Namanya hampir sama. Bisa jadi sifatnya juga? 🤔
‘Tidak ada yang mustahil.’ Elena telah mengalami kehidupan setelah mati. Dia pun belum tahu bagaimana itu bisa terjadi. Jika memang Jason akan menjadi musuhnya di kemudian hari, Elena harus bersiap-siap. Namun, seandainya Jason benar-benar sekutunya, Elena tetap harus berhati-hati. Menjaga jarak dari semua orang yang pernah terlibat dalam kehidupan pertamanya adalah pilihan terbaik yang dapat Elena simpulkan. Hanya William yang dapat Elena percaya. Namun, dia tak bisa mengatakan kejadian yang sebenarnya. William tak mungkin percaya padanya. Kalaupun percaya, rencana Elena membalas dendam kepada ibu dan adik tirinya akan digagalkan oleh ayahnya sendiri. Anna dan Jenna pasti akan segera diusir dari rumah oleh sang ayah. Itulah yang memang menjadi target Elena. Namun, bukan hanya sekedar diusir biasa. Elena akan membuat tiga pengkhianat itu jera dan tak akan bisa lagi menyentuh keluarganya. Di tempat lain, Jason yang sadar Elena sudah keluar setengah jam yang lalu, gegas berpamita
Dean bergegas menarik Elena ke depan agar tak terjatuh. Lalu melepaskan tangannya yang membelit di pinggang Elena. “M-Maafkan aku,” ujar Dean terbata-bata. “Tidak … justru aku yang harus berterima kasih padamu. Aku tidak menyangka bertemu denganmu di tempat seperti ini. Kau ingin mengunjungi kerabatmu?” “Ya. Ayahku dimakamkan di tempat ini. Bagaimana denganmu?” Elena memicingkan mata. Gelagat Dean sedikit berbeda sekarang. Pria itu tak begitu malu-malu lagi seperti kemarin meskipun masih terlihat sedikit canggung. “Aku berziarah di makam keluargaku.” “Oh … mau menemaniku bertemu dengan ayahku?” Elena mengangkat alisnya. Sikap Dean bukan hanya sedikit, tetapi benar-benar berbeda dari pertama mereka berjumpa. Apakah karena alkohol semalam? Ataukah dia tipe orang yang malu-malu saat berkenalan dengan orang baru? “Bolehkah? Kalau begitu, kita bisa berangkat ke kantor bersama-sama sekalian.” Elena mengikuti Dean ke makan ayahnya. Dahinya berkerut ketika melihat batu nisan bertulis
Dean melihat jam tangan tanpa mengangkat tangannya. Seharusnya mereka belum terlambat. Kurang lima menit lagi, jam kerja baru dimulai. “Kami belum terlambat, Tuan. Ada perlu apa?” Elena menjawab lebih dulu. “Ke kantorku sekarang,” perintah Jason dingin. Elena menghela napas panjang selagi menatap Dean. Pria itu mengangguk dan Elena pun segera mengikuti Jason ke ruangannya. “Kau tidak ingin mengatakan apa pun?” tanya Jason begitu mereka sampai di ruangannya. Kenapa Elena bersama Dean? Apa yang sudah mereka lakukan? Apa mereka berselingkuh? Tak ada satu pun pertanyaan dalam hati yang Jason utarakan. “Aku harus bilang apa? Selamat pagi, Tuan Jason, semoga hari Anda menyenangkan, begitu?” Elena tak paham maksud Jason. Elena melihat semburat pembuluh darah dan otot di leher Jason mencuat. Menduga-duga jika Jason sedang menahan amarah. Marah karena apa? Elena tak merasa melakukan kesalahan apa pun. Dia bangun pagi-pagi dan berangkat sendiri tanpa merepotkan sang suami. Sekaligus me
“Jason, aku benar-benar tidak bisa ikut perjalanan bisnis perusahaan. Kau juga tahu, aku perlu mengurus acara pernikahan Jenna lima hari lagi,” pinta Elena begitu mereka sampai di rumah. “Kau tidak perlu menghawatirkan acara pernikahan mereka. Aku yang akan mengurusnya untukmu. Semua akan sesuai seperti yang kau inginkan.” Jason sudah berjanji akan membantu Elena, sedangkan Elena juga akan membantunya. Tak ada alasan bagi Jason untuk menolak permintaan Elena mengacaukan pernikahan adik tirinya. “Tapi-” “Kita sudah sepakat untuk saling membantu. Apa kau ingin melanggar kontrak kita? Kalau begitu, aku juga akan melanggar beberapa hal yang sudah kita sepakati bersama.” Jason menyeringai. Elena bergidik tatkala membayangkan Jason akan melakukan sesuatu ketika mereka di tugas luar kota nanti. Karena Jason tetap bersikeras mengajak Elena, dia tak bisa menolak lagi. Elena segera menyiapkan keperluan selama dua hari pergi bersama Jason. Keesokan harinya, ketika Elena mengatakan perjalan
Jason menyentak bantal ke arahnya dengan kuat. Elena memekik tertahan ketika jatuh di atas paha Jason. Dia langsung bangkit karena dahinya membentur pangkal paha Jason, yang membuat Jason mengerang kesakitan. Jason menunduk sambil memegang bawah perutnya. “Kau kasar sekali.” Elena mendadak khawatir. Dahinya jelas-jelas membentur kejantanan Jason sangat kuat. Dia takut jika Jason akan pingsan atau kehilangan keperkasaannya. “M-maaf, aku tidak sengaja. Lagi pula, kau yang manarikku,” ujar Elena lirih. Dia duduk di samping Jason, bingung harus berbuat apa. Jason membuang napas kasar, dia masih dalam posisi yang sama. Tangan Elena mengambang di punggung Jason, ragu-ragu meskipun ingin memberikan ketenangan dengan menepuk-nepuk punggungnya. “Apa yang harus aku lakukan?” Elena jadi panik karena Jason tak bergerak sedikit pun. Dia sampai melihat ke perut Jason berulang kali untuk memastikan pria itu masih bernapas. Ketika Jason menegakkan badan, Elena sontak menjauhkan tangan. “Keluar!
