Bab 69. Luka Batin Seorang Istri Yang Tak Dicinta“Aku udah coba telpon Mas Deva, tapi enggak diangkat. Aku telpon Mama juga udah. Tapi langsung terputus. Sepertinya signal jelek. Aku mau bilang ke mereka kalau Mbak Alisya hilang!” Aisyah berkata dengan hati-hati. Wanita itu khawatir Raja akan panik.“Apa! Hilang? Maksud kamu, tolong yang jelas ngomongnya, Ai! Jangan buat aku bingung! Hilang gimana maksudnya?” cecar Raja terdengar begitu panik. Apa yang Aisyah khawatirkan terjadi juga.“Saat tadi kami lagi ngobrol, Mbak Alisya tiba-tiba teriak ‘Mau apa kalian! Lepaskan! Lepas! Tolong! To ….’ Seperti itu, Mas!” tutur Aisyah tetap tenang. Meski api cemburu makin nyalang membakar.“Astaga! Ada yang menculik Alisya! Sudah kau telpon Mas Deva atau Mama tapi enggak diangkat, gitu?”“Mas Deva yang enggak ngangkat, Mama ngangkat, tapi putus lagi, sepertinya signal jelek!”“Ok, aku ke Medan, ya, Sayang! Aku langsung ke Bandara. Transit ke Jakarta duu pun enggak apa-apa. Yang penting a
Bab 70. Alisya Di Sarang Penyamun“Bu Alisya? Ada apa dengan Bu Alisya?” tanya Sonya pura-pura belum tahu.“Bu Alisya tiba-tiba manghilang dari dalam mobil, ponselnya tertinggal di atas jok masih dalam keadaan menyala dan tersambung dengan Bu Aisyah. Tolong, Mbak! Beritahu di mana Pak Deva?” urai anggota Deva makin tak tenang.“Pak Dirut sedang ada tamu. Tolong jangan diganggu! Bu Alisya tak mungkin ke mana-mana!” sergah Sonya tegas.“Di mana Pak Deva bersama tamunya! Katakan di restoran mana? Atau di café mana! Tolong cepat beritahu, Mbak! Ini darurat! Tapi, kalau Pak Deva keluar dari kantor ini, tak mungkin kamu tak tahu. Kami selalu siaga di bawah. Beliau pasti masih berada di dalam kantor ini. Tolong katakan di ruangan mana!” cecar pria itu lagi.“Kami enggak tau! Yang jelas dia enggak ada di dalam ruangannya! Kalau enggak percaya liat aja sendiri!” ketus Sonya menunjuk pintu ruangan Deva yang tertutup rapat.“Baik, kami akan obrak-abrik seluruh ruangan di kantor ini!” Kedua pr
Bab 71. Pria Yang Berjuang Menyelamatkan AlisyaFlass BackPOV FajarFajar tengah termenung di dalam mobil milik majikannya, di areal parkir gedung perkantoran di mana kantor Deva berada. Bayangan wajah Alisya kembali memenuhi pikiran. Wajah cantik, lembut, dan begitu elegan. Makin ditatap makin sulit dilupakan.Seolah-olah ada magnet di sana. Siapapun yang menatap tak pernah bisa lagi berpaling. Mata yang teduh itu bak sebuah telaga. Betapa Fajar ingin tenggelam saja di dalamnya. Kulit Alisya yang eksotis, membuat pikiran melayang ke mana-mana. Ada yang berdesir di dalam dada, bisikkan ingin yang menggelora.Tubuh Fajar bergetar, aliran darah tiba-tiba tak normal. Detak jantung bertalu, menghentak tak karuan. Itu membuatnya semakin tak tenang. Angan semakin liar, hati tak mampu lagi mencegah. Pikiran tak mampu lagi dikontrol.Ada bagian tubuhnya yang tiba-tiba menegang.“Alisya, aku menginginkanmu! Aku ingin sekali, Sayang! Aku ingin kita melebur menjadi satu!”Pria itu memejamkan m
Bab 72. Benda Dingin dan Tajam Menempel di Dada Alisya“Alisya!” gumam Fajar langsung berlari ke dalam mobilnya, segera tancap gas mengejar mobil Van di depannya.Tangan kirinya meraih ponsel di dalam saku celana. Semetara tangan kanan mengendalikan stir mobil. Ponselnya sudah menyala, dia harus menelpon Deva. Meminta suami sah Alisya itu untuk mengirimkan bantuan dengan segera. Saat telunjuknya hendak menekan symbol telepon, niat itu urung seketika. Pikirannya bercabang dua. Buat apa dia melapor dan meminta bantuan Deva? Begitu anak buahnya datang, maka tak akan ada lagi kesempatan baginya untuk bersama Alisya.Bukankah ini kesempatan langka? Dia bisa meraih simpati Alisya lagi dengan cara ini. Dia juga punya kesempatan untuk berdekatan dengan wanita itu setelah dia menyelamatkannya nanti. Fajar menguatkan tekat. Dia harus bisa menyelamatkan Alisya, sendirian.Pria itu lalu mencari nomor Intan.“Tan, aku gak bisa jemput Rena, tolong kamu saja yang jemput, ya!” titahnya pada s
