Bab 107
Seorang wanita berjalan tergopoh-gopoh keluar dari mobil. Sedangkan seorang perempuan yang lain menunggunya di kamar apartemen.
"Bagaimana, Debb? apa semua berjalan lancar? mengapa kau tidak segera menelponku?" Zea menghampiri Debbie dengan langkah tergopoh-gopoh. Debbie belum juga menjawab. Nafasnya masih ngos-ngosan. "Debbie, apa kau dalam keadaan baik-baik saja?" Zea khawatir dengan sikap Debbie yang menyiratkan gelisah. "Lihat!" tiba-tiba Debbie menunjukkan lengan atasnya. Sebuah luka menganga terlihat di sana hingga membuat Zea sendiri bergidik melihatnya. darah segar mengucur. "Mereka meluikaiku!" Debbie kembali bersuara. "Astaga! Mengapa bisa sampai terjadi seperti ini?" Zea kaget mendengarnya. "Bukankah kau bilang telah mengBab 108 Debby seakan abai dengan pertanyaan Zea. Dia masih saja sibuk mencari-cari sesuatu. Tidak lama kemudian, gadis itu berlari keluar. Ke arah parkiran mobilnya. Zea mengikuti langkah itu dari belakang. Beberapa kali terlihat Debbie memeriksa seisi mobil. Namun sepertinya ia tidak menemukan apa yang ia cari. Masker dan sarung tangannya tetap tidak ia lepaskan. "Kau terlihat sangat panik, Debb. Katakan padaku apa yang telah terjadi?" Zea melirik Debbie aneh. "Ssst ...!" Debbie menempelkan telunjuk pada mulutnya yang sedikit maju. "Bisakah kau membantuku, Mbak Zea?" Debbie menghentikan aktivitasnya. "Membantu apa? Jika aku bisa, mengapa aku harus menolak."Debbie tersenyum mendengar jawaban itu. "Bisakah Mbak Zea aku mintai tolong untuk membawa mobilku k
Bab 109 (47) "Nak, ada apa dengan kalian?"Nadine terlihat gusar mendapati Divan dan Divan pulang dalam keadaan letih, lesu dan arah jarum jam yang sudah menunjukkan waktu mulai larut malam. Davin dan Divan merasa bingung dan bimbang harus bercerita mulai dari mana. Mereka merasa belum siap menceritakan semuanya. "Duduklah terlebih dahulu!" Nadine menyodorkan air putih kepada putra kembarnya. "Tenangkan diri kalian terlebih dahulu! Setelah nanti kalian merasa tenang, baru kalian memberitahu kami apa sebenarnya yang telah terjadi." George ikut menimpali. "Tidak, Pa. Kami tidak apa-apa." sahut Davin berbohong. George memperhatikan baik-baik sorot mata kedua anaknya. Mata mereka sungguh tidak bisa menyembunyikan kegelisahan yang kini tengah mereka sembunyikan.
Bab 110Serta merta Nadine memperhatikan ke arah sumber suara. "Siapa di sana?" rimbun dedaunan bonsai menghalanginya untuk melihat wajah sang pemanggil. "Ini aku, Nyonya." seseorang tersebut kembali menjawab seraya membuka masker yang tengah ia kenakan. Nadine kian merasa heran melihat seseorang berdaster hitam yang menjawab pertanyaannya. Seperti tidak asing. "Haa? Bik Lasmi? Kenapa pagi-pagi buta begini sudah berada di taman?" Nadine bertanya. di samping rasa heran yang menghinggapi relung hatinya melihat Bik Lasmi telah berada di taman, sedangkan hari masih begitu gelap.Bik Lasmi adalah pembantu yang telah bekerja padanya selama bertahun-tahun. "Ah tidak, Nyonya. Tadi saya melihat ada yang aneh di taman ini. Eh ternyata hanya kucing tetangga yang mencoba masuk ke rumah." lanjut Bik Lasmi. Setidaknya
111 "Apa? Kalian tahu soal ini?" tentu saja ucapan putranya membuat Nadine kaget. "Ssst ...! Ada sesuatu yang harus kita selidiki dari Bik Lasmi." ujar Davin dengan tatapan mata serius. Nadine menyimak kata demi kata. "Ya, Ma. Kak Davin benar. Tadi pagi aku mendengar Bik Lasmi berbicara dengan seseorang di telepon genggamnya." timpal Divan. "Apa yang dia bicarakan dan pada siapa dia berbicara?" tanya Nadine tak sabar. "Sepertinya kita juga harus memberi tahu Papa. Tapi pelan-pelan, kita harus mencari tempat yang tepat. Jangan sampai membuat Bik Lasmi curiga." ucap Davin. "Baiklah." Nadine beranjak. Sedangkan di taman, Bik Lasmi masih terbayang-bayang dengan pembicaraannya dengan seseorang beberapa waktu yang lalu. *** Kala itu pada saat menjelang subuh. Bik Lasmi berjalan tergopoh-
