Share

Bab 5

Sampailah aku di rumah,

"Mas, apa nggak sebaiknya aku di rumahmu aja?" Ucapku sembari menatap Mas Ramdan.

"Nggak Ris, aku nggak mau bikin Zahra risih, sejak ucapan mertuaku waktu itu, Zahra selalu mewanti-wanti aku agar tak tergelincir denganmu. Kalau aku membawamu sekarang pikiran Zahra akan kacau," ucap Mas Ramdan menjalankan.

"Tapi kalau Zahra tau kamu tidur di sini, dia akan menuduh yang tidak-tidak," ucapku.

"Jangan ceritakan tentang malam ini padanya, lagi pula ... Aku sudah izin lembur, " ucap Mas Ramdan kemudian turun lebih dulu.

•••

Mas Ramdan merebahkan diri di sofa, dan menyuruhku agar segera masuk kamar.

"Jangan lupa kunci kamarnya ya Ris, takutnya ada syetan yang tiba-tiba berkelebat," ucap Mas Ramdan sembari memejamkan mata.

"Aku buatin minuman dulu ya mas,'" tawarku pada mas Ramdan.

"Nggak usah," ucap mas Ramdan dengan tangan yang menindih matanya.

Sekalipun mas Ramdan menolak, aku tetap membuatkan minuman untuknya. Karena inilah inti dari rencanaku.

Setelah teh hangat siap disajikan, kurogoh obat perangsang yang sudah kusiapkan dalam saku baju.

"Mas jangan tidur dulu!" ucapku sembari menaruh teh yang tak lagi murni.

Mas Ramdan pun membuka matanya.

"Loh, kan aku udah bilang nggak usah Ris," ucap Mas Ramdan.

"Minum aja mas, masa iya tamu nggak dikasih minum," ucapku membujuk masa Ramdan.

Teguk demi teguk pun mulai terminum oleh mas Ramdan. Setelah teh sudah habis tak tersisa aku pun mencari topik perangsang untuk mengoptimalkan reaksi dari minuman yang ku beri.

"Emmm, malem-malem gini dingin ya mas," ucapku sembari menggosok tangan ke lengan yang tak berlapis.

Mas Ramdan menengok ke arahku.

"Butuh kehangatan," ucapku lagi, sembari melempar senyum nakal.

"Ha??" mas Ramdan menatapku dengan jakun yang naik turun.

Aku pun beranjak mengambil gelasnya yang kosong dengan membungkuk, membuat Mas Ramdan membelalak melihat bagian dadaku yang menampakkan sesuatu.

"Ris?" Panggil Mas Ramdan Dengan peluh yang sudah membanjiri pelipisnya.

"Yess obatnya bereaksi," seruku dalam hati.

Tanpa ragu akan ditolak, aku pun segera berpangku pada Mas Ramdan, melakukan gerakan yang meruntuhkan pertahanan Mas Ramdan.

Detik selanjutnya mas Ramdan masuk dalam perangkap yang kurencanakan.

•••

Kupandangi wajah mas Ramdan yang masih merajut mimpi, sedang tangannya bertengger manis di perut polosku. Ingatanku pun kembali pada tadi malam saat ia mereguk madu dalam tubuhku.

Tak ada penyesalan, karena setiap sebab ada akibat. Masih kuingat jelas cara ibu Zahra menatapku kala itu, seolah aku wanita rendah yang dinilai nista.

Biar saja dia menuai apa yang dia ucapkan.

Perihal Zahra, kurasa dia cukup bahagia selama ini. Memiliki Mas Ramdan selama lima tahun dan bergelimang kekayaan. Apa salahnya jika dia berbagi suka denganku, toh aku adalah sahabatnya.

Lagi pula Zahra buka wanita sempurna, hingga detik ini ia tak bisa memberi putra untuk Mas Ramdan.

"Mas! Mas bangun! Apa yang sudah kita lakukan! " Teriakku histeris.

Mas Ramdan mengerjap, dia mencoba mengembalikan kesadarannya .

"Astaghfirullah..!" Serunya.

"Cihh kalau sudah terjadi astaghfirullah, dari tadi malem ke mana aja!" Dengusku dalam hati.

"Mas, kita telah melakukan kesalahan! Hiks hiks!" Ucapku seolah frustasi.

Ku pegang erat selimut yang membungkus tubuhku, sedang air mata tak kubiarkan berhenti agar mas Ramdan bersimpati.

"Bagaimana dengan nasibku mas!" Racauku.

