Perempuan cantik berusia pertengahan empat puluhan itu tampak gugup melihat kehadiran Martha. “Ma…maafkan saya, Mbak. Saya tidak tahu kalau Mbak berada di Balikpapan. Saya dengar Mbak sekeluarga sudah pindah ke Surabaya dan nggak pernah datang kemari lagi. Ja…jadi saya memberanikan diri mengunjungi makam Mas Lukman setahun belakangan ini…,” jelasnya dengan suara terbata-bata.
Sorot matanya tampak ketakutan sekali. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. Dia sampai menyeka wajahnya dengan tisu.
Sikap Martha menjadi semakin garang. Dipandanginya wanita itu dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. “Penampilanmu masih mewah seperti dulu. Cuma pakaianmu sudah jauh lebih tertutup sekarang. Kelihatannya kamu sudah mendapatkan mangsa baru. Begitu suamiku meninggal dunia, kamu menghilang bagaikan ditelan bumi! Siapa sangka sekarang kamu bisa muncul di sini. Rupanya masih punya hati nurani juga.”
Tiba-tiba perempua
“Kalau boleh tahu, mantan suamimu itu pergi ke mana?” pancing Martha ingin tahu. “Masa dia sama sekali nggak pernah datang mengunjungi anak-anaknya?”Tiara menggeleng pelan. “Dia menghilang begitu saja tanpa jejak, Mbak. Ada rumor dia dipenjara akibat tertangkap memakai narkoba. Juga ada yang bilang dia berhasil melarikan diri ke luar negeri. Entahlah, Mbak. Saya tidak tahu dan memang tidak mau tahu lagi. Begitu palu diketok hakim menandakan resminya perceraian kami secara hukum, saya mengambil keputusan untuk tidak berhubungan lagi dengannya. Tapi ternyata…ah, sayalah yang harus menanggung semua hutangnya pada Mas Rahmat.”“Kenapa kamu tidak melaporkan orang itu pada polisi?” tanya Martha curiga. Ia masih menyangsikan kebenaran cerita perempuan itu.Tiara tersenyum getir. “Saya terlalu takut pada ancamannya, Mbak. Saya tahu dia mempunyai kekuasaan yang besar. Lebih baik saya yang menderita daripada an
Sementara itu pada saat yang sama di Surabaya, Rosemary mengemudi mobil untuk menjemput Damian di rumahnya. Nelly ikut bersamanya. Mereka berniat pergi ke panti asuhan bertiga. Damian berkata sudah kangen dengan suasana tempat itu setelah satu bulan lebih tidak mengunjunginya. “Wah, keren banget kamu hari ini,” goda Rosemary begitu melihat sahabatnya keluar dari rumah dengan mengenakan celana pendek selutut berwarna putih, kaos polo pas badan motif garis-garis horizonthal kombinasi biru tua dan putih, serta sepatu casual tertutup berwarna biru tua. Pakaian yang dikenakan laki-laki itu membuat dadanya yang bidang dan perutnya yang rata tampak menonjol.“Ccck, ccck, ccck…. Perutmu kok tambah rata, Dam? Kalah deh, cewek. Rajin nge-gym, sih. Keren banget kan Mas-mu ini, Nel?” cetus Rosemary seraya menoleh ke jok belakang tempat adiknya duduk. Dia sendiri sudah pindah duduk di jok samping pengemudi. Karena seperti
“Terima kasih, terima kasih,” kata wanita itu pada orang-orang itu.Yang mengejutkan ketika Joseph dibimbing oleh Anita, gurunya, tiba-tiba berkata dengan terbata-bata, “Se…la…mat u…lang ta…hun, Bu.”Rosemary terperangah. Perasaannya terharu sekali mendengarkan anak penyandang cerebral palsy itu sanggup berbicara sepanjang itu. Biasanya dia jarang sekali berkata-kata. Kalaupun iya, paling cuma satu-dua patah kata. Ini sampai empat kata meskipun belum lancar.“Kami setiap hari beberapa kali bergantian mengajarinya, Bu,” kata Anita, sang guru, memberitahu. “Ini merupakan permintaan khusus dari Pak Chris. Katanya mau kasih kejutan buat Ibu.”Rosemary kaget mendengarnya. Dia langsung mengalihkan pandangannya pada sang mentor. Pria itu tersenyum sambil mengangguk. “Kamu kan pernah bilang ingin sekali mendengar Joseph bicara lebih panjang. Jadi kupikir akan menja
Esok harinya Minggu pagi. Rosemary dikagetkan dengan kemunculan Martha di dalam kamar tidurnya. Dia kebetulan baru bangun tidur dan belum mandi.“Mama sudah pulang?” tanyanya keheranan. “Pagi sekali.”Diregangkannya kedua tangannya ke atas untuk melemaskan otot-otot tubuhnya. Martha mendekati putrinya. Raut wajahnya tampak sendu.“Maafkan Mama, Rosemary,” cetusnya seraya memeluk erat sang putri. “Selama ini Mama sudah bersikap tidak adil kepadamu. Menghakimimu dengan kejam seolah-olah Mama adalah orang yang suci dan tak pernah berbuat kesalahan. Kamu mau memaafkan Mama, Nak?”Putri sulungnya itu terkejut. Mama…Mama sudah mau berbaikan denganku, batinnya senang. Terima kasih, Tuhan Yesus. Ini merupakan hadiah kedua terindah untuk ulang tahunku!Martha lalu menceritakan pertemuannya dengan Tiara kemarin di makam Lukman. Juga percakapan mereka di rumah makan bubur ayam kesukaannya.
