Pemuda tersebut keluar dari ruangan kecil tersebut lalu membanting pintu dengan keras.
Ceklik.... terdengar suara pintu dikunci dari luar.
Ibra bernafas lega, meskipun tangan dan kakinya terikat setidaknya pemuda itu sudah tidak berada di dalam ruangan ini lagi, melakukan pelecehan terhadap Yasmine.
Yasmine pun juga demikian, meskipun ia duduk tertunduk namun gestur tubuhnya memperlihatkan ia lebih tenang dari sebelumnya.
Ibra mendekati Yasmine, sadar Ibra beringsut ke arahnya, Yasmine mengangkat kepala dan menatap Ibra. Mereka saling tatap, seolah sedang berkomunikasi melalui telepati lewat pancaran mata.
Yasmine menundukkan kepalanya ke arah bahu kananny
Terdengar suara kunci pintu dibuka. Keduanya kaget dan merapat ke dinding. Pintu dibuka, Andi masuk dengan wajah angkuh mendekat ke arah Ibra dan Yasmine.Andi mengernyitkan kening seraya berkata "Kalian bisa membuka lakban yang ditempel dimulut?" punggung tangannya menelusuri pipi milus Yasmine, gerakan itu berhenti di dagu. "Kalau begitu, aku tidak perlu repot membukanya.""Heiii... Jangan lancang, bro. Dia bukan siapa-siapa lo, jadi jangan asal sentuh." Ibra menatap lekat Andi, wajahnya memerah menahan marah."Cuih,, jadi lo itu siapa? pahlawan kesiangan yang menyelamatkan istri orang? lo pasti punya niat dibalik semua ini." Andi balik menatap Ibra. "Jangan khawatir, gue hanya mau selangkah lebih maju dari lo. Gue akan pakai perempuan ini untuk mendapatkan apa yang gue mau
"Aaaa...Tidaakkk." Yasmine berteriak histeris. Kepalanya berdenyut tak tertahankan, pandangannya mengabur. Seketika ia ambruk dalam pelukan Ibra.Peluh bercucuran dari dahi Ibra, ia menatap bingung Yasmine yang sedang berada dalam pangkuannya. Pemuda itu tidak tau sedikutpun tentang P3K, pertolongan pertama pada kecelakaan. Yang ia lakukan hanya menggoyang-goyangkan tubuh Yasmine supaya Yasmine tersadar dari pingsannya dan itu sudah dilakukan Ibra dari sepuluh menit uang lalu. Sementara ia tidak bisa melakukan apapun, bahkan untuk berteriak minta tolongpun rasanya sia-sia.Ibra mendekatkan indra pendengarannya ke tubuh Yasmine, memeriksa detak jantung perempuan itu.Apakah ia masih hidup?
Kisah Cinta Aliciya (1)***"Bulan madu?" ujar Wulan dan Rio serempak. Keduanya saling pandang setelah mendengar semua yang telah disampaikan putranya."Iya Mi, Pi. Bima ingin ajak Aliciya pergi bulan madu. Mami dan papi kan tau kalau sejak menikah, Bima dan Aliciya tidak pernah kemana-mana. Bima pikir sekarang saatnya Bima bisa jalan-jalan berdua dengan Aliciya. Nanti kalau Aliciya sudah melahirkan akan sulit bagi kami cari waktu untuk pergi berdua." ujar Bima panjang lebar menjelaskan keinginannya pada kedua orangtua mereka."Tapi apa tidak masalah bepergian dengan kondisi Aliciya yang saat ini sedang hamil muda?" tanya Wulan lagi."Kita perginya gak jauh kok, Mi. Cuma ke Bali dan gak lama. Hanya satu minggu. Bima sama Aliciya juga sudah konsultasikan masalah ini sama dokter kandungan. Sejauh ini kondisi Aliciya dan bayinya sehat dan memungkinkan untuk bepergian.""Boleh ya, Pi? Papi kasih Bima cuti satu minggu, ya?" Bi
Baru berjalan beberapa langkah."Aliciya, mami pinj-" jeda beberapa detik, lalu ...."Aliciya kenapa digendong? kram perut ya? morning sickness? pusing?" Tanya mami khawatir.Sementara yang dipanggil memejamkan matanya karena malu ketahuan di gendong Bima menuju kamar mandi.Bima segera melepaskan gendongannya, ia tertawa lepas melihat ekspresi malu yang terpancar dari pipi Aliciya.Aliciya sendiri berlari kecil menuju kamar mandi."Mami mau pinjam apa?" Bima bertanya."Tidak jadi deh, mami mendadak Amnesia." Wulan berbalik dan meninggalkan kamar anaknya.***Beberapa bulan kemudian ....Semua tamu sudah banyak yang berdatangan. Tenda di depan rumah juga sudah penuh oleh bapak-bapak yang sedang menikmati hidangan.Sebagian ada yang duduk di dalam rumah, Ibu-ibu yang paling banyak di dalam rumah. Acara doa tujuh bulanan kehamilan Aliciya baru saja selesai. Sekarang tamu yang datang sedang menikmati hidangan yang tersedia.
