BAB : 70Perdebatan dan ambisi di tengah rencana pernikahan.***POV RANGGA"Tolong jangan nekat, Bu. Ibu mau menggadaikan sertifikat rumah ini demi ambisi Ibu. Aku tak setuju! Ibu tahu, kalau Bude Gina mengetahui rencana Ibu pasti akan marah! Ibu lupa, bagaimana perjuangan Bude Gina dulu demi untuk mengusahakan agar rumah ini tak sampai terjual. Dan sekarang dengan gampangnya Ibu melepaskan rumah ini!" ucapku tak terima dengan keputusan Ibu. Gila aja, menggadaikan sertifikat rumah demi untuk acara pernikahan. Ini adalah hal tergila yang pernah kutemui di dunia ini. "Ibu tahu, aku di kantor juga mendapat masalah. Sekarang ini aku bukanlah Rangga yang dulu, Bu. Gajiku kecil, tak sebesar kemarin ketika jabatanku masih bagus. Bonus yang Ibu tunggu-tunggu pun, lenyap karena sudah mendapat SP3 di kantor. Dan kini, Ibu mau menambah masalah lagi?" ujarku akhirnya. Tadinya aku tak mau mengatakan masalah ini pada Ibu. Namun kenekatan Ibu sudah keterlaluan, sehingga membuatku terpaksa mengatak
Bab : 71Tinggal menghitung hariPOV AUTHORDi sebuah tempat sederhana yang menampilkan beberapa menu di dalamnya, nampak dua orang tengah menikmati makan siang dengan lahapnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ranti dan Rosa. Saat ini mereka tengah beristirahat di tempat makan yang tak jauh dari rumah. Setelah berkeliling mencari keperluan yang akan digunakan untuk pesta pernikahan sang anak lanangnya, Ranti mengajak Rosa untuk mengisi perutnya yang keroncongan dan memilih menu mie ayam yang berada di dekat rumah mereka. Tentu saja karena harganya yang lumayan terjangkau. Karena untuk saat ini, uang Ranti pun sudah semakin menipis."Nyewa dekor, udah. Pesan catering juga udah. Ibu puas, dekor dan cateringnya mewah banget. Tinggal kita sebar undangan ke para tetangga!" Bu Ranti terlihat sumringah, sedangkan Rosa sendiri menghela nafasnya sejenak. Terlihat dari raut wajahnya, masih ada sesuatu yang mengganjal."Tapi, Bu, masalahnya uang sama sekali belum di tangan. Apa Ibu gak takut, kalau
BAB : 72Harapan dan impian demi pernikahan mewah.***"Ibu nyebar undangannya gimana? Apa perlu kita ke percetakan dulu, Bu, tapi waktunya tak cukup jika harus ke percetakan mengurus undangan?" tanya Rosa merebahkan badan sejenak di sofa ruang tengah setelah pulang bersama sang Ibu. Kini mereka beristirahat sambil menonton TV dengan sinetron favoritnya."Tidak perlu, nanti Ibu kirim lewat WhatsApp aja di beberapa grub. Grub Ibu banyak, nanti Ibu pastikan mereka semua hadir di pesta mewah kita!" ujar Ranti bersemangat lalu mengambil gawainya yang sedari tadi tergeletak di meja."Ide bagus, Bu!" sahut Rosa senang dengan mengacungkan jempolnya.Rosa pun juga tak sabar ingin jeprat-jepret di ponselnya ketika acara berlangsung nanti, karena yang dipilih Rosa bukan MUA abal-abal yang biasa digunakan di tempatnya. Jelas memilih yang mahal, karena Rosa dan Ranti pun ingin kelihatan cantik dan berkelas di acaranya nanti.Ranti tengah merangkai kata untuk membuat undangan yang akan dikirimkan
Bab : 73Rencana AndiraPOV ANDIRA"Kamu gak pulang dulu, Yul? Mamamu lagi sakit lo, gak kamu tungguin di rumah sakit, malah nginep disini!" ujar Bu Lestari pada Yulia."Iya, Tante, ada Papa di sana jadi nggak khawatir lagi. Yulia hanya butuh ketenangan disini sejenak, Tante, agar hati Yulia bisa tenang setelah dari sini nanti!" Kilah Yulia dengan melirik orang di sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Mas Alan.Ya, beginilah pagiku sekarang. Setelah menyiapkan sarapan, aku terpaksa duduk berada diantara mereka disini. Yulia yang dengan terang-terangan menunjukkan rasa sukanya pada Mas Alan, membuatku malu sendiri berada disampingnya. Ingin rasanya pergi ke kamar agar tak melihat mereka, namun rasa tak enak pada Bu Lestari menggerogoti hati. Bagaimana jika beliau nanti menanyakan aku?"Sini sama Tante saja sayang, biar Tante yang nyuapin Riana!" ujar Yulia berusaha merayu Riana."Gak mau! Riana maunya sama Bunda aja!" ujar Riana dengan memelukku erat. Aku yang terharu dengan perlakuannya
