"Tidak. Aku tidak mau. Kenapa kita tidak memulai dengan memanggil nama masing-masing," ucap Regina dengan tegas memberikan penolakan pada permintaan yang tidak dia inginkan.
Henry menatapnya tajam. "Kita adalah pasangan yang saling mencintai. Jika tidak menunjuk dengan panggilan biasa saja siapa yang akan percaya. Regina, ini tidak seperti kau tidak pernah pacaran dan memberikan panggilan kesayangan, kan?"Regina memegang tengkuknya, membuat Henry memberikan kesimpulan yang mengejeknya, "Serius, kau benar-benar tidak pernah pacaran? Apa tidak ada yang memanggilmu 'sayang' kalau begitu, apa aku akan menjadi orang pertama?""Berhenti mengolok-olokku. Aku tidak sepertimu yang dengan mudah memanggil dengan panggilan memalukan itu. Kau selama ini menyebar panggilan sayang untuk setiap gadis yang berkencan untuk tidur denganmu. Aku tidak ingin kau menyamakanku dengan mereka!" Regina menatapnya dengan marah. Dia bangun dari sofa, ingin segera mengakhiri semua ini. "Kita sudah selesai bukan? Aku akan pergi. "Henry langsung memeluknya dari belakang. Tubuh Regina menjadi kaku mendapatkan kontak fisik tiba-tiba ini. Pria itu kembali berbisik, kali ini lebih rendah membuat telinga sensitifnya merasa geli. "Kalau begitu panggil aku 'suami'. Kau akan menjadi yang pertama melakukannya."Suara Henry begitu lembut dan menggoda seperti sihir pemicu magnet yang menarik kaum hawa. Regina melepaskan tangan pria itu dan berbalik ke arahnya. "Tuan Henry, kenapa kau ingin aku memanggilmu begitu. Jangan katakan padaku, bahwa kau diam-diam mendambakanku?"Henry tersenyum pahit. "Tidak mungkin. Aku melakukan ini hanya untuk membuat kita lebih natural. Istriku memiliki kemampuan akting yang buruk, aku harus melatihnya.""Kau bisa mengatakan panggilan itu dengan begitu alami, suamiku." Regina menekan kata terakhir dan tersenyum dengan paksa.Regina dengan terburu-buru pergi tanpa peduli dengan sudut mulut Henry yang saat ini di tarik ke samping.Henry mengejar Regina. "Kau pergi begitu saja? Apa kau tahu di mana kau akan tidur?""Aku bisa tanya pelayan," ucap Regina dengan acuh tak acuh.Tangan Henry merangkul pinggang Regina. "Kita tidur di kamar yang sama. Aku akan mengantarkan istriku."Regina meraih tangan Henry, menepis pelukan yang membuatnya tidak nyaman. "Aku tahu kau sering menyentuh wanita secara sembarangan, tapi jangan lakukan padaku.""Kau pikir aku mau melakukannya? Lihat, ada pelayan yang diam-diam mengintip. Lakukan sandiwara dengan benar," ucap Henry dengan suara pelan. Dia mempererat rangkulannya. "Pinggangmu terlalu kecil dengan tubuh setipis kertas, bagaimana aku bisa nyaman memelukmu di tempat tidur?.""Cari saja wanita lain untuk kau peluk." Regina mengucapkan dengan bisikan. Wajahnya tersenyum menyembunyikan kekesalannya. Ini baru hari pertama, tapi Henry sudah terlalu banyak menghinanya. Dia tidak bisa membayangkan untuk tinggal dengan pria ini selama 5 tahun.Regina berjalan lebih cepat dan menyingkirkan tangan pria ini dari tubuhnya. Mereka akhirnya tiba di kamar lantai 2.Ruangan ini cukup luas dengan dekorasi yang dominan warna cokelat keemasan dan putih. Regina mengingat sesuatu."Aku lupa membawa koperku. Pinjamkan aku mobilmu, aku