"Lah tapikan, Ma ...." Agatha mencoba membantah, bagaimana bisa Handira punya ide seperti itu? "Dokter Yohana bilang nggak apa-apa, Sayang! Dia bahkan udah nunjuk sejawat di sana buat gantiin dia jadi dokter mama. Rekam medis mama sudah dikirim lengkap semua ke dokter pengganti, dan dokter pengganti pun sudah oke. Apa lagi?" Handira pun tak mau kalah, nampak sorot mata itu begitu serius, sama sekali tidak ingin dibantah. "Masa ... Aku cuma pengen mama selain dapat pengobatan terbaik, juga dapat hunian terbaik buat istirahat. Kenapa nggak di rumah? Yang udah puluhan tahun mama tempati? Luas, banyak area hijau, sirkulasi udara baik, apartemen Agatha nggak bakalan bisa ngegantiin rumah ini buat mama!" Agatha masih belum menyerah, ada alasan kuat kenapa ia tidak mau kembali ke sana bahkan mamanya ikut sekalipun! "Tha ... Mungkin kamu benar, tapi apa kamu lupa? Sumber kebahagiaan mama ada di sana semua!" Tegas Handira sambil mengusap lembut pipi Agatha. "Liat kamu kumpul sama suami kamu
"Papa pulang kalau gitu, Vin. Nggak lupa sama apa-apa saja yang sudah papa nasehat kan ke kamu, kan?" Ahmad menatap Kelvin sebelum ia turun dari mobil dan masuk ke dalam. "Pasti, Pa. Kelvin bakalan selalu inget apa yang papa katakan. Ngomong-ngomong, serius papa nggak apa-apa nunggu pesawat sendirian di bandara? Maaf Kelvin nggak bisa nemenin, udah dicall ha--.""Papa paham. Papa dulu juga junior residen, Vin. Tentu papa paham." Potong Ahmad cepat. "Kamu hati-hati ke rumah sakitnya, jangan lupa kabarin papa begitu hasil tes DNA-nya keluar. Biar papa bisa mikir gimana solusi terbaiknya."Kelvin tersenyum lebar, hatinya teramat lega. "Terimakasih banyak, Pa. Terimakasih udah selalu ada buat Kelvin." Ucap Kelvin dengan nada terharu. "Karena kamu anak papa, Vin. Sampai kapanpun kamu tanggung jawab papa. Besok kemungkinan gantian istri dan mama mertuamu pulang. Ingat, mama mertuamu sakit parah, Vin. Harapan hidupnya hampir tidak ada. Tolong di sisa akhir hidupnya, jangan buat dia mender
"Kamar mama udah Kelvin siapin, Ma!" Kelvin menyalakan saklar lampu dengan dua koper di tangan. Handira bersamaan dengan Agatha melangkah masuk. Bisa dilihat wajah Handira begitu sumringah begitu masuk ke dalam. "Rapi banget, Vin. Bikin betah kalau begini." Puji Handira tulus. "Ah mama biasa aja. Mama mau dibuatin minum apa?" Tawar Kelvin sambil memasukkan koper milik Handira ke dalam kamar. "Mama nggak boleh minum manis, Vin. Cukup air putih saja." Handira melangkah dan duduk di kursi meja makan, sementara Agatha, ia nampak meraih kopernya dari tangan Kelvin. "Aku ke kamar dulu, Ma!" Desis Agatha lalu melewati Kelvin begitu saja.Ia segera menutup pintu kamar, baru saja Agatha hendak melangkah, mata Agatha membelalak ketika melihat kandang hamster miliknya. "Astaga! Saga!" Agatha segera menghambur mendekati kandang, ia seketika tercengang melihat keadaan kandang Saga. Layoutnya berubah! Nampak bedding-nya sudah diganti plus diberi taburan paper bedding warna-warni. Ada hideout
"Nggak usah pegang-pegang!" Salak Agatha risih ketika mereka sampai di luar unit mereka. Tangan Kelvin yang semula menggenggam tangannya langsung ia hentak keras sampai terlepas. Tanpa menunggu Kelvin bicara, Agatha sudah lebih dulu melangkah meninggalkan Kelvin dan berjalan menuju lift. "Yang tungguin dong!" Kejar Kelvin dengan langkah cepat. Agatha tidak menggubris, ia berdiri di depan pintu lift setelah menekan tombol. Kelvin segera meraih tangan Agatha dan menggenggamnya erat-erat. "Apaan sih? Dibilang lepas ya lepas!" Salak Agatha kesal. Kini Kelvin yang tidak menggubris, ia menggenggam erat tangan Agatha tak peduli istrinya itu berusaha keras melepaskan tangah mereka. "Jangan gitu dong, Tha. Nggak malu apa dilihatin orang nanti?" Bisik Kelvin yang masih sekuat tenaga menahan tangan Agatha yang berusaha melepaskan genggaman tangan mereka. "Kamu yang harusnya malu!" Hardik Agatha yang seketika diam ketika ada orang lain yang ikut bergabung menunggu lift. Nampak Agatha menc