“Happy Birthday, Rosemary-ku. Semoga kamu semakin cantik, sehat, banyak rezeki, dan sayang sama aku,” ujar suara seorang laki-laki di telepon.Rosemary tersenyum senang. “Thank you, Wen,” balasnya dengan hati berbunga-bunga. “Tumben ngucapin selamat ulang tahun pagi-pagi begini. Biasanya tepat jam dua belas malam.”“Sori, Sayang,” kata Owen mengungkapkan penyesalannya. “Aku ketiduran tadi malam. Capek sekali seminggu terakhir ini pulang malam terus karena memberikan les privat tambahan. Mau nolak nggak enak. Murid-muridku bergiliran mau ujian bahasa Mandarin. Aduh, guru les privatnya yang pusing kalau begini! Hehehe….”“Pusing sekarang tapi hepi belakangan kan, Yang,” sindir gadis itu. “Nambah jadwal les berarti kan nambah pemasukan. Hehehe….”Si pemuda tertawa keras. “Semua itu kulakukan kan buat
Hari itu Rosemary terpaksa mengajukan cuti dengan alasan harus segera kembali ke kampung halamannya karena sang ayah meninggal dunia. Atasannya langsung mengizinkan.Untunglah penerbangan dari Surabaya menuju Balikpapan hari itu masih ada. Dengan segera gadis itu memilih jam yang tercepat dan menunggu di ruang keberangkatan bandara. Saat itulah dia baru sadar belum menghubungi kekasihnya.Diraihnya ponselnya dan diteleponnya pemuda berambut cepak ala tentara itu. Tangisnya tumpah-ruah seketika begitu menceritakan musibah yang dialami keluarganya. Owen merasa sangat prihatin mendengarnya.“Sabar ya, Sayang. Percayalah Tuhan akan selalu melindungimu sekeluarga. Oya, kenapa kamu tidak mengajakku untuk menemanimu ke Balikpapan?”Sang kekasih tercengang mendengarnya. Iya, ya, pikirnya heran. Kenapa aku tidak mengajak Owen?“Aku, aku lupa. Sori. Mungkin karena terlalu
“Maaf, Kak. Bagaimana kalau Kakak keluar dulu?” pinta adiknya dengan sorot mata memohon. “Mama sedang emosional saat ini. Biar kuhibur dan kutemani sampai Mama tertidur. Nanti aku akan menemui Kakak di kamar. Bagaimana?”Rosemary mengangguk menyetujui saran Olivia. Adiknya itu lebih memahami diri Mama. Dia pasti takkan kesulitan menenangkan ibu mereka itu.Dengan lunglai Rosemary bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan kamar tidur yang luas itu. Saat melangkah menuju pintu keluar, dia melewati foto berukuran besar dan berpigura warna keemasan.Foto pernikahan Papa dan Mama, batinnya pedih. Ia menggigit bibirnya. Siapa sangka perkawinan yang kelihatannya harmonis dari luar itu menyimpan rahasia yang tak terduga! Papaku yang baik hati, bagaimana mungkin dirimu sanggup menyakiti keluarga ini begitu rupa? Kauhancurkan kenangan baik dalam benakku tentang dirimu. Kukira kau pria yang sempurna. Takkan
Olivia segera memberi kode pada Nelly, si bungsu. Gadis remaja berusia lima belas tahun itu langsung mengerti. Dia bergegas keluar ruangan untuk memanggil perawat sementara Olivia berusaha menenangkan Rosemary yang shock mendengar penuturan ibu mereka tadi.Ketika Nelly muncul kembali bersama dokter dan dua orang perawat, para ahli medis itu dengan sigap menaklukkan si pasien yang masih histeris. Para perawat memegangi kepala dan tubuh Rosemary yang berguncang-guncang, sementara dokter menyuntikkan obat penenang ke dalam infus gadis itu.Beberapa saat kemudian kepala pasien yang sudah tak berdaya itu terkulai lemas. Matanya tertutup rapat. Terdengar napasnya yang tenang dan teratur. Dia telah tertidur pulas.Martha terisak-isak menyaksikan keadaan putrinya. Ya, Tuhan, batinnya merana. Kenapa cobaan dariMu tak ada habis-habisnya? Suamiku serong terus meninggal dunia. Harta kami ludes, lalu anakku mengalami kecelakaan dan