Vero melihat kanan dan kiri. Seperti Dora the Explorer, Vero tampaknya butuh Booths dan juga peta untuk menemukan sang istri. "Jadi kemana kita selanjutnya?!" Ujar Vero bermonolog. "Katakan peta.." Anjir gue kayak orang gila!- batinnya mengomentari aksinya sendiri. Vero membuka ruang rapat Stefany, tapi wanita yang teramat ia cintai itu tidak duduk rapi di singgasananya. "Ada yang tahu bini gue kemana?!" Heran Vero. Licin sekali perasaan seperti belut. "Cari lo tadi katanya.." Kenapa jadi mirip film India. Vero nggak habis thinking. Masa dia perlu sewa detektif hanya untuk mencari Stefany yang hilang di kampus sih.. Apa kata dunia nanti. "Telepon aja.. Bawa HP dia.." Wey.. Kenawhy gue nggak kepikiran, Combro!, "Thanks sarannya. Gue dukung lo kalau mau naek. Tenang! Promo sama konsumsi gue yang tanggung pas kampanye.." ujar Vero menyejukan hati sosok yang baru saja memberikan saran padanya. Alvero Husodo memang terkenal sangat royal. Tentu tidak pada semua manusia
“Mau kemana lo Ver?” tanya Justine. “Balik!” jawab Vero ketus sambil merogoh saku celananya. Ada yang aneh.. Vero seakan tak menemukan kotak persegi panjang ajaib yang biasa ia gunakan untuk membuka pintu mobil. Kantong celananya kosong. Tubuhnya juga ringan. “Just gue ngampus bawa tas kagak sih?” jujur saja, Vero lupa. Tangannya menggapai-gapai bagian belakang. Kosong.. “Mana gue tahu, Vero!” hardik Justine. Dipikir dirinya ini babysitter Vero yang menyiapkan keperluan anak itu dari pagi sampai malam. “Emang lo pernah bawa ya?” selidik Justine. “Gue mahasiswa rajin, Egeb!” Dusta! Banyaknya tingkat semester yang mereka ambil sudah menjadi bukti yang tidak bisa diganggu gugat keberadaannya. Namanya juga penggagas hina dina, jadi maklum saja kalau Vero sedikit halu. “Oh My GOD!” jerit Vero, keras. Suaranya bahkan sampai membuat seluruh anak yang berlalu lalang melihat dirinya dan Justine. “Ada di ruang rapat bini gue, Tin-Tin! Ah Jas-Just! Gue nggak berani!” rengek Vero. Justine
"Emang lo bisa hidup tanpa Stefany?!"Vero menatap Justine. Perasaan ragu menyelimuti dirinya pemuda itu. Pertanyaannya, apa ia bisa?! - Vero tak yakin mampu.Usia pernikahan mereka memang baru seumur jagung. Vero akui itu. Kebersamaan dengan Stefany pun berlangsung sangat singkat.Tapi tidak dengan perasaannya..Sudah lama Vero memendam hati. Mengagumi Stefany tanpa alasan, pasti. Diam-diam mengamati gadis pujaan hatinya. Jantungnya berdetak cepat setiap kali harus berdekatan dengan Stefany. Semua yang ada dalam diri wanita itu, Vero menyukainya- termasuk sikap kasarnya.Dulu Stefany belum menjadi wanita tulen. Ia-lah yang mendapat kesempatan emas tersebut. Tapi semakin kesini, nyatanya semua terasa melelahkan."Jangan mutusin sesuatu disaat hati lo panas, Ver," tadinya Justine ingin menjadi setan, menyesatkan Vero agar salah langkah. Namun Justine tak tega. Ia tahu rasanya hilang arah. Ditinggalkan sosok yang dibutuhka
“Sembarangan!” Stefany melayangkan tabokan maut sampai-sampai tubuh Juniornya terhuyung. “Udah gue kejar dulu. Suka aneh emang itu bocah!” ujar Stefany. Kabar menikahnya Vero dan Stefany memang telah menyebar ke seantero penjuru universitas. Banyak gadis menyayangkan pilihan Vero meski Stefany termasuk dalam kategori bukan sosok sembarangan. Gelarnya sebagai Ketua BEM tentu menjadi bahan pertimbangan untuk tidak melakukan bulian. Sebagian orang masih mencoba menahan diri mereka. Stefany dinilai tetap tidak layak mendampingi sang pangeran. “Stef... Woi.. Sini dulu,” panggil Justine sembari melambai-lambaikan tangan. “Bayarin ini tolong. Laki lo tadi yang beliin, malah kabur dia..” melas Justine baru teringat jika ia tidak memiliki uang untuk membayar soto mereka. “Dih.. Miskin lo Justine!” Mata Justine membulat. Stefany memang kasar- Justine tahu sendiri itu, tapi wanita yang dihamili oleh sahabatnya tak pernah berperilaku tak sopan padanya. ‘Baru nikah aja kelakuan Vero uda