Bab 73. Umpan Fajar Kena Sasaran“Ok, kamu sudah tenang? Baik, kita mulai, ya!” gumam Leo menyeringai seraya mulai membuka kedua paha Alisya. Betapa miliknya sudah tak sabar, ingin cepat cepat menancap di sana.“Ini luar biasa, Alisya! Kau membuatku mabuk!” Leo mulai ngaracu, jemarinya menyibak kain segitiga yang di kenakan Alisya. “Sesaat lagi, ya, sesaat lagi, Cantik! Ini dia. Astaga, indah sekali!”Buug!“Aaaauw! Apa ini?” Leo tiba-tiba ambruk menimpa tubuh Alisya.“Bangun, Alisya! Cepat bangun!”“Mas Fajar?”“Ya, cepat bangun!”Fajar berusaha mendorong tubuh gempal yang menindih tubuh Alisya. Pria yang sudah setengah telanjang itu dia dorong ke sudut tempat tidur. Alisya lepas dari kungkungan pria yang hampir saja memperkosanya itu.“Lari! Cepat lari, Alisya!” perintah Fajar lagi.Alisya segera merapikan gaunnya yang sudah acak-acakan. Lalu berlari keluar dari ruangan pengap itu.“Kau? Sia … pa?” Leo masih sempat bergumam. Tangannya berusaha meraih belati yang tadi sempat l
Bab 74. Alisya dan Rena di Kontrakan FajarMobil Mawar yang dikemudikan Fajar menepi di depan kontrakan. Rena, segera berlari keluar menyambutnya. Namun, langkah gadis kecil itu segera surut ke belakang saat melihat Alisya juga datang.“Enggak mau pulang, Mama! Rena mau di sini saja!” teriaknya langsung berlari kembali masuk ke dalam. Dia bahkan langsung ke kamar belakang, menguncinya dari dalam.“Sabar, ya! Ayo masuk, dekati dia pelan-pelan!” ucap Fajar memberi semangat pada Alisya. Wanita itu mengangguk lalu berjalan masuk diringi Fajar.“Kak Alisya!” Intan menyambutnya di ambang pintu. “Kirain kenapa Rena teriak, rupanya karena ada Kakak. Tapi, kok, bisa bareng Mas Fajar?” tanyanya penasaran.“Enggak apa-apa, Tan. Maaf, boleh aku masuk? Aku mau ketemu Rena.”“Boleh, dong, Kak! Dia berlari ke kamar Mas Fajar, di belakang.”Alisya melanjutkan langkah. “Kak, Mama sakit, kalau Kakak tidak keberatan, nanti temui Mama di kamar sebentar, ya! Dia akan sangat senang kalau Kakak sudi menje
Bab 75. Perintah Deva Untuk Melenyapkan FajarAlisya tergidik. Wajah Deva tampak makin ketat dengan rahang mengeras. Pria itu mendekat ke arahnya, lalu mencengkram bahu Alisya dengan kencang.“Jadi, kau sengaja menghilang dan bersembunyi di sini, Alisya?” tanyanya penuh tekanan.“Mas,” gumam Alisya menahan sakit di kedua bahu. “Ini sakit, Mas! Lepas!” lirihnya mencoba melepas cengkraman tangan kekar Deva.Joni segera mendekati Intan. “Tolong bawa Non Rena keluar, Mbak! Saya akan membujuk Pak Deva agar tidak emosi,” bisik pria itu di dekat telinga Intan.Gadis itu sempat terkejut, merasa geli karena kumis tipis sang pimpinan bodyguard Deva itu menyapu lembut daun telinganya. Sontak gadis itu menoleh. Gerakan yang repleks itu membuat wajah mereka beradu. Pipi Intan menempel di pipi Joni tanpa disengaja.“Eh, maaf!” ucap Joni langsung menundukkan kepala. Tampang seramnya melunak seketika.“Em, gak apa-apa,” sahut Intan sama gugupnya. Wajah manis itu merona, ada perasaan tak ka
Bab 76. Berpisah Tanpa TalakDeva menatap nanar wajah Alisya. Wajah jelita itu tak lagi ciptakan damai di relung kalbu. Yang ada sekarang adalah sakit di relung kalbu. Bayangan Alisya telah menghilang selama sekian jam, menciptakan prasangka yang begitu menyesakkan peria itu.Kenyataan bahwa Alisya dia temukan di kamar milik Fajar sungguh suatu pukulan yang luar biasa dasyat baginya. Entah apa yang telah terjadi selama beberapa jam itu. Entah apa yang telah mereka perbuat di kamar sempit ini, atau di tempat lain yang tak ada orang tau.Bayangan saat Fajar menyentuh pipi Alisya waktu itu kini berseliweran lagi, ciptakan siluet-siluet liar yang makin tak terkontrol di kepala. Ribuan godam bagai berlomba menghantam kepala. Alisya pasti telah dijamah, Fajar telah memuaskannya, Fajar telah menikmati tibuh indah mantan istri. Wanita yang begitu mengairahkan bagi pria mana saja yang menatapnya.Alisya … kau kotor! Kau … murahan … kau … pelacur …!Kaliamat kesalitan itu berseliweran di gen