Karina mengikuti Rani dengan berbagai pikiran yang lalu lalang di benaknya. "Nah, itu dia tempatnya!" tunjuknya dengan ekspresi wajah girang.
Karina mengikuti arah telunjuk Rani, di mana di tempat itu berbaris macam-macam penjual jajanan. Seperti Bakso bakar, jagung bakar, kacang rebus, aneka gorengan, aneka kue dan aneka minuman.
"Apa yang akan kita lakukan di sini?" tanya Karina seperti orang bodoh.
"Aha ... ha ... ha ... menurut Kakak kita mau ngapain di tempat seperti ini?" tawa Rani pecah menertawakan kepolosan wanita di sampingnya.
"Ayo, Kak, kita makan besar!" serunya bersemangat. "Tenang, sebelum ke sini Kak Dimas memberiku uang yang cukup untuk kita makan sampai sesak!" sambunganya cekikikan.
"Kakak mau makan apa?" tanyanya masih dengan gaya bicaranya yang super cepat.
"Kamu duluan aja deh, nanti kalau kamu benar-benar sudah kenyang baru kakak bantu,
"Bagaimana bisa ada luka di sini?" tanya Raka dengan nada overprotektif yang begitu kental dalam intonasi suaranya."Tadi aku terpeleset dan jatuh," jawab Karina bohong."Yakin, hanya terpeleset?" tanya Raka penuh selidik."Iya, yakin!" jawab Karina menarik tangan dari genggaman pria tampan di depannya."Kamu tidur di sini, di sampingku!" bisiknya. Karina mengangkat tangan menjitak kepala Raka."Lama-lama di dekatmu bisa-bisa otakku terkontaminasi hal-hal kotor," bisik Karina, berbalik dan beranjak pergi. Sekali lagi Raka menarik tangannya lembut."Jangan jauh-jauh!" bisiknya dengan senyum yang membuat Karina merasa nyaman."Aku mengantuk Raka, biarkan aku tidur di samping Rani.""Kenapa harus di samping Rani?" Raka bertanya dengan tatapan mata yang tajam pada Karina."Raka!" seru Karina setengah
Sudah seminggu ini Karina mengurung diri di kamar rumah Tante Tiara. Sejak kejadian di rumah Mama Ina waktu itu, dia tak pernah merasa tenang. Di satu sisi dia ingin sekali menemuinya dan minta maaf. Namun, di lain sisi Karina tidak tau Raka tinggal di mana? Kadang dia kepikiran mau minta tolong dipertemukan sama Idham, tapi caranya memaki-maki Idham sepulang dari Rumah sakit waktu itu membuatnya malu untuk bertanya. Idham yang dulu selalu mengganggu dan mengajak perang, juga berubah. Iya, dia masih mengajak perang, tapi perang dingin kali ini. Padahal Karina butuh banget kabar tentang Raka. Sebulan ini mereka lost contact sama sekali."Mungkinkah, dia tak lagi perduli padaku, karena merasa telah diabaikan?" gumamnya lirih. Karina membolak-balik bantal di sekelilingnya, mencari posisi yang pas untuk tidur dan melupakan semua kerumitan.Tok ...tok ... tok ..."Ya, Tante, masuk!" Pintu kamar terbuka, Tante Tiara menyembul
Raka tak mengerti apa yang sudah adiknya perbuat pada wanita yang begitu dia cintai itu. Yang dia tau, Karina sepertinya begitu frustasi. Dia melambaikan tangan pada pelayan, mengeluarkan dua lembar uang biru, "Kita pulang!" titahnya, lalu beranjak meninggalkan Karina.Hati Karina menciut, takut kalau Raka meninggalkannya di sana? Karina akan tersesat karena tak tahu jalan pulang, Karina mengikuti langkah Raka terseok-seok. Kakinya benar-benar sudah tidak kuat diajak berjalan, belum lagi langkah Raka yang panjang-panjang dan cepat membuatnya tertinggal jauh di belakang.Ketika Raka semakin jauh dan menghilang di antara kerumunan orang-orang yang lalu lalang. Karina panik bukan main, dia tak pernah ke Kota sebelumnya."Andai aku tau di mana alamat Nadine!" jeritnya putus asa. Belum lagi betisnya yang benar-benar sudah kram dan ya, Raka juga sudah lama menghilang ditelan kerumunan itu.