akan tidur di kantor malam ini.""Ini malam pertama kita, kau akan meninggalkanku suamimu? Jangan khawatir tentang pakaian. "Henry membuka lemari di sisi kiri. "Jika itu piyama untuk tidur, aku memiliki yang pas untukmu."Henry mengambil salah satu piyama lalu memberikannya Regina. Tatapan mata Regina menunjukkan kecurigaan. "Apa tidak masalah aku menggunakan milik kekasihmu?""Aku tidak pernah membawa wanita seperti itu ke rumah," elak Henry dengan cepat. "Jika kau tidak mau yasudah, tetapi aku tidak mengizinkanmu untuk keluar."Regina dengan terpaksa menerimanya. "Lalu milik siapa ini? Kau tidak mungkin punya kebiasaan berpakaian seperti wanita, kan?""Jangan banyak tanya. Cepat ganti pakaian lalu tidur. Aku orang yang sibuk, waktuku terlalu berharga untuk bergadang karena menjawabmu."Henry mendorong tubuh Regina untuk masuk ke kamar mandi. "Tidak perlu mendorongku, aku bisa sendiri."Regina melangkah masuk dan mengunci pintu.***Regina keluar dengan menggunakan piyama berwarna lembut yang sangat pas dengan tubuhnya, celana yang pendek memamerkan kaki jenjangnya yang putih, rambutnya di biarkan terurai begitu saja. Dia berjalan mendekat ke arah tempat tidur.Di sana, Henry sudah terbaring dan menutup matanya. Regina menggoncangkan tubuh Henry. "Hei, apa kau akan tidur dengan kemeja seperti itu?'"Apa kau ingin aku membukanya? Apa tidak masalah jika aku tidur tanpa pakaian?" Pria itu menanggapinya tanpa membuka matanya.Regina mengabaikannya dan mengambil bantal. "Kau bisa lakukan apapun, aku akan tidur di sofa."Henry mengangkap tangan lentik Regina. Dia membuka matanya dan melihat penampilan Regina saat ini lalu menarik tubuhnya dan membuat Regina terjatuh di atasnya."Henry, apa yang ingin kau lakukan? Jangan macam-macam denganku, " ucap Regina dengan panik.Henry tersenyum. Dia mendorong tubuh Regina membuatnya tidur di kasur. "Kau tidak perlu pindah. Aku tidak akan melakukan sesuatu padamu."Henry melepaskan tangannya. Pria tampan itu mematikan lampu dan tidur dengan posisi membelakangi Regina.Regina masih resah. "Apa kau benar-benar tidak akan melakukan sesuatu?""Ya. Jika kau tidak segera tidur, aku akan melakukan sesuatu yang kau takuti."Regina langsung diam dan mulai tertidur dengan nyenyak. Henry membalikkan tubuhnya, menatap Regina begitu dalam.***Keesokan harinya,Regina baru saja bangun. Dia sudah mendapatkan tatapan tajam dari Henry. "Pantas saja perusahaan Grace tidak terlalu baik, pemimpinnya pemalas.""Henry, ini masih pagi dan kau sudah membuat sarkasme pagi ini?" ucap Regina sambil tersenyum sinis. " "Cepat bangun, kita akan pergi ke biro urusan sipil untuk mendaftarkan pernikahan."Mata Regina yang mengantuk langsung terbuka lebar. "Kau benar-benar akan membuat pernikahan kita tercatat? Kita bahkan menikah hanya sementara.""Bukankah itu tertera di perjanjian? Jangan berpura-pura kau melupakan perjanjian kita!""Tidak. Aku hanya memikirkan kenapa kita tidak membuat surat nikah palsu saja? Kau setidaknya punya koneksi orang dalam, kan?" ucap Regina.Henry mengerutkan keningnya. "Aku tidak percaya kau akan memiliki ide gila itu.""Tapi bukankah ide gila ini sebenarnya cukup baik dalam situasi kita."Henry menghela