kenapa ia bisa menjadi pria pikun?Afif kini melamun, akankah istrinya itu mau memafkannya? akankah Arumi memahami posisinya? akankah Arumi mau mengerti? ataukah Arumi memang pengertian sehingga wanita itu tak pernah menghubunginya? yah, opsi yang terakh
happy reading✨✨✨Arumi sedang bersiap siap untuk pulang kerumah, setelah melewati perdebatan panjang dengan dokter yang tak mengizinkannya untuk pulang di karenakan kondisinya belum sepenuhnya membaik, dengan keras kepalanya seorang Arumi, akhirnya membuat dokter itu mengalah. Biasanya Andra yang menangani Arumi, tapi untuk hari ini dan seminggu kedepan Andra mendapatkan shift malam, jadi dokter Gani kah yang menggantikan Andra untuk menangani Arumi. Kini Arumi tinggal menunggu mama Ina menjemputnya.Seseorang masuk ke dalam ruangan Arumi, yang ternyata merupakan supir pribadi mama Ina."maaf, nyonya. Nyonya besar tak bisa menjemput anda di karenakan saat jni nyonya besar harus terbang ke Taiwan menemani tuan besar untuk mengurus perusahaan yang ada di sana." jelas si supir."ya, tak apa. Berapa lama mama di sana?""saya kurang tahu nyony
happy reading✨✨✨Setelah selesai dengan perdebatan mereka yang memakan waktu cukup lama, Arumi memilih untuk turun kebawah untuk menyiapkan makan siang karena sekarang sudah waktunya makan siang. Afif mengekor di belakang Arumi.Setibanya di dapur, ternyata disana sudah ada Dinda yang hendak mengeluarkan beberapa bahan masakan yang hendak ia masak untuk makan siang, mungkin Dinda baru saja tiba di sana. Dinda tak menyadari kehadiran Afif dan Arumi."Din," sapa Arumi kepada Dinda yang membuat wanita itu terlonjak kaget."Eh, mbak,""Gak usah tegang gitu, biasa ajah." kata Arumi seolah tak ada apa apa di antara mereka."Ehm, i-iya mbak," jawab Dinda gugup dan berusaha tersenyum."Mau masak, kan?""Iya, mbak,""Ya udah yuk, kit
Happy reading✨✨✨Harap tahan emosi baca part yang ini!!!🤭🤭Tiga bulan sudah Arumi, Afif dan Dinda tinggal dalam satu atap. Merekapun sudah semakin rukun dan tak ada lagi kecanggungan yang tercipta saat mereka berkumpul. Walau masih ada rasa cemburu pada keduanya -- Rumi dan Dinda -- saat Afif bersama salah satu dari mereka, tapi rasa itu tak menyurutkan niat hati untuk berusaha seikhlas mungkin menerima.Arumi masih tetap dengan mengonsumsi obat-obatan untuk menghilangkan rasa sakitnya jika se waktu waktu kambuh. Tak ada yang tahu penyakitnya kecuali dokter Andra, mama Ina dan Maya. Sungguh apik Arumi menyimpan sakitnya dari orang-orang yang tinggal seatap dengannya, ia tak mau membebani suami dan madunya. Arumi ingin menikmati masa masa bahagia bersama mereka tanpa ada beban yang mereka tanggung. Sebenarnya, dokter Andra sudah menyarankan untuk operasi pengangkatan sel kanker, tapi Arumi meno
Happy reading✨✨✨"Bagaimana keadaan anak saya di dalam dok?" tanya Afif begitu antusias."Bayinya sehat pak, buk. Usianya memasuki Minggu ke enam. Untuk ibu hamil pada trimester pertama itu kehamilannya masih rentan, jadi buat ibu Dinda harus banyak istirahat dan jangan mengangkat beban yang berat-berat. Untuk mual muntah sudah hal yang biasa bagi ibu hamil, biasanya itu berlangsung sampai akhir trimester pertama, pada trimester ke dua sudah tak akan mengalami gejala mual muntah.""Terimakasih dok, penjelasannya.""Apa ada yang mau di tanyakan?""Tidak ada dok,""Oke kalau nggak ada, ini saya kasih resep untuk di tebus di apotik ya pak,""Terimakasih dokter, kami permisi,""Sama-sama pak, silahkan,"Afif dan Dinda pun keluar
Hari sudah menjelang malam, dan sudah tiba waktunya untuk makan malam, setelah ia menghabiskan waktunya bersama Dinda dan calon anak mereka, mereka merasa lapar, Dinda yang hendak memasak di larang oleh Afif karena gak mau dia kecapean. Afif hendak menaiki tangga menuju kamarnya dan Arumi, untuk meminta istri pertamanya itu memasak, tapi suara Dinda membuatnya mematung dengan jantung yang berdetak kencang."Mas, bu-bukannya mbak Arumi masih di rumah sakit?"Rasa bersalah kembali menguasai hatinya, sungguh teganya seorang Afif meninggalkan istrinya itu di rumah sakit. Ia sampai melupakan keadaan istrinya yang belum ia ketahui kabarnya. Dari pagi ia melupakan istri pertamanya itu, mengabaikan tanggung jawabnya akibat berita kehamilan Dinda yang membuat ia begitu bahagia dan lupa daratan. Bukan hanya sejam dua jam Afif melupakan Arumi, melainkan Berjam jam yang ia tak mengingat Arumi, ia pun lupa jika sekarang mungkin Arumi be
Simalakama, mungkin itu kata yang cocok untuk menggambarkan perasaan Afif saat ini. Sungguh perasannya bingung harus pilih yang mana? kedua istrinya sama-sama membutuhkan kehadirannya. Jika ia pulang maka Arumi akan sendirian disini dan tentunya Arumi akan semakin terluka dan jika tak pulang tentunya Dinda sangat membutuhkan kehadirannya untuk menghadapi gejala morning sickness pada trimester pertama kehamilan nya. Ia tak mau menyakiti hati kedua wanita yang kini sama sama ia cintai, apa yang harus ia lakukan?Sekian menit ia berfikir, ia menatap punggung Arumi, entah apa yang ia pikirkan sehingga Afif memutuskan keluar dari ruangan Arumi dan melangkah menjauhi ruangan tempat dimana Arumi di rawat.Merasa ada suara pintu di tutup, Arumi yang memang belum tidur membalikkan badannya dan tak mendapati Afif ada di sana."Kamu benar-benar pulang, mas. Ternyata aku memang tak lagi berarti untukmu. Ah,