*****
"Apa jadwalku hari ini, Lin?" Roy duduk sambil memeriksa beberapa berkas yang baru saja Alina bawa, tanpa melihat gelagat wanita itu yang sedari tadi asik memperhatikannya.
"Nanti siang ada pertemuan dengan pimpinan Pratama Grup di restoran XX, Roy. Apa kamu akan datang?" Alina memeriksa jadwal harian Roy untuk hari ini, dan sejenak ia membatin dengan nama perusahaan yang baru saja ia dengar.
Apa, Pratama Grup? Bukankan itu perusahaan tempat Mas Aditya bekerja dulu, gumam Alina dalam hati.
Aku jadi penasaran setampan apa yang namanya Tuan Arya itu, eh aku nggak salah 'kan? Namanya memang Arya kalau tidak salah...
"Aku akan datang menemuinya," jawab Roy singkat, lalu memeriksa berkas terakhir di hadapannya.
"Emmm Roy, kamu kenapa?" tanya Alina dengan tatapan penuh selidik, pasalnya sejak tadi pagi ia datang, laki-laki ini terlihat tidak bersemangat, dan wajahnya terlihat kusut, hingga mengurangi ketampanannya.
"Tidak."
"Ka
Tempat indah yang di maksud Arya adalah tempat dimana mereka bisa saling melepas rindu, sekaligus meredamkan amarah sang istri yang tak kunjung usai. Beruntung Haidar dan Kay sudah di titipkan pada Mama Anggi tadi sebelum pergi, dan urusan kantor masih ada Alex yang bisa handle semuanya, jadi mereka tidak perlu khawatir untuk menghabiskan waktu berdua selagi ada kesempatan."Makasih sayang," Arya mendaratkan satu kecupan di bibir wanita itu, sebelum ia beranjak meninggalkan istrinya dan masuk ke kamar mandi.Rengganis hanya tersenyum melihat tingkah suaminya yang selalu saja seperti itu, romantis dan selalu tau apa yang membuatnya bahagia.*****"Mbok, apa Kak Roy belum datang juga?" Elisa menyusul Mbok Nah yang tengah beberes di dapur, wanita paruh baya itu begitu terkejut saat tiba-tiba majikannya itu ada di belakangnya."Belum Non, emmm....?" jawab Mbok Nah ragu, antara bilang atau tidak.Tapi tadi, Tuan Roy melarangny
"Kamu....?" Alina sempat terdiam beberapa saat, memastikan kembali dengan apa yang sekarang ia lihat."Lin, dimana Alya? Dimana putriku?" laki-laki itu terus saja berceloteh, tanpa menyadari ekspresi wajah Alina yang sudah seperti apa."Jawab Lin, kenapa kamu diam?""Mas Aditya____....?" nama itu lolos begitu saja dari bibir Alina, di sertai tatapan tidak percaya dari wanita itu. "Kamu udah...?""Aku udah bebas, Lin? Sekarang kita bisa sama-sama lagi kaya dulu," ucapnya di sertai senyum yang terpancar dari kedua matanya.Laki-laki itu sangat bahagia karena masa hukumannya tiba-tiba di perpendek, dan hari ini akhirnya ia bebas dan bisa kembali menghirup udara segar."Kamu udah bebas Mas, atau jangan-jangan kamu kab__...?" Alina membekap mulutnya sendiri, ia tidak bisa membayangkan jika benar Aditya kabur dari sel tahanan, dan sekarang ia adalah seorang buron polisi."Nggak Lin, aku beneran udah bebas.""Kenapa bisa, harusnya kam
"Jadi, maksud kedatanganmu kesini sebenarnya untuk apa?" Roy melipat kedua tangannya santai, pandangan laki-laki itu terus saja memperhatikan gerak-gerik Elisa yang cukup kaku, mungkin wanita itu tengah mempertimbangkan apa yang ia minta, atau mungkin...entahlah."Ini nggak ada hubungannya sama aku ya, Kak? Aku hanya kasian sama Rey, tiap hari nungguin kamu, apalagi kalau akhir pekan."Elisa masih saja mengelak, padahal ia juga ingin sekali laki-laki di depannya itu pulang, dan kembali seperti dulu sebelum mereka bertengkar."Aku sudah bilang El, kalau aku bakal temuin Rey seminggu sekali, kecuali....?" matanya melirik ke arah wanita itu, membuat Elisa yang menyadari langsung melotot kesal."Kak, apa cuma itu yang ada di otak kamu? "Rasanya dia tak percaya dengan permintaan Roy tadi, bagaimana mungkin laki-laki itu memberikan syarat yang di rasanya sangat keterlaluan."Tentu saja, aku laki-laki normal El, dan aku butuh itu."Elisa ma