Bab 112 "Gak tahu itu punya siapa kok jadi kayak aneh gitu ya? Serius." mata Bik Lasmi seperti keheranan. "Aduh ... Apa saya buang aja kali ya? Saya takut ini ada apa-apa, soalnya ada firasat buruk juga. Kenapa bisa bungkusan ini berada di samping minuman Den Divan yang barusan saja aku buat. Kalau ada apa-apa sama Den Divan, bisa-bisa aku yang di salahkan bahkan bisa di pecat." Bik Jum semakin panik dan khawatir. Bik Ladmi juga nampak gusar. "Aku aku takut benda dalam bungkusan ini berbahaya. Tapi siapa yang menaruh benda seperti ini di sana. Ntar kalau ada yang tidak-tidak, pasti aku yang disalahkan sama nyonya?" Bik Jum kembali mengulangi kalimat yang sama dalam keadaan panik. "Tadi barusan aku ingin menanyakan perihal bungkusan ini kepada secara langsung sama Den Divan. Tapi saya lihat Den Divan sedang
Bab 113Divan membawa ke kamarnya sebuah gelas yang berisi susu coklat yang tadi dibuatkan oleh Bik Jum untuknya. Di tangga menuju ke lantai atas di mana kamar Divan berada, tidak sengaja anak itu berpapasan dengan Bik Lasmi. "Hmmm ... mantap benar aromanya susu coklat ini, Bik." ujar Divan sembari tersenyum. "Ya, buatan Bik Jum memang selalu sedap, Den. Selamat menikmati. Aromanya memang strong." Bik Lasmi sedikit membungkukkan tubuhnya. Sebuah senyum manis pun terukir di bibir wanita paruh baya tersebut. Dalam hati, sesungguhnya Bik Lasmi ingin tertawa ketika melihat aksi Divan. "Pasti berhasil!" Dalam hati Bik Lasmi kembali bersorak. Bik Lasmi terus turun melangkah ke lantai bawah sambil menenteng sapu."Bik, hari ini kami akan bepergian sejenak. Titip
Bab 114 Dari hasil menguping itulah Davin tahu jikalau Bik Lasmi telah bekerjasama kepada seseorang yang sedang menelponnya. Itulah poin penting yang diceritakan oleh Davin kepada kedua orang tuanya, George dan juga Nadine. "Astaga ya Tuhan ..! Mengapa Bik Lasmi tega melakukan ini?" Beberapa kali kalimat istighfar meluncur dari bibirnya. George juga dibuat tidak kalah kagetnya. "Ini sama seperti kejutan. Kejutan dari orang-orang kita percaya. Hampir saja kita berhasil dicelakai oleh orang yang berada di rumah kita sendiri." tandas George. Berita yang sungguh-sungguh cukup memukul hati Nadine maupun George. Keduanya tidak menyangka sama sekali jikalau Bik Lasmi tega bekerja sama pada seseorang yang ingin menjahati keluarga mereka. &nbs
Bab 115 "Mmaaf, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan saja." Bik Lasmi terlihat gugup. Nadine bisa maklum dengan sikap yang di tunjukan oleh Bik Lasmi. Gugup wanita paruh baya tersebut tentu karena ulahnya sendiri. "Bukannya tadi Bibik bilang ingin membersihkan taman?" Bik Lasmi semakin serba salah mendengar pertanyaan dari Nadine. "Mmaaf, Nyonya. Tadi Bik Jum meminta bantuan saya untuk membantunya membereskan rumah. Soalnya, Katanya dia sedang tidak enak badan." Bik Lasmi beralasan. "Oh ya? Kalau begitu mengapa Bik Jum tidak bilang kalau sakit?" Nadine bertanya. "Entahlah, Nyonya. Mungkin dia tidak enak kali." sahut Bik lasmi. "Hmm, Baiklah, baiklah Nyonya. saya akan melanjutkan pekerjaan saya membersihkan taman." Bik Lasmi tergesa-gesa melangkah meninggalkan N