Filan meletakkan sewadah kaca oval yang besar dinatas meja kayu persegi panjang. Asapnya yang mengembun tampak menempel pada tutupnya, sedangkan isinya nampak dari luar seperti sekumpul gumpalan kuning kecoklatan dengan tekstur keras. Recha menaruh bentuk wadah yang sama, ia sejajarkan dengan sewadah yang diletakkan Filan. Lalu membawa teko kaca yang berisi larutan warna hijau segar, mengandung parutan entah apa di antara banyaknya butiran biji hitam dan dadu-dadu putih. Isi teko yang sejenis dengan yang ada dalam empat gelas dalam nampan yang sama. Filan meletakkannya di samping dua wadah masakan.
Recha meletakkan satu wadah melamin besar warna putih, lalu empat set piring di hadapan masing-masing dari empat kursi.
Filan mendengar derap langkah kaki, ia menoleh ke sumber suara dari arah ruang depan.“Yo!” laki-laki berbadan atletis dan berkacamata mengangkan sebelah tangan berisyarat salam.
“Aris?!” Filan seketika melihat seor
Penghuni rumah bambu di hamparan rumput. Meski pun lunak dan lembut, atapnya senantiasa menopang sebundar benua. Benua yang terbentuk dari sabuk api, samudera, sungai-sungai, daratan, dan pegunungan es sebagai lingkaran dinding.Sabuk api dijaga oleh dua kubu pasukan harimau. Kubu Baloasra pengendali benteng dan kubu Peeuon bersentaja jarum tombak. Semua harimau memakai mahkota Traeum warna merah dan mereka memancarkan energi panas yang disebut Zhipy.Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu.Para Thoge menyebar di tanah Toniourii yang banyak terdapat Oleupa. Anilbilo menjadi penguasa sungai Tateata dan sungai Chome yang menyebar di sepertiga tanah Toniourii.Sebagian tanah Toniourii adalah pegunungan merah yang dinamai Pentasncolta. Dari pegunungan merah mengalir sungai Rosa kecil. Di sana sebagian Thoge membaur dengan Mayota Grult dan Tronrvos.Benua itu ada dalam lingkar pegunungan es. Pegunungan e
“Udang windu,” Aris membacakan, “Penaeus monodon atau giant tiger prawn, Asian tiger shrimp, black tiger shrimp, adalah sebuah crustaces yang dibudidayakan secara luas untuk dikunsumsi. Di Indonesia, udang ini disebut udang pancet atau udang windu.”“Wait!” Filan menyela, “kamu nyebut kata tiger tiga kali.” Ia sama terkesimanya sebagaimana Recha dan Diksa.Recha segera beralih perhatian pada ponselnya. “Kak!” menunjukkan tampilan layarnya kepada Filan, “Harimau bersentaja jarum tombak.”Filan mengamati sebingkai gambar udang dengan corak bergaris belang. “Ya. Keterkaitannya cukup besar,” merasa yakin.“Apa tadi nama ilmiahnya?” tanya Diksa kepada Aris.“Penaeus Monodon.”Diksa menuliskan istilah itu. “Peeuon, ya?” gumamnya sambil mencermati apa yang barusan ditulisnya.Ia membuat garis di bawah beberapa huruf dalam ist
“Kauwus Las bersama udang paling lunak menguasai samudera bintang dan kupu-kupu,” Filan membacakan kalimat.“Menurutku, sub tema berganti di paragraf ini,” sepaham Diksa.“Laut, ya? Apa ini punya konteks seafood?” tanya Recha.“Em, bener juga,” Diksa menyadari hal yang sama dengan Recha, “tadi sub tema api. Elemental yang udah kita catat punya sifat panas.”“Kalau gitu, Kauwus Las mungkin jenis ikan,” kata Filan.“Dan udang paling lunak. Ini kata yang sebenarnya atau metafor?” kata Recha.“Kalau kita sepakat di konteks seafood, kemungkinan besarnya itu leksikal,” kata Diksa.“Diksa, tolong cari bab seafood! Recha searching udang paling lunak!”Diksa dan Recha merespon sesuai perintah Filan.Filan mendengar suara dua takbir terlantun. Lalu mendengar lagi dengan lantunan lebih panjang.“Magrib. Kit
Dua jenis bunyi ketukan digital saling bersusulan sewaktu gelombang lengkungan-lengkungan garis bergerak pada sebuah layar monitor. Dua bunyi yang paling jelas dalam ruangan di mana seorang perempuan terbaring di atas ranjang matras hitam. Ruangan itu tidak berbagi setiap unsur udaranya dengan perempuan yang mengenakan stelan piyama pasien, karena napasnya tersabung lewat masker oksigen. Kedua kelopak matanya membuka perlahan. Blur segera menghilang dari arah pandangannya, sehingga langit-langit dengan plafon putih dapat ia lihat jelas.Pandangannya mulai memindai ke kiri, mendapati peralatan dan teknologi medis seperti sedang mengucapkan “hallo!” padanya. Lalu bergeming ke kanan, mendapati sesesok postur pria sedang duduk di dekatnya."Good morning, Aisha!” sapa pria itu yang rambut pirangnya panjang diikat ke belakang.“Good moring, Nester! So now is morning? I am not getting up late,” jawab Aisha yang Nester den