"Jangan pegang-pegang! Awas kalo kamu curi-curi kesempatan!" Desis Agatha dingin ketika Kelvin beranjak naik ke atas tempat tidur. "Nggak kok. Jangan khawatir. Kamu istirahat aja yang nyaman, Yang. Biar anak aku juga ikut istirahat!" Balasnya sambil tersenyum, ia menarik selimut lalu merebahkan tubuh tepat di sebelah Agatha. 'Sial!' Agatha memaki kesal. Kenapa juga anak ini harus benar anak Kelvin? Jadi dia tidak bisa berkelit dari jerat lelaki itu! Janin dalam rahim Agatha inilah yang seolah menjadi belenggu baginya untuk lari menjauh dari Kelvin. Namun, suka tidak suka, mau tidak mau, janin dalam rahimnya ini juga yang menjadi penyemangat mamanya untuk terus berjuang. Kenapa pilihan dalam hidup Agatha serumit ini? "Besok mobil kamu udah datang, kan? Selamat, ya Sayang, mobilnya baru. Hati-hati, ya? Walaupun jujur aku khawatir kamu dalam posisi hamil muda kayak gini malah kudu nyetir sendiri." Kelvin tidak bisa berkutik, ia harus sudah ada di rumah sakit bahkan sejak pukul empat
"Mau kemana?"Kelvin yang baru saja selesai memakai pakaiannya kontan menoleh ke arah suara. Agatha masuk dari pintu kamar, menutup pintu kamar rapat-rapat lantas menatapnya dengan tatapan tajam. "A--.""Kamu libur hari ini, jangan bilang kalau kamu mau ketemu sama selingkuh kamu itu!" Tuduh Agatha dengan nada ketus. Kelvin tergagap, ia tak tahu harus menjawab apa. Ia memang akan bertemu dengan Namira, tapi bukan pertemuan yang seperti Agatha maksudkan! "Kenapa diam? Nggak bisa jawab karena bener kan kamu mau ketemu sama dia? Dasar bener-bener nggak bisa dipercaya, katamu ka--.""Oke Sayang, oke!" Potong Kelvin sebelum Agatha makin murka. "Aku memang mau ketemu sama dia, tapi bukan kayak yang kamu maksud, Tha.""Bukan seperti yang aku maksud? Kamu pikir aku segoblok itu bisa kamu bohongi? A--.""Dengerin dulu, Sayang!" Kelvin seketika pusing, bagaimana cara menjelaskan semua ini? "Dengerin aku dulu, tolong jangan dipotong!" Mohon Kelvin dengan suara lirih. Agatha mendengus, ia tid
".... Sedangkan dengan sampel milik dokter Kelvin Hardyanto, kecocokan DNA-nya nol persen." Rasanya Kelvin ingin berteriak sekencang-kencangnya! Akhirnya semua kebenaran terungkap! Janin itu bukan anaknya, setidaknya Kelvin bisa satu langkah lebih aman. Mata Kelvin memanas, ia kembali teringat Agatha, janin itulah yang membuat Kelvin terancam kehilangan Agatha, meskipun semua ini berawal dari kesalahan Kelvin juga. "Terimakasih ya Allah!" Kelvin menoleh, nampak Dimas refleks langsung merengkuh dan merangkul Namira yang nampak sangat syok dengan hasil tes yang baru saja dibacakan oleh dokter Keela.Bisa Kelvin lihat wajah Dimas begitu bahagia, lelaki itu juga nampak menitikkan air mata, sementara Namira, ia mematungbdengan mata memerah. "Sudah jelas semua, ya?" Kelvin mengangguk cepat, ia segera mengulurkan tangan sebagai ucapan terimakasih kepada dokter yang membantunya memperjelas siapa ayah dari janin yang berada dalam rahim Namira. "Sama-sama, sudah jadi tugas saya." Dokter Ke
"Udah pulang, Vin?"Kelvin tersenyum, ia segera menghampiri Handira dan mencium punggung telapak tangan mama mertuanya itu dengan penuh hormat, Kelvin nampak mengedarkan pandangan, sepi. Ah dia lupa kalau istrinya ini pasti sudah berada di kampus. "Thata bawa mobil sendiri, Ma?" Kelvin bahkan lupa membalas pertanyaan basa-basi yang tadi dilontarkan Handira padanya. "Iya, Vin. Tadi mau mama anter karena bagaimanapun kalau cuma nyetir mama masih kuat, cuma dianya nggak mau."Kelvin mengangguk, ia kembali menatap Handira yang tengah membaca koran di sofa depan TV. "Biar Kelvin yang susul, Ma. Mama jangan khawatir." Desis Kelvin yang ingat di mana istrinya itu menyimpan duplikat kunci mobil hadiah dari Handira. "Iya sana susulin, Vin. Mama jujur agak khawatir."Kelvin mengangguk, ia segera melangkah ke dalam kamar, membuka lemari lalu meraih kunci duplikat yang ditaruh Agatha dalam sebuah kotak. Setelah mendapatkan kunci, Kelvin kembali melangkah keluar, berpamitan pada Handira yang n