nafas. "Aku membayar tanah yang begitu mahal hanya untuk mendapatkan surat nikah palsu. Regina, tidakkah itu curang? Bagaimana jika aku menukar surat resmi tanah yang aku berikan pada keluargamu lalu mereka akan di penjara jika itu terbongkar. Bagaimana dengan hal itu?"Regina terdiam. Meskipun dia membenci perlakuan keluarga padanya, dia masih tidak ingin mereka mengalami hal buruk."Cepat bersiap!" Henry Melemparkan pakaian pada Regina. "Pakai itu, aku akan menunggumu di luar."Setelah Henry pergi, Regina memandangi dress yang diberikan padanya. "Dari mana sebenarnya pakaian-pakaian wanita ini?"***Regina baru saja selesai bersiap dan hendak duduk di meja makan, tetepi Henry langsung menariknya. "Ayo kita pergi sekarang!""Papa, kenapa kau tidak membiarkan mama makan dulu?" ucap Kevin yang mengejar mereka dengan ekspresi khawatir saat menatap Regina yang diseret oleh Henry."Tidak ada waktu." Henry mendorong tubuh Regina masuk ke dalam mobil. Lalu melanjutkannya dengan cepat.Kevin tetep diam di luar. "Papa benar-benar tidak berubah."***"Henry, kenapa kau begitu terburu-buru? Ini bahkan masih terlalu awal?" protes Regina"Aku sudah bilang padamu bahwa aku orang yang sibuk, kan? Lebih awal lebih cepat selesai."Regina terlalu malas untuk melanjutkan perdebatan. Dia hanya diam sepanjang jalan. Saat mereka sampai di depan biro urusan sipil, Regina di kejutkan dengan apa yang dia lihat."Hei, Henry, apa kau tahu mereka akan datang?" tanya Regina."Regina, saatnya kita berdua menghadapi mereka!"Regina dan Henry tiba di kantor pendaftaran pernikahan, disambut oleh banyaknya pertanyaan yang tertangkap telinga mereka. Sorot kamera dan mikrofon terarah pada mereka. "Apa kalian datang untuk mendaftarkan pernikahan?""Apa benar kalian sebenarnya telah menikah sejak muda, tetapi kenapa kalian tidak segera mendaftarkan pernikahan?""Kenapa kalian menyembunyikan hubungan kalian?"Regina dan Henry tidak punya waktu untuk berpikir alasan apa yang tepat untuk menjawabnya. Namun, ada satu pertanyaan yang menarik perhatian Regina "Nyonya, apa dress yang anda gunakan adalah rancangan Nyonya Jian? Apa ibu mertua anda membuatnya secara khusus?" Ini memberikan kejutan besar bagi Regina yang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir. Ada banyak pertanyaan yang ada di kepalanya. Apalagi, dia ingat dengan apa yang dikatakan oleh Nyonya Jian di sebuah wawancara. Henry menanggapi para wartawan yang berisik itu, "Maaf, kami akan mengadakan konferensi press nanti. Saat ini, kami harus segera masuk d
"Kau bisa pergi sekarang! Ini akan menjadi bukti hubungan kita, " desak Henry marik tubuhnya menjauh dan melebarkan jarak antara mereka. "Kau bisa membuka pintunya sekarang."Regina memandang pria yang bahkan tidak memiliki penyesalan apapun. Dia ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya tersangkut dalam tenggorokan. Tidak jelas mengapa perasaan kacau ini muncul yang menimbulkan kemarahan dalam hatinya. "Apa ada yang ingin kau katakan padaku?" tanya Henry melirik ke arah Regina yang tidak bergerak sedikitpun. Regina hanya diam, melangkah keluar dari mobil dengan perasaan geram. Tidak lupa dia membanting pintu dengan keras. Regina menoleh ke arah kaca mobil, melihat ekspresi kesal dari wajah Henry, perasaan sedikit puas menjalar di hatinya. Regina melangkahkan kaki dengan pandangan lurus, dia menyadari karyawannya yang menatapnya. Sepertinya tujuan Henry telah tercapai untuk menimbulkan gosip tentangnya. Ingatan tentang ciuman yang dibicarakan orang-orang membuatnya terganggu, ba