Mas Ramdan menjambak rambutnya frustasi. Tanpa dia jelaskan, aku tahu dia menyesal.

"Riska!! Mengapa jadi begini?? Mengapa biasa aku hilang kendali!" Teriak Mas Ramdan.

"Mana aku tahu mas? Kau memaksaku dan aku yang lemah tentu saja tak bisa menolakmu," ucapku berkelit.

"Tapi semalam kau dulu yang berpangku padaku," ucap Mas Ramdan.

Aku mendengus, bisa bisanya dia ingat apa yang kulakukan, padahal kata penjual obat itu, Ramdan hanya akan ingat tentang kejadian inti.

"Apa katamu?? Kamu yang narik aku mas! Kamu pikir aku jalang yang menggodamu!" Ucapku mencoba mengacau ingatannya.

"Tapi..."

"Kamu jahat mas! Aku meminta tolong untuk selamat dari penjahat, tapi malah kami yang merenggut menjahatiku! Kalau saja kita nginep di rumahmu pasti nggak bakal kejadian kayak gini!!" teriakku dengan isakan yang mengiringi .

Mas Ramdan pun terdiam dia menatapku dengan bingung.

''Di sini tuh yang dirugikan aku! Yang hilang keperawanan itu aku! Karana kamu, aku nggak punya masa depan Mas!! hik hiks!" Aku menangis sejadi jadinya.

"Ris.. udah jangan nangis, " ucap mas Ramdan seraya mengelus lenganku yang masih tak berbaju.

Ku tepis tangannya agar ia tak curiga.

"Sekarang aku baru tahu Mas, kalau semua laki laki itu brengsek! Bahkan kamu yang kunilai orang baik ternyata tega padaku!" 

Mas Ramdan menarikku ke pelukannya.

"Jangan nangis, maafkan aku, bahkan aku sendiri juga tak mau seperti ini," ucapnya.

"Aku sudah berhianat pada Zahra," Sambung Mas Ramdan.

Tes.

Kurasakan air mata Mas Ramdan yang jatuh di puncak kepalaku. Ternyata rasa cintanya pada Zahra begitu besar.

"Lalu bagaimana dengan masa depanku mas?" Ucapku menunutut perbuatanya.

"Aku akan menikahimu."

Degg

"Tapi kumohon rahasiakan dari Zahra. Sungguh, aku mencintainya, aku tak ingin menyakiti dirinya," Ucapnya.

Kudorong tubuhnya dariku.

Mas Ramdan Sangat Mengesalkan. Bagaimana bisa dia mengatakan cintanya pada Zahra saat akan menikahiku.

"Kau mencintainya tapi menodaiku!" seruku sediki tak terima.

Mas Ramdan tak menyahut, dia memijat pelipis dengan menghembuskan nafas panjang berkali-kali.

Aku pun turun dari ranjang, berniat membersihkan diri lebih dulu. Meninggalkan Mas Ramdan yang masih meratapi apa yang sudah terjadi.

Setelah selesai mandi, aku keluar dengan jubah handuk yang melilit tubuh indahku.

"Mandilah dulu Mas, aku akan membuat sarapan untukmu," ucapku sembari mengambil baju ganti dalam lemari.

Mas Ramdan tak membantah dia beranjak dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi.

•••

"Jadi kapan kau akan menikahiku Mas?" tanyaku sembari menyendok nasi ke dalam mulut.

"Berjanjilah dulu untuk menutupinya dari Zahra," sahut Mas Ramdan.

Aku mengangguk setuju.

"InsyaAllah nanti sore," ucap Mas Ramdan kemudian.

Aku bersorak dalam hati. Masa lajangku akan berganti. Sebentar lagi aku akan menjadi seorang istri.

Dan Zahra, dia akan menjadi maduku nanti. Liat saja siapa yang lebih baik untuk Mas Ramdan ... dia atau aku.

"Kamu mau minta mahar apa?" tanya Mas Ramdan sembari meneguk air putih.

"Emmm... apa aja deh Mas," sahutku.

Ingin rasanya aku meminta uang yang banyak, tapi aku takut jika Mas Ramdan akan berubah pikiran.

"Kamu tiap harinya sholat nggak?" tanya Mas Ramdan.

Aku menggeleng. Aku bukan lulusan pesantren dan lagi aku tak punya orang tua sedari kecil. Jadi aku tak mengerti seluk beluk agama. Karena itu hidupku bebas tanpa kekangan apapun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status