"Kamu sudah punya nama belum?" tanya Wulan.Bima mengangguk mantap. "Sudah, Mi.""Siapa namanya?""Namanya----"Ucapan Bima terhenti ketika seorang perawat berlari kearahnya sambil berteriak."Pak Bima, ditunggu dokter diruang persalinan sekarang."Bima langsung berlari menuju ruang persalinan. Dia tidak mau terjadi sesuatu pada Aliciya. Karena ingin melihat si buah hati, Bima melupakan kalau Aliciya masih terbaring lemah di ruang bersalin. Dia merutuki diri sendiri, kalau terjadi sesuatu pada Aliciya, Bima tidak akan memaafkan dirinya."Permisi, istri saya kenapa dok?" tanya Bima. Nafasnya masih terengah-engah karena habis berlari."Istrinya masih lemah, Pak, banyak kekurangan darah. Kami mau memberi infus tapi istri bapak tidak mau." ucap Dokter."Saya coba bujuk dulu ya, Dok." Bima mendekati Aliciya yang masih terbari
Dewi membereskan berkas-berkas yang berserak di atas meja. Bima dan dua orang partner bisnis mereka sudah keluar beberapa menit yang lalu untuk makan siang.Selama menjadi sekretaris Direktur Utama, ini adalah meeting yang tersingkat yang pernah dilakukan. Padahal proyek yang akan mereka kerjakan adalah proyek yang sangat besar. Pak Rahadian saja lembur sampai tengah malam bekerja keras untuk memenangkan proyek ini.Dewi mendesah, "Ahh ... Apa yang bisa dilakukan oleh seorang sekretaris? Tentu saja menuruti semua perkataan dan permintaan bos, selagi semua itu tidak keluar dari jalur pekerjaan." gumam Dewi.Namun Dewi merasa khawatir juga, karena menurut Dewi, Bima tampak ceroboh dan kurang hati-hati menerima semua permintaan client.Diwaktu yang sama, disebuah restoran siap saji. Bima dan kedua rekan bisnis yang baru saja membicarakan proyek kerja sama sedang makan siang bersama. Mereka tampak sangat menikmati
Mereka menyantap makan siang sambil berbincang-bincang tentang banyak hal, sampai kepala Bima mendadak pusing lalu tak sadarkan diri.Lalu Bima terbangun di kamar hotel dengan tubuh setengah telanjang, foto tidur bersama perempuan dan ancaman untuk membatalkan proyek yang sudah disepakati."Aarrgghhh ... Brengsek!" Bima melempar foto yang ditangannya. Kepalanya bertambah pusing dengan masalah yang dia hadapi sekarang.Papi pasti marah besar. Ini proyek pertama yang dipercayakan padanya. Tetapi dia menggagalkannya dalam satu hari?"Apa yang harus aku lakukan?" gumamnya."Aliciya pasti tidak akan memaafkanku kalau dia tau tentang foto ini. Dan papi pasti tidak mau jika proyek ini dilepas.""Seseorang telah menjebakku. Orang itu dengan sengaja melakukannya untuk menghancurkanku.""Aku harus bisa menemukan orang yang menjebakku."Bima berbicara sendiri, pikirannya sangat kalut dengan masalah yang tiba-tiba menimpanya.***Mobil Bima mem
Bima mengumpulkan berkas yang sudah di tanda tanganinya, dia mulai bersiap untuk pulang. Diliriknya benda bermerk yang melingkar di pegelangan tangan, "Sudah jam delapan malam" gumamnya.Baru saja dia berjalan beberapa langkah, Ponsel yang berada di dalam saku jas nya berbunyi. Bima segera mengambil dan mengangkat panggilan dari Wulan."Ya, ada apa, Mi?" katanya membuka percakapan"Bim, Aliciya belum pulang dari tadi. Kamu tau kemana?" jawab suara di seberang sana. Wulan terdengar sangat panik, ditambah suara Arsya yang menangis."Belum pulang? memang Aliciya kemana, Mi? Dia tidak menghubungi Bima." tanya Bima cemas."Siang tadi katanya mau ke makam orangtuanya, tapi sampai sekarang belum pulang. Kamu coba susul ke makam ya, siapa tau dapat petunjuk." perintah mami.Bima melajukan mobilnya dengan cepat, setelah memasuki kawasan makam tempat mertuanya dikuburkan, Bima mulai memelankan laju mobilnya. Suasana sangat sepi bahkan menyeramka