"Nyebelin!!!"Elisa menghentakkan kakinya kesal, niat hati datang ke kantor untuk membujuk Roy agar mau pulang, tapi malah ia di tinggalkan begitu saja di ruangan itu sendirian."Lagian bisa-bisanya Papi kenal perempuan seperti itu, siapa tadi namanya, Alin...? Ah, ya Alina. Aku harus telepon Papi, dan menanyakannya langsung.""Pih...?" teriak Elisa manja, seperti biasa wanita itu akan merengek jika menginginkan sesuatu, meski sekarang ia sudah menikah."Ya El, ada apa?" jawab Papi Andreas di seberang sana."Papi beneran, kasih Kak Roy sekertaris seperti itu?" masih dengan gaya khasnya, manja."Maksudmu apa, El?" Tuan Andreas bingung, karena ia memang tidak tau kemana arah pembicaraan putrinya."Papi yakin kasih Kak Roy sekertaris kaya Alina, dia centil Pih, terus pakaiannya juga seksi," ucap Elisa, ia mencoba menjelaskan."Apa itu tandanya kamu cemburu, El?" kini giliran Papi Andreas y
Roy bergegas menuju lobi kantor dan berniat menuju parkiran, rencananya ia akan pulang lebih dulu, lalu singgah sebentar ke rumah untuk menemui Rey sebelum ia berangkat ke Jogja nanti. Kali ini ia akan menemui kerabat ayahnya sendiri dan mencari tau siapa ibu kandung yang telah melahirkan, sekaligus yang tega meninggalkannya begitu saja.Ia melangkah cepat, mengejar waktu 4 jam lagi sebelum ia berangkat menuju Bandara, namun langkahnya terhenti saat sebuah suara memanggilnya dari belakang."Kamu serius mau berangkat sekarang? Masih 4 jam lagi lho jadwal keberangkatannya," Alina yang sedang berdiri di depan lobi langsung menghampiri Roy, entah apa yang di lakukan perempuan itu disana sejak tadi."Aku akan menemui putraku lebih dulu sebelum pergi. Kamu sendiri, sedang apa disini?" Roy bertanya balik, melihat Alina seperti kebingungan sendiri, padahal ia tau kalau jam kerja Alina sudah habis dari satu jam yang lalu."Aku....?""Kamu tidak pulang?" tan
"Alina adalah mantan Tuan Roy, Nona..."Mantan...Mantan...Mantan...Hanya kata itulah yang sedari tadi berputar-putar di kepala Elisa, membuat handphone yang sedang ia pegang jatuh begitu saja tanpa sadar.Elisa tak habis pikir, bagaimana bisa papinya sendiri mengenal sosok perempuan itu, sedangkan jelas-jelas mantan dari suaminya.Apa mereka sengaja melakukan ini?Apa perempuan itu sengaja mendekati Papi agar rencananya tidak ketahuan.Elisa masih berdiri di ruang tamu dengan pandangan kosong, bahkan handphone yang jatuh mengenai kakinya tadi tidak sedikitpun terasa."Padahal aku udah pikirin kata-kata kamu semalaman, Kak? Aku juga udah berusaha mengesampingkan egoku demi semuanya, tapi...apa yang kamu bilang kemarin bohong?" Elisa berbisik pelan, mengulang apa yang sempat ia bicarakan berdua bersama Roy di kantor waktu itu.Ternyata kata-katamu waktu itu tidak main-main, Kak.Apa hanya sebatas ini rasa
"Jangan ngaku-ngaku kamu," ucap seorang pemuda berusia dua puluh tahun itu, tangannya berkacak pinggang sambil terus menunjuk ke arah Roy yang baru saja sampai.Entah apa maksud dari pemuda ini yang tiba-tiba marah padanya, padahal Roy hanya mengatakan bahwa kedatang kesini hanya untuk mencari keluarga ayahnya yang masih ada."Tadi kamu bilang apa, Paman Edi? Memang siapa kamu?" pemuda itu kembali bersuara, membuat Roy yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara."Aku memang mencari Paman Edi, apa benar ini rumahnya?" ungkap Roy kemudian, laki-laki itu menatap rumah sederhana yang di penuhi tanaman-tanaman hias di sekelilingnya."Bapak tidak akan menemuimu, jadi pergilah."Cih, benar-benar pemuda ini membuatku kesal.Perjalanan yang ia tempuh selama satu jam lebih, di tambah lagi ia yang begitu kepikiran dengan Rey membuatnya tidak bisa tidur semalaman, namun ia memaksakan diri untuk melanjutakan perjalanannya demi ingin menemui saudara yang
"Beneran, Bibi lagi nggak bohongin El, 'kan?" tanya wanita itu sekali lagi, Elisa masih tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Lho, yo bener tho, Nduk? La wong Bibi juga pernah di kenalin sama laki-laki bernama Wahyu itu kok," ungkap Bi Ami meyakinkan, membuat Elisa kembali mengingat dimana ia pernah mendengar nama itu.Wahyu Aditama...Wahyu, Adi-ta-ma...Aku pernah tau nama itu, tapi dimana ya?Sekalipun hanya menjabat wakil CEO, tapi setidaknya dulu ia seringkali menjalin kerjasama dengan banyak para pengusaha.Kalo nggak salah itu kan nama belakangnya..."Nggak, nggak mungkin. Ini pasti cuma kebetulan sama."Setelah lama memutar otak, Elisa menemukan satu nama yang ia yakini sangat mirip dengan nama itu, tapi..."Kenapa, Nduk? Kepalamu pusing?" Bi Ami yang melihat Elisa gelisah sendiri pun heran, padahal ini semua tidak ada hubungannya dengan dirinya."Tidak Bi, El hanya sedikit lelah,"