“Ciee punya temen baru sekarang..” Ledek Stefany. Ia melirik Vero, memasang tampang menghina karena selama ini Vero selalu cemburu tidak beralasan, menargetkan Mischa sebagai objek kekesalannya. Stefany cukup terkejut. Suami dan mantan kekasihnya mengobrol layaknya kerabat lama, saling bertukar informasi. Yah walaupun sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai wawancara, karena bersumberkan satu pihak saja. Sayangnya, apa yang mereka bahas sungguh tidak penting menurut Stefany. “Sabi ya Ver, kalau kita nongkrong bertiga nanti.” Pancing Stefany, “kan udah temenan.” Alisnya bergerak naik turun, menggoda Vero. Stefany tahu benar bagaimana perangai anak itu. Vero pasti berkilah. “Nga-awur!” Vero gelagapan. Tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan. Vero tampak tak tenang, meski tangannya tetap setia bertengger di atas roda kemudi. “Siapa juga yang sohiban sama Mischa. Ngarang! Dia mantan kamu!” ketus Vero. Nggak like banget rasanya denger, kalau dia dicomblang-comblangin sama masa l
Bruk!! Stefany terduduk di sofa belakangnya, sedang mertuanya yang cantik terjatuh di atas karpet setelah bergerak slow motion untuk mengais rokok. “Aaak Mommy!” jerit Vero super alay. Pria itu berlari menuju tempat kejadian perkara. Melakukan cek dan ricek kondisi madam, “for goodness sake, Mom! Patah tulang nggak?!” Ia mencoba mengangkat tangan mamanya. “Vero! Abang!” pekik Mellia kesakitan, “jangan cengkiwing, Mommy. Sakit!” hardiknya membuat Vero kembali melepaskan cekalan tangannya tanpa pikir panjang. “Anak durhaka!” “I’m shocked!” lirih Vero sembari menatap Stefany, “what is ceng.. Apa tadi?!” tanya Vero. Wajah menyebalkannya semakin mengundang orang lain untuk melayangkan pukulan maut. “Keteng-keteng,” sahut Stefany menjelaskan arti kata yang Vero tak mengerti maksudnya. Entah darimana ibu mertuanya mengetahui salah satu bahasa yang biasa digunakan orang jawa itu, ia juga sama kagetnya seperti Vero. “Owh!” reaksi yang sungguh di luar dugaan. “Vero nggak like, but it’s
Akrobat yang Vero lakukan sukses membuat calon penerus tahta Husodo itu tampak seperti mumi. Tangan dan kakinya terlilit perban, begitu juga dengan kepala berbalut plester. Perbedaan mereka hanya terletak pada ajal yang tak kunjung menjemput Vero.Hiks!Vero trauma. Seumur hidupnya ia tidak akan sudi lagi menaiki kursi roda. Ia lebih baik ngesot, mengepel lantai untuk sampai ke tempat tujuan."Mommy Abang pengen kencing." Sial!Rahangnya terasa kaku dan sulit dibuka. Vero ingin menangis, tapi ia malu. Stefany sedari tadi memandangnya dengan pandangan mencemooh. Keaktifannya berbuah celaka. Niat menyelamatkan sang mommy, ia justru menganiaya dirinya sendiri. Untung tidak disapa para malaikat di alam baka.Mellia mendekat, membawa pot urinal yang dirinya ambil dari kamar mandi. “Mommy pegang,” belum selesai kalimat Mellia terangkai, Vero berteriak. “No Mommy!” sela Vero.Horor!Otaknya mendadak traveling ke alam lain. Vero tidak mau mempermalukan dirinya sendiri dihadapan Stefany. Bi
“Ih gatel banget sih kamu, Val. Bisa-bisanya kamu mandang Justine kayak gitu. Dia udah ninggalin kamu! Sadar dong!”“Mommy apa sih! Stef nggak gitu ya. Biasa aja padahal. Udah lama move on juga Mommy!”Stefany meringis. Keputusannya merayu Clara agar membawanya jalan-jalan sepertinya tidak tepat. Mereka tak mendapati tumbuhan hijau, apalagi laki-laki tampan penggoda iman, melainkan omelan Mellia Husodo terhadap putri tercintanya.Masih segar dalam ingatan Stefany cerita yang menyeret Vallery, Justine dan Clara. Sebuah kisah usang dua sejoli yang harus terpisah berkat hamilnya orang ketiga. Drama tersebut sempat hangat diperbincangkan.Clara- sosok yang tengah memegangi tiang infusnya pernah menduduki peringkat tertinggi wanita yang paling dibenci oleh seluruh penghuni Maesaty University. Clara dituding melemparkan dirinya pada Justine. Banyak desas-desus kejam berseliweran untuk mematikan nama baik penerus Dirgantara itu.Clara si gadis kurang pergaulan. Ia terkenal akan ambisinya men