Bab : 74Kalian memang cocok, Mas.POV ANDIRATok tok tok!"Andira, tolong buka pintunya An! Ada yang ingin saya bicarakan denganmu!" Aku tersentak ketika ada yang mengetuk pintu kamar. Dan terdengar jelas bahwa itu adalah suara Mas Alan. Ada apa malam-malam begini Mas Alan memanggilku? Biarlah, biar saja seperti ini. Sudah dua hari semenjak kedatangan Yulia kesini aku mulai menjaga jarak dengan Mas Alan. Ya, sudah kuputuskan bahwa mulai sekarang aku akan menghindarinya pelan-pelan. "Andira, tolonglah! Aku tahu kamu belum tidur didalam. Izinkan aku masuk sebentar!" Seru Mas Alan dari luar.Aku masih bergeming memandangi bintang yang berkelip dari jendela. Membiarkan Mas Alan yang masih terus ingin berbicara denganku. Memangnya apa yang akan dibicarakan? Kejelasan hubungannya dengan Yulia? Sepertinya itu tak perlu. Atau ada hal lain yang ingin dibicarakan denganku? Terserahlah Mas, mungkin lebih baik kita seperti ini. Aku menghembuskan nafas panjang berulang-ulang. Entah kenapa hati
BAB : 75Benarkah ucapanmu, Mas?***"Tapi sayangnya, saya bohong Andira!" Mas Alan lagi-lagi mencekal tanganku saat aku beranjak untuk meninggalkannya sendirian. Ingin kutepis, tapi genggaman jarinya terlalu erat. Ya Allah, kalau sudah begini aku harus gimana?"Sudah kubilang dari awal, kalau ada hati yang harus kujaga Andira. Tak mungkin aku melakukan itu, apalagi di depanmu. Tapi saya suka kamu cemburu!" "Udahlah, Mas, tak perlu ada yang dibahas di antara kita!" Aku menghempaskan tangannya kasar, lalu pergi meninggalkannya. "Tapi saya suka sama kamu, Andira!" Aku mematung sejenak mendengar ucapan Mas Alan, lalu menoleh ke arahnya dengan tatapan nanar. Apa katanya tadi? Tapi mengingat nama Renata, aku kembali melangkah meninggalkan Mas Alan yang masih mematung. "Andira Dilbara!" Mas Alan berteriak memanggilku, namun aku tak memperdulikannya. Tak mungkin Mas Alan semudah itu menyukaiku, sedangkan aku tahu persis bagaimana rasa cintanya pada mendiang istrinya. Apalagi kami belum l
Bab : 76Susahnya mendapat izin untuk pergi.***"Pernikahan suamimu? Maksudmu, suamimu mau menikah lagi? Dan kamu dandan secantik ini untuk menghadiri pernikahan suamimu? Tidak, Andira! Saya tidak mengizinkan!" ucap Mas Alan tegas. Dan perkataannya cukup membuat mataku membulat. Apa maksudnya, kenapa Mas Alan melarangku datang? Menyebalkan!"Kamu tidak boleh pergi sendirian Andira, terlalu berbahaya. Kamu lupa bagaimana mereka semua memperlakukanmu?" Seru Mas Alan bernada tinggi. Sejenak, rasa trenyuh menghinggapi diri mendengar ucapannya. Ternyata Mas Alan sangat mengkhawatirkan aku. "Tapi saya harus datang, Mas! Saya sudah ada janji dengan Mbak Winda!" seruku. Aku pun bingung bagaimana untuk menjelaskan pada Mas Alan yang memang sebelumnya tak mengetahui sama sekali ini."Kenapa harus? Kamu mau menggagalkan pernikahan suamimu, agar kalian bisa bersama lagi, begitu? Lalu untuk apa kamu mengurus surat cerai, kalau kenyataannya masih mengharapkan Rangga? Kalau itu memang kemauanmu,
BAB : 77Acara Pernikahan Suamiku.***Aku tak berani memandang wajah Bu Lestari. Calon istri? Mana mungkin aku berpikiran sejauh itu? Mas Alan terlalu tinggi untukku, dan aku cukup tahu diri dengan statusku. Jelas, kami berbeda."Itu tidak benar, Bu!" ucapku masih menunduk. Semoga saja Bu Lestari percaya padaku, karena aku sendiri juga takut jika beliau berpikir negatif tentangku."Andira, siapapun yang menjadi pilihan Alan nanti, Ibu tak akan mencampurinya. Ibu percaya Alan pun pasti akan mempertimbangkan semuanya sebelum memilih pendamping hidupnya. Termasuk kamu, Andira!" ucapnya dengan menggenggam tanganku.Rasanya sangat terharu mendengar ucapan Bu Lestari. Sungguh, bijaksana sekali pemikirannya. Aku yang tadinya khawatir dengan pertanyaannya, justru malah dibuat terharu olehnya. "Oke Andira, tunggu sampai Dilan datang. Setelah itu barulah kamu boleh pergi!" ucap Mas Alan yang tiba-tiba berada di depanku. Aku tak menyahuti titahnya yang tak bisa dibantah tersebut."Saya berangk