Vero menggaruk kulit rambut di depan telinganya. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa ketika tanpa sebuah pemberitahuan Mischa menerobos masuk ke dalam kamarnya. Beruntung ia dan Stefany tidak sedang mencicil pembuatan penerus klub kesebelasan baru. Istri cantiknya itu masih palang merah internasional. Dapat dijamah namun tak bisa dirasakan kelembabannya.
Ngomong-ngomong soal penyusup kurang ajar yang memasuki kamarnya tanpa tata cara berkunjung dengan baik dan benar, laki-laki itu bertingkah aneh sekali.
Menurut Vero..
Stefany tak dapat memberikan penilaian karena wanita cantik kesayangan Vero tersebut tengah dibuai mimpi indah disiang bolong. Efek memiliki pasukan kembar membuatnya mudah terserang virus lelah yang tak berkesudahan.
“Ini belom lebaran Mis.. Ngapain pake sungkem segala?” Kalaupun masa kejayaan Umat Islam itu sudah hadir sekalipun, rasanya terlalu berlebihan jika Mischa sampai berlutut dibawah kakinya.
Wa
Berita dicabutnya cuti tak terhormat penerus yang menjabat sebagai Wakil Direktur Husodo sudah diterima cukup baik oleh para karyawan perusahaan tersebut. Sebenarnya ada atau tidaknya pria itu, tak menjadi polemik di tubuh kantor berlantai dua lima belas tersebut.Sosoknya mungkin kerap memenangkan beberapa tender kelas kakap, namun kehadirannya tak banyak berpengaruh pada bawahannya. Maka untuk itu, Karyawan Husodo bersikap anyep dengan kabar tersebut. Hanya satu orang saja dengan status pegawai buangan baru yang menanti-nanti kedatangan si sulung.Siapa lagi jika bukan mantan asisten pribadinya— Mischa. Pria itu bersikeras tetap datang ke kantor meski ultimatum pemecatannya telah disuarakan selantang terompet Sangkakala. Mischa sengaja menebalkan wajahnya. Tak peduli pada larangan Sang Nyonya Besar yang katanya merasa tertipu akan penampilan polosnya sebagai laki-laki.Mischa memang diizinkan menikahi putri salah satu Konglomerat Indone
“Masuk, enggak?!”“Masuk aja apa ya?” Vero masih setia berdiri di depan pintu kamarnya. Pria itu sedang bermonolog— menimbang-nimbang apakah dirinya harus memutar knop pintu untuk memasuki kamarnya atau tidak.“Apa nggak usah?” Ia melepaskan genggaman tangannya pada gagang pintu.Vero mengacak rambutnya— merasa frustasi dengan keadaan yang selalu saja tak pernah membuat hidupnya tenang.Dua hari lalu, setelah melihat adik tercintanya menikah, hari-harinya mendadak menjadi sangat suram. Karena kelakuan Omnya yang menggagalkan aksi dukanya, Vero jadi kesal sendiri.Ia sampai tak sedang jika dirinya tengah membawa Jessen. Anak itu terlempar begitu saja ke atas permadani. Memang dasarnya Jessen saja yang jago sekali acting, anak itu berlagak kejang-kejang sampai dilarikan ke rumah sakit..Keluarganya Justine..Heboh!Rumahnya langsung mendadak menjadi pasar kaget. Mommy
Vero menguap cukup lebar. Ia mengangkat tangan, merenggangkan otot-otot tubuhnya. Pria itu bersyukur, dari semua miliknya yang dibakar habis— masih ada satu bokser yang tidak ia sayang-sayang amat terselamatkan. Lumayan lah dibandingkan tidak ada sama sekali dapat ia perjuangkan. Membeli kembali pun, pasti akan menimbulkan bencana tak berkesudahan nanti. So, Vero bertahan saja dengan satu yang ada.“Baby.. Akan Babang jaga kamu sepenuh jiwa. Tinggal kamu yang tersisa, jadi mari kita lebih berhati-hati lagi sama penjahat-jahat itu ya..” ujarnya sembari membelai ujung bokser yang dikenakan.Tenang saja, Stefany sudah merelakan kenyataan jika cintanya memang terbagi. Katanya lebih baik bersaing dengan benda keramat dibanding wanita-wanita tidak tahu malu di luaran sana. Sebuah perandaian yang Vero gunakan agar ia bisa diterima secara sukarela untuk mendiami kamar mereka semalam.“Mulut Daddy gue nurun banget deh.. Mam
“Yang kamu ke kantor deh.. Butuh healing nih aku!"‘Healing matamu!’ sentak Stefany galak.Wanita itu mengacakkan lengannya dipinggang, menatap layar kamera yang ia sandarkan di kaleng biskuit kesukaannya. Vero mungkin membutuhkan hiburan tapi dirinya jelas akan kelabakan jika menuruti permintaan konyo suaminya.Bayangkan saja betapa merepotkannya pergi membawa dua kurcaci mereka. Bukan perkara mudah ya, menaik turunkan anak-anak ke dalam mobil. Belum lagi kalau tiba-tiba saja Mian atau Jessen rewel di perjalanan— yang ada dirinya gila sendiri.“Kamu.. Tega..” Vero membuang mukanya sedetik sebelum kembali melihat kamera ponselnya. “Ayolah Mami… Tinggal aja si kembar ke Sitai.. Kasih dia duit, pasti mau!” Manusia mana memang yang tidak menginginkan uang tambahan?! Siti Si penggila herta pastilah dengan sukarela menerima job tambahan.“Stok asi di freezer kan bany