Karina membuka mata pelan, kejadian semalam kembali berdansa di ruang ingatan. Ia membenamkan wajah ke dalam bantal guling, merasakan malu mengingat betapa bodoh dan rapuhnya dirinya semalam. Mulai dari ketidak sadarannya tengah di kerjain Rani dan si Idham, sampai pada raut frustasiku karena takut hilang di kota Daeng. Berhenti pada setiap detik-detik keintiman mereka di atas motor saat masih di tepi pantai."Ahh!" Rasa campur aduk nggak jelas itu membuat Karina ingin menghilang sekejap dari dunia ini. Mengingat bagaimana Idham rela menanti mereka berjam-jam di ujung gang rumahnya, karena takut Karina diomelin Tante Tiara.Flashback OnDi sela-sela suara deru motor yang melaju, Raka menoleh pada Karina, "Yang di depan itu, Idham bukan?"Karina menatap ke depan dan benar, seperti yang dikatakan Raka. Idham ada di depan mennati mereka."Idham ... ngapain, loe di sini?" tanya
Malam ini mata Karina enggan terpejam. Bukan hanya karena berisik suara orang-orang yang main domino di luar sana, tapi karena esok sore akan jadi moment terpenting dalam hidupnya. Esok dia akan menanggalkan masa remaja, menikah dengan Raka Pratama Putra. Sosok yang baru empat bulan ini dia kenal.Sosok yang awalnya dia pikir hanya sebagai persinggahan tuk membasuh luka, sosok yang ia ragukan niat tulusnya. Karena takut terluka lagi tuk kedua kalinya. Namun, dia berhasil meyakinkannya, kalau dirinya tak seperti yang Karina takutkan.Raka membuktikannua dengan datang melamar dan mempersunting dirinya. Meyakinkan Karina kalau masih ada cinta yang tulus dalam dunia ini untuknya, yaitu cinta Raka. ***Mentari pagi ini, memancarkan cahaya yang lain dari hari-hari sebelumnya. Cahayanya terasa menembus k
Karina menghapus air mata yang masih mengalir di sudut matanya, ingatannya tentang masa lalu bersama sang suami membuatnya merasa sendu. Dia terkesiap saat sadar malam sudah semakin larut, sementara pintu jendelanya masih terbuka lebar di hadapannya. Hingga angin malam yang dingin berhambur masuk, seolah akan membekukan tulang-tulang wajahnya. Karina buru-buru menutup jendela dan tirainya.Ia melirik pada foto di sudut ruangan tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Ia menghampiri foto itu, foto saat dirinya dan Raka pertama kali bertemu setelah acara ijab qabul selesai. Sekali lagi ia tersenyum, meraba wajah suaminya yang tersenyum lebar. Ia bisa merasakan betapa bahagianya Raka bisa memilikinya saat itu. Setelah puas menatapi wajah suaminya, Karina menurunkan foto pernikahan mereka, kembali menatap lepas pada langit yang sudah mulai menghitam pada celah tirai yang terbuka.Karina pernah begitu mencintai Adnan, bahkan ketika dia sudah sah
Raka yang mendengar suara Mama Ina memekikkan nama Karina ikut panik di ujung sana, "Ma, apa yang terjadi pada Karina? Ma ...!"Sementara Mama Ina tak lagi menghiraukan HP-nya dan panggilan Raka. Ia telah sibuk menepuk pipi Karina dengan panik. Karina yang merasakan ada kekacauan di kamarnya menggeliat malas, "Ma, Mama ngapain di sini, biarkan Karina tidur sebentar, Ma. Semalaman Karina nggak tidur, mata Karina nggak mau diajak bobo.""Iya, tapi ini kenapa mesti tidur di lantai gini seh?"Karina menepis tangan Mama Ina dan melanjutkan tidurnya. Mama Ina hanya bisa menatapnya putri sambungnya itu dengan iba. Ia lalu beranjak mengambil bantal dan mengangkat kepala Karina agar tak tergeletak seperti orang pingsan.Berjalan membuka tirai dan jendela agar udara segar masuk ke ruangan itu. Ia tersentak saat beberapa menit kemudian menyadari tentang Raka, dengan langkah tergesa-gesa ia menghampi HP ya
04 - Juli - 2007Dear diary ...Dengarlah rintihan hati yang patah ini. Cintaku yang belum berumur jagung ini harus hancur berserak, hanya karena ketakutanku dicampakkan oleh cinta pertama. Dengan bodoh dan tanpa pikir panjang aku mengikuti ego dan mencampakkan dirinya lebih dulu.Dengan angkuhnya kukatakan pada diriku sendiri, 'Lihatlah! Sebelum dia menyakiti, aku telah mematahkannya lebih dulu.'Apa aku bahagia setelahnya? Sama sekali tidak. Aku terluka mungkin lebih parah dari dia yang bahkan mungkin tergores pun tidak.Diary, ini bukan inginku. Aku mencintainya dan kau tahu itu dengan sangat baik. Adnan adalah warna dari lukisan jiwaku, dia irama dari detak jantungku. Lalu bagaimana mungkin aku mencampakkannya hanya karena ketakutan tak beralasan ini. Diary, dapatkah Adnan memahami bahwa keputusan bodohku ini mungkin tak menyakitinya. Akan tetapi, menyakiti diriku sendiri dengan sangat dalam.