"Katakanlah!" Balas Kinanti, yang kini menatap lekat netra Hasnan.
"Apa kamu bisa berjanji untuk tidak marah terhadapku?" Imbuh Hasnan, dibalas anggukan oleh Kinanti.
"Apa kamu tahu siapa rekan bisnis yang pernah aku ceritakan waktu itu?" Kinanti kembali menggeleng.
"Dia!" Tukas Hasnan singkat.
"Maksud nya, dia?" Kini berganti membola kedua manik Kinanti.
"Iya, rekan bisnis ku adalah dia, ayah biologis Brizam, kekasih mu!"
Bagai disambar petir kepala Kinanti saat itu, kala mendengar nama pria yang disebut oleh atasannya.
"Jadi, sekarang dia ada di kota ini?" Imbuhnya kembali panik.
"Iya benar, apa kamu tahu alasan mengapa Raihan menyuruhmu ke ruangan ku lewat tangga darurat di belakang?"
Wanita yang tengah cemas di samping Hasnan itu, semakin menyimak cerita Hasnan.
"Apa alasannya? Katakanlah!" Raut tidak sabar kian terpancar dari wajah ibu satu anak tersebut, rasa dag dig dug bercampur jadi satu menun
Seusai makan malam, Kinanti, Raihan, dan Hasnan tengah duduk di ruang tamu. Di sana ketiganya kembali bercerita tentang kedatangan Zain Abraham beserta kepanikan dia tadi siang yang bagaikan orang gila. Kesana kemari mencari Kinanti. Bahkan bertanya pada hampir setiap karyawan yang ada di gedung EKsekutif, namun sayang tidak satu pun yang mengetahui bahwa yang dimaksud pria itu adalah Kinanti."Lantas, apa sekarang masih ingin pergi?" Tanya Hasnan memastikan keinginan wanita yang tadi siang meminta dirinya untuk membawa pergi jauh.Kinanti terdiam dengan pertanyaan dari Hasnan. Iya benar tadi siang saat dia syok mendapat pesan dari sang adik, ia ingin pergi sejauh mungkin untuk menghindar. Namun setelah mendengar penjelasan serta kebenaran dari sang atasan. Ibu satu anak itu tampaknya, isi otaknya kini telah berubah. Dan mengurungkan niatnya."Jika takdir berniat mempertemukan kita, suatu saat nanti, itu mungkin karena cinta tahu kemana tempatnya berpulang kemba
Seusai mendapat kabar dari sang ayah tentang serangan jantung yang diderita ibundanya, malam itu Zain Abraham tidak bisa tidur. Bingung antara harus menemukan cinta sejatinya atau memilih pulang melihat kondisi sang ibu yang tengah terbaring di rumah sakit. "Kenapa harus saja selalu seperti ini, Yaa Allah. Baru saja aku mendapat petunjuk tentang kekasihku, namun lagi lagi Engkau hadirkan masalah baru yang menjadi pengahalang untuk kami," gerutu Zain merutuki nasibnya. Pagi menjelang.... Setelah semalaman berpikir keras, akhirnya Zain mengambil sebuah keputusan yaitu kembali pulang dan pagi itu ia sengaja bersiap hendak menemui Hasnan kembali di perusahaan. "Selamat pagi, Tuan Hasnan. Maaf mengganggu waktu Anda sebentar. Bisakah saya berbicara sebentar?" Ucap Zain terlihat gugup. "Tentu saja, silahkan!" Sahut Hasnan pagi itu yang baru saja memasuki ruangan. Zain pun duduk di depan Hasnan lalu mulai bercerita tentang kabar sakitnya
"Bagaimana ini bisa terjadi, Pa? Alex bilang bahwa kemarin Mama datang ke perusahaan?"Ucap seorang pria yang baru saja memasuki ruang tunggu di depan kamar ICU."Masih saja bertanya bagaimana bisa terjadi. Ini semua penyebabnya ya kamu!"Suara chairman Yazid mulai tersulut dan meninggi."Zain?"Zain Abraham menunjuk dirinya sendiri dengan tatapan bingung terhadap ucapan sang ayah."Kalau bukan karena wanita itu Mama kamu tidak akan seperti ini!"Ucapan sang Chairman kian membuat Zain semakin yakin bahwa Kinanti ada hubungannya dengan sakitnya Retno."Pa! Kinanti sudah menghilang selama lima tahun. Dan sekarang kalian sebut-sebut dia lagi. Aku jadi semakin yakin bahwa kalian adalah dalang di balik hilangnya Kinanti.""Plak...!"Perdebatan sengit kembali terjadi antara ayah dan anak di depan ruang ICU. Karena kesal dengan tuduhan sang putra, tanpa sadar sebuah tamparan Yazid layangkan di wajah Zain Abraham. P
