Apa yang aku pikirkan tentang Pak Zidan ternyata tidak betul. Dia lelaki yang humoris dan pribadi yang mudah berbaur. Buktinya baru sehari di sini semua keluargaku bisa akrab dengannya."Bun, Nino dapat gadis anak mana?" tanyaku saat sedang menata semua makanan untuk dibawa ke keluarga calon istri Nino."Kampung Suka Duka, keluarha si Burhan kayaknya. Itu mantan mbelgedesmu," ucap Bunda. Yaelah, pake diingetin nama mantan lagi ini si Bunda. Pan jadi terbayang dalam ingatan masa indah berdua di bawah pohon mahoni yang berguguran waktu itu."Oalah, Bukan kakaknya mantan kan?""Bunda gak tahu juga. Kenapa emangnya? Masih belum bisa mupon?""Move on, Bun, bukan mupon.""Ah apalah itu namanya sama saja. Tenang saja, 'kan kamu punya calon suami sendiri. Justru Burhan kalau lihat kamu sama Zidan nanti, bakal nyesel dia. Bunda seneng kamu pulang bawa calon, biar dia melek keluarga si Burhan karena dulu memutuskanmu dengan kalimat menyakitkan itu. Zidan itu paket komplit, Burhan akan mati kutu
Kenapa jadi begini? Aku tak menyangka Pak Zidan akan semarah ini. Lah, aku yang korban bullying aja woles kenapa dia yang marah.Sesampai di rumah, Pak Zidan benar-benar pamit. Aku jadi bingung sendiri, niat hati mau liburan di rumah tapi daripada di pecat aku memilih ikut Pak Zidan. Sembari menunggu Pak Zidan bersama para sesepuh di luar, aku memilih beberes peralatan yang akan dibawa ke Jakarta."Bun, Mantra harus balik juga. Maaf ya, kerjaan melambai-lambai harus diselesaikan," kilahku. "Loh, katanya seminggu?""Gak jadi, kondisi siaga tiga dan harus segera diatasi. Kalau nggak, gempa bumi, tanah longsor dan banjir bandang akan terjadi," ucapku asal sambil menata semua barang yang hendak aku bawa pulang kembali."Maaf, ya, Mbak. Ini semua pasti karena si Burhan borokokok itu. Udah Khair bilang, janganlah itu Abang Nino nikah sama Mbak Elly, eh ngotot. Jadi Mbak Mantra yang diginikan," sela Khair, adik ke enamku."Enggak, ini bukan salah siapa-siapa. Memang ini tuntutan pekerjaan.
Happy Reading....Bukan perkara mudah memang. Dikelilingi permasalahan yang erat kaitannya dengan masalah hati. Suka ngenes dan sedih berkepanjangan. Setelah kejadian itu, Pak Zidan sudah tak pernah menemuiku di apartemen. Aku juga sudah kembali bekerja sejak baru tiba di apartemen. Satu bulan sudah aku lewati bekerja seperti biasanya "Ta, laporan liputan yang dari Gorontalo sudah lu cek?" tanya Lemi."Belum," jawabku santai."Bos lebih sensitif sekarang. Kemarin Joni saja kena omel, coba lu ke Mike tanyakan hasil cek lapangannya. Lu kan editornya, gimana sih? Kena PHK nyaho lu," gertaknya. Dengan malas aku berjalan melewati meja kerja pegawai yang lain. Gedung TVRA, tempatku mengais rezeki. Ada ratusan pekerja di tempat ini dan kebetulan aku adalah karyawan redaksi berita yang bertugas di tempat sebagai editor berita yang sudah berhasil didapatkan reporter di lapangan. Bersyukur aku tak ditempatkan di lapangan, sehingga tak membuatku harus mengusap peluh kepanasan dan kehujanan set
" Assalamualaikum. Hello, anybody home? Putri Tania pulang, Mommy ...!!" Suara Tania sungguh sangat nyaring hingga seluruh maid yang berada di sana mendekat."Oalah, Non Tania, mbok ya suaranya jangan keras-keras sampai Mbok yang di belakang kaget. Non Tania cari siapa?" tanya wanita yang aku kira adalah kepala maid di sini. Dari pakaian yang ia kenakan seperti wanita yang biasa aku lihat di film drakor kesukaanku."Mommy mana Mbok?" tanya Tania."Tadi ada di kamar, mau Simbok Panggil kan?" "Gak usah biar Tania saja yang panggil. Mbok bikinkan minum saja untuk tamu kita," ucap Tania ramah."Siap, Non."Semua maid kembali kepada tempatnya dan Tania mempersilahkan aku duduk di ruang tamu yang tampak luas seperti tempat rapat pejabat negara."Mbak Mantra tunggu di sini ya? Tania mau panggil mommy," ucap Tania."Oke."Tania langsung bergegas naik ke lantai atas. Sebelum duduk aku melihat ke sekeliling, di tembok dan dinding aku melihat banyak foto Pak Zidan dan juga Mas Rangga serta kelu