Jika ada yang ingin Vero enyahkan dari muka bumi, maka jawabannya adalah putri rekan bisnis yang relasinya sudah Daddy-nya coret pada daftar partner kerjasama Husodo. Gadis..Hah, salah!Wanita!Vero tidak tahu, apakah sosok yang mengenakan rok super pendek dan kemeja ketat dengan dua kancing terbuka, di bagian atasnya tersebut masih bisa mempertahankan kegadisannya atau tidak.Terdengar seperti pelecehan seksual memang jika ia menyimpulkan hal sensitif hanya berdasar penampilan seseorang. Namun sebagai makhluk sosial, Vero memiliki hak dalam berpendapat sekalipun pendapatnya terkesan mengadili tanpa tahu kenyataan yang pasti. “Tolong jangan buang waktu saya.” Vero mengangkat tangannya, membuat ujung lengan jas yang ia kenakan terangkat kala tangannya membentuk sudut siku-siku.“Sebentar lagi saya harus bertemu dengan orang penting.” Vero melirik jam yang melingkar disana. “Come on, Ver.. Kamu kayak orang lupa sama aku.. Aku pernah loh jadi pacar kamu.” “Seriously, Anda bahas ini
“Stefany tumben pagi-pagi udah dandan. Mau pergi?!”Stefany melirik Vero, ujung dagunya naik ke atas memberi kode agar Vero menggantikannya menjadi juru bicara. Pagi ini memang sungguh sangat berbeda dari biasanya. Stefany yang setiap paginya selalu menemani sarapan dengan outfit seadanya, kini tampil menawan dibalut celana jeans sobek-sobek dan kaos putih polos berlengan pendek.Gaya yang selama kuliah selalu ia kenakan hingga berhasil membuat Vero terpincut oleh pesona sederhananya. Bedanya wajah wanita itu dihiasi oleh make up tipis yang tetap kentara perbedaannya kala berpenampilan polosan.“Mau ada acara? Tapi Veronya nggak ada izin mau cuti hari ini ke Daddy. Apa belum, Bang?” timpal Ray, kali ini menyasar pada putranya.Vero menarik nafasnya dalam-dalam. Ia tahu mengapa istrinya begini. “Stef mulai sekarang ikut Abang ke kantor.” Ujarnya memberitahu jika Stefany akan mengintil layaknya perangko untuk seterusnya.“Mulai?” tanya Mellia sembari menaikkan satu alisnya ke atas.“M
“Selamat Pagi Pak, Buk.” Sapa resepsionis pada ketiganya– Vero, Stefany dan Mischa tentu saja. Siti menjadi sosok baru yang belum dua orang dibalik meja penerima tamu itu kenali setiap harinya.“Pak Mischa.. Ada kiriman paket untuk Bapak.” Ujar salah satu diantaranya.Vero berlalu begitu saja, memboyong istri dan anaknya masuk ke dalam lift. Orang nomor dua yang menggantikan posisi Mommy-nya dikursi perusahaan itu meninggalkan Mischa.“Saya?!” tanya Mischa sembari membelokkan dirinya, menghampiri dua resepsionis yang tengah bertugas. “Bukan Pak, maksud saya untuk Pak Vero.” “Isinya aman?! Sudah dicek?!” Mischa membolak-balikkan paper bag yang baru saja diletakkan ke atas meja. Sudah menjadi tugasnya menjamin keselamatan Vero.“Karena bukan berkas penting, kami sudah membukanya Pak. Bisa dipastikan ini aman. Isinya beberapa kotak makanan yang sepertinya dibuat sendiri oleh si pengirim.”“Kalian ada coba, kok bisa bilang aman?! Gimana kalau ada racunnya?!” desak Mischa menanggapi stat
“Rantai? Gear? Tromol? Udah bawa kan semuanya kan?!” Mischa tersedak air liurnya sendiri mendengar pertanyaan Vero yang duduk disampingnya. “Bu-buat apa?!” tanya-nya terbata-bata. Di kursi belakang, Stefany memutar bola matanya. Mereka saat ini secara khusus menjemput Vallery yang katanya akan langsung pergi kencan bersama pacar wanita itu. Pertanyaan Vero itu seperti mereka akan melawan gerombolan anak STM pembawa sajam. "Mau tawuran kita!" kekeh Vero, menyempatkan untuk menyisipkan selingan canda di tengah situasi panas mereka. “Mbak Valley beneran selingkuh ya, Mbak Stef?!” Stefany mengedikkan bahunya. “Tauk!” ucapnya berbarengan dengan gestur tubuh yang ia buat.“Tanyain tuh sama suaminya di depan!” timpalnya lalu mendengus. Semua laki-laki di hidupnya kecuali sang papa memang tidak ada beres-beresnya. Ada saja kelakuannya yang membuat mengelus kepala sampai lutut, kaki. “Diem dulu Sitai! Lo jangan ganggu konsentrasi kita. Mischa ntar jadi kelupaan mobil selingkuhan bininya