Meski semalam telah terjadi keributan dengan sang Chairman, namun Bu Asri menasehati Zain agar kembali ke rumah sakit dan meminta maaf. Pesan Bu Asri kepada Zain pagi itu adalah agar selalu memaafkan siapa saja yang telah menyakiti kita. Tidak perlu membenci atau pun dendam. Dan Zain Abraham mengiyakan nya, ia pun segera berpamit pulang setelah Bu Asri menyiapkan sarapan pagi."Ibu, Zain pamit pulang dulu. Jaga diri ibu baik-baik!"Sebenarnya semalam Zain ingin bercerita kepada Bu Asri perihal wanita yang ia lihat di kantor Hasnan yang mirip dengan Kinanti. Namun waktu sepertinya tidak memungkinkan, selain ia sendiri belum yakin dengan benar bahwa itu Kinanti atau bukan. Tema pembicaraan mereka cenderung lebih membahas pertengkaran Zain dengan keluarganya. Jadi Zain pun urung membahasnya."Kenapa Tuan tidak cerita mengenai apa yang Tuan lihat di Jepang? Barangkali beliau punya jawaban atas dugaan anda."Ucap Alex saat mobil yang ia kendarai meningga
"Duduklah! Ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada Tuan."Kedua kaki Zain terasa gemetar saat memasuki ruangan dokter, baru kali ini dia harus berhadapan dengan yang namanya dokter spesialis."Katakan, apa yang telah terjadi dengan Mama saya!"Pria yang mengenakan jas warna putih di depan Zain Abraham, tersenyum tipis."Maaf jika saya harus mengatakan ini!""Katakan yang sebenarnya, Dokter!"Zain semakin cemas saat dokter yang berbicara dengannya sedang menggantung ucapan."Saya selaku Dokter spesialis yang menangani Ibu anda, dengan ini menyatakan angkat tangan akan kondisi pasien. Selain jantungnya yang bermasalah, pasien juga mengalami gagal ginjal. "Mak jleb rasanya bagai disambar petir Zain pagi itu. Ia berusaha kuat dan mencerna ucapan pria berseragam putih di depannya."Maksud Dokter Mama saya tidak bisa sembuh, begitu?""Iya maaf sekali Tuan. Hanya ada satu cara untuk memperpanjang usia bel
"Apa kamu masih ingat wanita itu?" Salim terhenyak seketika mendengar siapa yang dimaksud oleh sang Chairman. "Wanita yang mana, Chairman?" Salim pura-pura tidak tahu meski dirinya tahu siapa yang dimaksud. "Kinanti!" Benar sudah apa yang menjadi dugaan Salim, bahwa cerita dari masa lalu akan kembali hadir. "Apa Chairman tahu wanita itu kini bersama Hasnan?" Batin Salim mengamati mimik muka sang cahairman dengan tenang. "Iya saya masih ingat Nona itu, Chairman. Lalu apa hubungannya dengan wanita itu lagi? Bukankah dia sudah tidak lagi terdengar kabarnya?" Kini berganti sang Chairman yang melihat Salim dengan seksama. "Iya benar, kabarnya sudah tidak lagi terdengar. Namun aku ingin kamu cari tahu keberadaan dia saat ini!" "Jleb....!" "Ini pasti benar, Chairman pasti sudah tahu Nona Kinanti ada bersama Hasnan. Aku harus pura-pura tidak tahu, sampai Chairman cerita semua. Aku yakin belia
"Assalamualaikum, halo Kak!"Sebuah suara dari benda pipih milik Kinanti yang baru saja keluar dari lift."Waalaikumussalam, iya Fan, ada apa?" Sahut Kinanti."Maaf mengganggu waktu nya Mbak!""Gak kok Fan, kebetulan Mbak lagi free.""Emmm...!"Irfan terdengar bingung harus berkata apa kepada sang kakak."Katanya mau ngomong, ada apa Fan?" Desak Kinanti."Kata Ibu tadi pagi, semalam Kak Zain menginap lagi di rumah!"Jantung Kinanti berdegup kencang mendengar nama sang kekasih yang sudah lama tidak dilihatnya."Ke rumah? Untuk apa?" Timpal Kinanti."Nyonya Retno masuk rumah sakit, Mbak. Terkena serangan jantung.""Astaghfirullah!"Kinanti menyumpal mulutnya.dengan telapak tangan kirinya."Bukankah dia ada di sini, kata Tuan Hasnan," celetuk Kinanti.Irfan sang adik lalu menceritakan semua kabar yang disampaikan oleh Bu Asri tadi pagi selepas kepergian Zain Abraham beserta Al
Setelah berdiri lama dalam kebisuan, Kinanti akhirnya unjuk suara dan mendekati Hasnan."Bagaimana luka anda?""Lupakanlah soal lukaku, aku hanya ingin meminta maaf atas keegoisanku tadi."Kinanti tersenyum menatap pria yang kini berdiri sejajar dengan dirinya."Kamu tidak bersalah, di sini akulah yang bersalah karena tidak menepati janji. Jadi wajar saja jika Tuan marah."Hasnan menoleh ke arah Raihan yang masih berdiri di sudut ruangan, paham akan maksud tatapan sang CEO, maka Raihan pun segera keluar meninggalkan mereka untuk berbicara. Dan pintu pun ditutup."Aku tahu dalam hati kamu masih tersimpan cintamu untuk dia, dan aku sangat menghargai itu. Dan aku tidak bisa memaksa kamu untuk berhenti mencintainya. Tapi tidak bisa kah sekali saja beri aku kesempatan untuk membuktikan besar cintaku padamu?"Ucap Hasnan menghiba, menggenggam tangan Kinanti. Tampak kebimbangan pada wajah wanita tersebut."Tadi aku mendengar suaranya,