Wanita itu menarik tubuh Henry menjauh dari Regina. Regina dapat melihat wanita yang dari raut wajahnya terlihat setidaknya berusia lebih dari 40 tahun. "Henry ikut denganku!" Wanita itu menarik tangan Henry dengan keras. "Aku tidak bisa meninggalkan istriku, kita akan bicara lain kali." Henry menepis tangan wanita itu. Wanita itu kembali lagi memegang tangannya dan mengernyitkan kening, terlihat kesal, "Aku tidak akan melepaskanmu kali ini."Regina dapat melihat obsesi dari tatapan mata wanita ini. Tanpa sadar lengannya merangkul lengan Henry dengan posesif. "Maaf, bibi. Aku tidak bisa membiarkan suamiku berbicara hanya berdua dengan wanita lain. Bisakah kau tidak menganggu suamiku?" Henry merespon tindakan Regina dengan cepat dan secara alami memainkan perannya. Tangannya kembali menepis tangan wanita lain itu untuk kedua kalinya dan merangkul Regina dengan cara yang begitu intim. "Istriku sayang, aku tidak akan melakukan hal yang tidak kau sukai." Suaranya begitu lembut pen
"Apa kau sedang bersama dengan pria itu sekarang? Regina, Kau berani pergi meninggalkan kantor hanya untuk urusan pribadi yang tidak berguna, lebih baik urus surat pengunduran dirimu saja! Aku tidak butuh seorang anak yang tidak memiliki tanggung jawab dalam pekerjaan.""Papa, aku tidak bermaksud untuk mengabaikan pekerjaanku. Hanya saja aku--" Regina mencoba untuk memberikan penjelasan. "Cepat kembali ke kantor sekarang juga!" Tuan Tan dengan tidak sabar memotong ucapan Regina dan mengakhiri panggilan. Regina menunjukkan ekspresi rumit di wajahnya. Sentuhan lembut di bahunya membuat Regina menoleh. Seorang pria tampan sedang menatapnya dengan lembut berkata, "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?""Aku masih memikirkan pekerjaan di kantor. Lebih baik kita pulang sekarang," ucap Regina dengan tenang. "Tapi, kau bahkan belum memilih satupun pakaian." "Tidak masalah, aku bisa meminta sekertarisku melakukannya. " Regina melangkah meninggalkan toko dengan cepat. Dia bahkan tidak menyadari bah
"Apa Anda masih akan tetep menunggu?"Anak laki-laki itu menolehkan sebentar. "Ya, kenapa mereka masih juga belum datang?" Kevin dengan ekspresi khawatir berdiri di depan pintu. "Mungkin Tuan memiliki pekerjaan dan memilih lembur," ucap kepala pelayan yang berdiri di belakangnya. "Tapi, aku sudah memberi tahu Papa." "Tuan Muda, maaf saya harus mengatakan ini, kenapa Anda bersikeras untuk menyiapkan semua ini? Dan juga Tuan dan Nyonya adalah dua orang yang gila kerja. Bisa saja mereka tidak pulang."Kevin terdiam cukup lama. Ekspresinya terlihat semakin sedih. "Aku tahu ini mungkin terlihat sia-sia, tapi aku hanya ingin melakukan sesuatu untuk mereka. Tunggu satu jam lagi, jika mereka tidak datang aku akan membereskan semuanya." "Tuan Muda tidak perlu melakukan apapun. Kami yang akan membereskannya, ini tugas untuk para pelayan. Anda bisa istirahat setelah ini." Kevin menoleh ke arah kepala pelayan. "Paman selalu saja baik dan pengertian padaku. Terima kasih." "Ini adalah tugas s