Dua Mango Chesse Cake ditulis tangan pada latar sticknote warna kuning, yang tertempel pada sebuah papan kolaps styrofoam di dinding. Kepulan asap putih tipis membumbung. Kelembaban asapnya yang panas hampir membasahi sticknote bertuliskan nama sebuah menu di dekat teflon yang mendidihkan larutan kental berwarna putih—yang sedang diaduk dengan adukan berbahan kayu oleh tangan kanan feminin. Masih diaduk, buih pada larutan kental itu semakin banyak bermunculan di permukaannya.Setengah irisan buah mangga diambil dari bejana alumunium warna perak, sepasang tangan maskulin menjadikannya beberapa potongan memanjang yang lebih kecil menggunakan pisau. Lalu menjadikannya puluhan bagian yang lebih kecil seukuran dadu, saling berjatuhan dari telenan ke dalam wadah pelastik yang kering dan trasnparan."Vla mendidih?" Laki-laki tinggi dan sedikit kurus itu berpaling kepada perempuan yang menghadap kompor.Dilihatnya perempuan itu sedang memperhatikan layar gawainya,
Tangan kanan maskulin memegang kain, mengusapkannya pada permukaan meja putih kayu, menyingkirkan bekas dari tumpahan larutan warna putih dan kuning. Ia menuju wastafel sejarak lima langkah. Mengambil telenan, parutan, dan pengaduk yang sedikit berair dari keranjang. Memmindah dan menggantung tiga benda itu dalam sebingkai organisir seperti peralatan dapur lainnya yang punya fungsi saling berhubungan.Bunyi dua nada singkat ia dengar. Sedetik berikutnya ia dengar lagi bunyi yang sama.Filan berbalik, melangkah keluar dapur sambil diiringi bunyi yang sama dan menjadi menyebalkan telinganya, “Apa-apaan, sih Lila? Kebanyakan gaje!” sampai di pintu depan. Membuka pintu, arah pandangannya menunduk. Mendapati bocah perempuan dengan poni menutupi seluruh dahi, ia mendekap nampan warna cokelat.“Kak Filan!” katanya dengan raut yang tidak mengenakkan benak Filan.“Sherlin?”“Tolong Kak Lila!” memohon dengan la
Filan mulai melihat segerombolan pria—delapan orang—mengenakan stelan blazzer hitam yang seragam, seperti sedang memusatkan perhatian kepada orang kesembilan yang mengenakan stelan blazzer putih, sewarna dengan hipster set tematik yang Filan kenakan. Lalu perhati kepada orang kesepuluh di ruang berkualitas itu, satu-satunya perempuan. Setiap orang yang menempati sofa set warna kuning pasir beralih perhatian, saling memandang ke arah kedatangan orang kesebelas. Si blazzer putih yang merangkul seorang perempuan di sebelah kirinya, membalas tatapan tajam Filan tanpa kehilangan kenikmatan dari hisapan dan embusan asap vape yang ia genggam.“Filan!” ucap Lila dengan rasa takut dan ragu yang sampai memukul benak Filan.“Bajingan!” sapa Filan kepada si blazzer putih yang dekapannya menguasai Lila. Filan pikir dialah bos FMB, mengingat namanya yang dikatakan Aris—Jeral Dominarto.“Singkirin tangan busuk kau dari istriku!&r
Pastel buah satu porsi atas nama Heru, tertulis pada stick-note putih yang tertempel pada papan kolaps styrofoam. Papan kolaps menu pesanan yang sekali dipandang satu-satunya pelanggan dari tempat duduknya, mungkin cara untuk sekadar sesekali mengalihkan kebosanan dari menatap ruangan kafe dengan jajaran bangku kayu warna cokelat karamel yang kosong dari pelanggan lain, atau sekadar menatap sesuatu yang lebih menarik daripada bingkai-bingkai word-art yang mengisi kepolosan sisi-sisi dinding.Tapi bagi pelanggan itu, menghisap sebotol jus vapor lalu mengembuskan asap putih dengan panjang dan tebal dari napas hidung dan mulutnya menandakan dia tahu cara menikmati rasa menunggu pesanan, selain rasa dari teh lemon—dalam gelas highball—yang sesekali ia minum lewat sedotan pelastik. Lalu ia mengalihkan perhatian kepada Filan yang mengatur tekanan jemari dan pengirisan ke roti pastel besar sampai lima irisan, apik membuat hasil tiap irisannya melebar sehingga sebag