Elena mendorong wajah Jason dengan telapak tangannya. Meskipun hanya bergerak seinci, setidaknya dia tak perlu melihat langsung manik hijau yang berbinar-binar itu. Jason tiba-tiba terkekeh pelan. Elena dapat merasakan hangat dan lembap di telapak tangannya, berasal dari mulut Jason yang terbuka. “Lihatlah wajahmu! Kau seperti menungguku melakukan sesuatu padamu.” Jason mengendurkan tangannya di pinggang Elena. Elena segera menjauh dan memutar badan ke samping. Dia menggeser selimut sekaligus badan Jason yang masuk ke area kasurnya. “Jangan sembarangan menuduhku! Aku tidak bernafsu denganmu! Dan jangan dekat-dekat denganku!” gertak Elena. ‘Sejak kapan dia bisa tertawa menyebalkan seperti itu?’ batin Elena kesal. ‘Rasanya ingin kutarik mulutnya!’ Elena ingin berbaring miring memunggungi Jason. Tetapi, dia tak mau jatah kasurnya diambil. Alhasil, Elena hanya bisa terlentang dan tak bergerak. Jason ikut berbaring. Dia sengaja merentangkan kaki dan lengan hingga menyentuh kulit Elen
Ketika merasakan tangan Jason meraba punggungnya, Elena tersadar dari perbuatannya. Dia membuka mata dan melihat manik hijau itu tengah memandang dirinya. Elena menghentikan gerakan bibir dan menarik lidah. Namun, Jason justru semakin kuat menyesapnya. Jason menutup mata perlahan, menunjukkan bahwa dirinya menikmati ciuman itu. Embusan napas kasar Jason menerpa mata Elena hingga berkedip. Kelopak mata Elena sontak terbuka lebar. Dia buru-buru melepaskan pagutan bibir mereka. Terdengar suara decapan khas orang berciuman, yang membuat bulu kuduknya meremang. ‘Apa aku sudah mulai gila?! Kenapa aku membalas ciumannya? Tidak- aku melakukannya demi mengecoh para pengawal Papa.’ “M-mereka sudah pergi?” Elena berlagak mencari pengawal. Pada kenyataannya, dia hanya tak sanggup melihat Jason. Malu, hanya itulah yang dirasakan Elena saat ini. Perbuatannya barusan, seolah membuktikan kata-kata Jason yang menuduh ingin menciumnya. “Belum ...” Jason mengacak rambut belakangnya. “Mereka akan t
“Aku tidak bersemangat! Kau tidak melihat para pengawal itu? Mereka begitu dekat dengan kita,” kilah Elena. “Minggir!” Jason berhasil menghindar dari tangan Elena yang hendak mendorongnya. Alhasil, Elena jatuh tersungkur ke depan. “Pft ....” Jason menahan tawa sambil menutup mulut dengan kepalan tangan. “Kau benar-benar sangat menyebalkan!”Elena bangkit, lalu berlari kecil ke kamar mandi setelah menyambar salah satu pakaian sembarangan. Setelah selesai mandi, dia baru melihat gaun yang dipakainya seperti setengah jadi. ‘Ini lebih baik daripada pakai jaring nelayan.’ Beruntung, ada satu jubah mandi di kamar mandi. Elena keluar tanpa melepaskannya. Jason sepertinya kecewa melihat Elena tak memakai salah satu baju yang disiapkan William. “Kau akan tidur dengan handuk basah?” Dia berdecak-decak. “Kenapa? Kau menungguku memakai salah satu baju itu?” Elena tersenyum miring. “Tidak. Tapi, kau akan mengecewakan Papa William yang sudah susah payah menyiapkan itu semua.” Jason melewati