"Tada! Apa kalian menyukai ini? Aku melihat di TV, Papa dan Mama sudah resmi menikah. Ini adalah hadiah perayaan dariku," ucap Kevin dengan penuh semangat menunjukkan apa yang telah dia dan pelayanan siapkan. Henry dan Regina hanya terdiam melihat apa yang ada di depan matanya. Ini membuat perasaan canggung. "Kau tidak seharusnya menyiapkan ini. Bukankah hanya membuang waktu?"ucap Regina. Henry melangkah menuju ke meja yang dihiasi dengan lilin bahkan ruang makan di dekorasi sedemikian rupa untuk terlihat seperti restoran romantis. "Kevin sudah menyiapkan semua ini, kita tidak mensia-siakannya." Henry menarik kursi. "Kemarilah dan duduk!" Regina melangkahkan kaki dengan ragu menuju ke kursi yang disiapkan untuknya. "Sejak kapan kau menjadi begitu toleran pada anak itu?" cibir Regina. "Aku hanya tidak ingin dia menangis dan aku harus mengundang Asistenku untuk datang. Mainkan saja apa yang diinginkannya," ucap Henry. "Aku akan meninggalkan kalian berdua dan pelayan akan pergi setel
Regina menatap Henry dengan tatapan tajam. "Berikan saja pada mantanmu, dia akan membayarmu dengan ciuman yang tidak terlupakan." Regina menjauhkan tubuhnya dari Henry. Henry terlihat senang dengan reaksi Regina. "Istriku, kau benar-benar cemburu pada mantanku? Tenang saja, aku tidak benar-benar melakukan sesuatu seperti itu dengan mereka. Semua hanya kebohongan, sungguh. Jangan terlalu memikirkannya.""Aku tidak peduli mau itu benar atau tidak! Semua itu bukan urusanku, kau bisa melakukan apapun yang kau mau. Kita hanya pasangan kontrak!" Regina menegaskan. Dia mengambil dokumennya dan berjalan ke pintu keluar. "Kau mau ke mana?" tanya Henry. "Pergi ke ruang tengah. Jangan pernah kau datang dan menggangguku lagi!" Regina menutup pintu dengan kasar. Dia memegangi jantungnya yang berdebar kencang, ada perasaan lega juga dalam hatinya. Sekali lagi, dia berusaha menepis perasaannya. "Aku tidak boleh percaya pada apa yang dikatakan pria itu dan juga itu semua tidak ada urusannya denga
"Tentu saja. Apa mama masih meragukan itu. Tidak apa-apa jika mama masih meragukanku saat ini. Aku akan keluar jika Mama merasa tidak nyama," ucap Kevin dengan tulus. "Apa kau akan pergi ke sekolah?" tanya Regina. Kevin menggeleng. "Aku masih belum mendaftar sekolah baru."Regina baru mengingat ini. Dia terlalu sibuk dengan pekerjaannya begitu juga dengan Henry. Mereka melupakan jika anak ini seharusnya sudah masuk usia sekolah. "Aku akan bicara dengan Henry untuk mendaftarkanmu ke sekolah." "Bisakah Mama membujuk Papa agar aku bisa pergi mendaftar sekolah dengan Mama dan Papa? Aku yakin jika tidak begitu, Papa hanya akan memintaku pergi dengan asistennya." Kevin menunjukkan ekspresi sedih. "Ah, seharusnya aku tidak minta terlalu banyak." Regina menatap anak laki-laki yang menunjukkan senyum, tetapi matanya terlihat jelas kesedihan. "Henry pasti tidak akan membiarkan itu, dia pria yang peduli dengan wajahnya. Dia akan datang denganmu secara langsung alih-alih meminta Asistennya