Tok! Tok! Tok!Aku membuka pintu saat Pak Zidan sudah mengizinkannya. Entah kenapa jantung ini berpacu cepat seakan takut hendak memutuskannya."Sore, Pak."Pak Zidan menengok dan melihatku dengan tatapan anehnya. Aku bertambah grogi karena dia hanya diam dan aku memilih berdiri saja sebelum dipersilakan."Maaf, Pak. Apa saya mengganggu?""Duduk!""Terimakasih, Pak.""Ada apa?" tanyanya tegas."Maaf, Pak, kedatangan saya ke sini, mau mengajukan resign."Wajahnya terpaku, mungkin dia tak akan percaya dengan yang aku ucapkan. Tapi ini keputusanku, aku tak ingin bekerja di tempat ini lagi. Aku sudah tak nyaman dan sungguh tak enak jika harus selalu dalam posisi seperti ini."Resign? Sudah dapat pekerjaan baru?" tanya Pak Zidan kembali melanjutkan pekerjaannya dengan tumpukan kertas di depannya. Betul-betul reaksi yang susah ditebak."Hm, belum. Tapi, saya hendak pulang.""Kamu hendak menikah? Saya akan mengizinkan kamu resign kalau kamu sudah menikah, Mantra. Untuk kali ini, saya beri ka
Aku mencoba kembali searching di google. Mencari cara diet cepat untuk menurunkan berat badan secara alami dan sehat. Namun kebanyakan justru iklan obat pelangsing serta testimoninya.Aku tertuju pada sebuah produk herbal pelangsing yang katanya bisa melangsingkan dalam seminggu. Karena herbal, aku percaya ini aman dan akhirnya aku memesannya.Dalam sehari, paket herbal sampai karena memang jaraknya masih dekat pengiriman. Aku langsung membaca komposisi dan aturan pakai lalu mencoba meminumnya satu butir.Malam ini Desi lembur. Katanya ada stok toko yang bongkar malam dan itu membuatku sendirian di kamar. Ponsel yang hanya berisi kontak Bunda itu beberapa kali bergetar.Ya, aku sengaja mensilent suara ponselku agar tak mengganggu. Aku hanya membaca pesan yang sudah aku atur mode privasi sehingga meski aku sudah baca tak akan terlihat jejak centang biru di sana.Ada 39 pesan dan 156 panggilan tak terjawab dari seluruh keluargaku. Karena kasihan, di jam 9 malam aku menelpon Khair."Assa
Mereka mendekat dan berbalik ke arah pintu untuk menengok sesuatu."Bos sudah pergi?" tanya salah satu orang berbadan besar tadi."Sudah.""Sip. Bocah ini mau kita apakan? Masa langsung kita habisi?" Sialan! Orang segede gini dibilang bocah. Baiklah kalau begitu, mari kita main!"Bang, Abang. Mantra ini punya ajian semar ngibing loh. Jadi, misal kalau kalian bisa mendapatkan sesuatu dari Mantra, kalian bisa kaya tujuh turunan. Nggak percaya?" Mereka yang tadi sudah agak mendekat, bertambah mendekat."Nggak usah coba ngibulin kita. Memangnya kita percaya kayak gituan? Cih!""Ya sudah kalau nggak percaya. Kalian kalau mau bunuh aku misalnya, kalian akan terkena kutukan gemukku seumur hidup. Jadi, misal kalian punya istri atau anak nanti kalian akan mendapati semuanya kayak Mantra gini. Badan gendut plus obesitas, mau?" geetakku lembut. Suara aku buat sedayu mungkin agar mereka mau membukakan tali pengikatku."Hahaha, hari gini takut kutukan? Heh, bocah gendut. Kami sudah punya banyak
Aku menunggu kepulangan simbok dari pasar dengan membersihkan rumah beliau. Hanya pekerjaan ringan seperti menyapu dan membersihkan bekas makan. Karena badanku yang begitu besar tak ada baju yang muat, aku memakai kain jarik untuk menutupi tubuhku sembari menunggu simbok pulang membawakan baju.Sepoi angin di pagi ini membuat suasana dusun Suka Asri menjadi damai. Hanya suara kicauan burung dan juga hewan-hewan ternak yang menambah aura pedesaan kian terpancar."Assalamualaikum," salam seseorang dari arah depan. Aku yang berada di samping rumah simbok habis menyapu memilih mengintip karena aku tak pakai baju dan hanya kembenan jarik.Tampak laki-laki berkemeja batik mengetuk pintu berulang dan kembali mengucap salam. Tak tega, aku memilih membalasnya tanpa menampakkan muka."Waalaikumsalam. Maaf Kisanak, Simbok Muti sedang keluar. Beliau sedang berdagang jamu di pasar dan tidak tahu kapan pulangnya. Kembali saja sore nanti," teriakku. Aku kembali mengintip dan orang itu sudah tak ada