“Itu berarti saya masih bekerja disini?” berulang kali Alesya bertanya agar ia tidak salah dengar.“Kalau tidak, untuk apa saya kasih kamu berkas ini! Atau kamu memang suka dipecat?” ucap Grey memegang keningnya yang tidak bisa berkata-kata lagi.“Oh jadi begitu.. Baik Pak, terimakasih saya akan bekerja lebih keras untuk proyek ini!” Alesya spontan menjabat tangan Grey lalu bersalaman dengan wajah Ceria.Grey malah ikutan menjabat tangan Alesya seolah terhipnotis, ia juga memaksakan senyumnya mengikuti irama goncangan tangan Alesya yang bersemangat. “Sudah jabat tanganya?” ucap Grey pasrah memasang wajah dingin.“Maaf Pak saya terlalu semangat,” akunya sembari pamit keluar dengan tersenyum lebar.Grey yang tadi bersikap dingin, tersenyum simpul tanpa sadar ia juga menatap tangannya yang bekas genggaman Alesya.***“Semua dengarkan! Ini ada tugas dari Direktur untuk besok lusa, jadi saya disuruh menyerahkan kepada Zenith untuk Dianalisa terlebih dahulu” paparnya menyerahkan kertas yang
“Aku harap kau tidak mengatakan apapun perihal kemandulanku kepada siapapun dan juga aku sudah menyerah dan tidak ingin melakukan terapi lagi!” Akhirnya apa yang hendak dikatakan Aleysa terlontar juga.“Baiklah, kalau itu maumu!”Arvin menyetujui tanpa bertanya lebih lanjut lagi.***Aidan dan Zellius telah berada di Caffe tempat mereka bertemu, dan sudah duduk saling berhadapan. “Dilihat dari ekspresimu, kau telah melakukan hal memalukan kepada buk Morin?” tebak Zellius santai.“Dengarkan terlebih dahulu... tadi tidak sengaja aku mengajak Buk Morin keluar malam ini,” bebernya dengan wajah bak benang kusut.Zellius tersenyum mendengar hal tersebut. “Berani juga kau!” godanya mencolek pipi Aidan.“Jangan menyentuhku sembarangan!” Aidan menepis jari Zellius yang kurus itu.“Jadi, bagaimana apa dia setuju?” tanya Zellius bersemangat.“Aku malah mengatakan kepadanya, bahwasanya itu hanya kesalahpahaman,” ucap Aidan memasang wajah kusut.Bibir Zellius semakin mengembang. “Kau kecewa? Salahk
“Apa katamu?! Kalau begitu ceraikan saja anakku!” teriaknya penuh amarah mengejar Alesya. “Sudahla Ma...” Pak Lutfi menahan tangan Buk Mutia lalu mencoba menenangkannya. *** Alesya telah sampai di restoran milik Misami sekaligus tempat tinggalnya. “Misaminya ada?” tanyanya kepada salah satu karyawan wanita. “Kau lama sekali!” Yang disambut Misami dari depan pintu masuk keruangannya. “Ada urusan tadi,” dalihnya seperti tidak terjadi apa-apa. “Oh kukira terjadi sesuatu, kalau begitu ayo masuk kekamarku!” Misami membukakan pintu dengan tidak sabar, mendorong Alesya masuk. Bokong Alesya telah meluncur disela-sela tempat tidur, Ia melihat tampilan Misami sangat berani dengan costum gadis iblis ketat hingga tercetak lekuk tubuhnya. dan pernak pernik diwajahnya. “Kau yakin berpenampilan seperti itu?” Pandangnya menatap keseluruhan tubuh Misami. “Kau juga berani sekali membeli costum seperti ini!” Tunjuk Misami ke samping kanan Alesya yang telah mengeluarkan kostumnya. “Ini imut, maka
“Sudahla tidak usah banyak bicara, Antarkan aku ketempat dudukku! ” timpalnya dengan wajah ketus seakan risih. “Baik, ikuti aku!” Ajak Dino memegang lengan Grey.“Tanganmu kau taruh dimana?” sindir Grey agar dilepaskan.“Kau ini pemalu sekali!” goda Dino sengaja membuat Grey geli.“Mulutmu seperti wanita!” ejek Grey yang tidak mau kalah.“Wah, jadi selama ini kau menganggap ku wanita, aduh aku jadi khawatir.” timpal Dino menutup dadanya seolah sedang dilecehkan.Alesya sudah mendengar percakapan menjijikkan mereka, walau Grey tidak sadar bahwa dia telah berada dibelakang mereka, karena ingin menanyakan toilet dimana. Ia mencoba masuk dalam percakapan mereka. “Apa kalian saling menyukai?” tanyanya tanpa menyapa terlebih dahulu.“Astaga, kaget aku!” ucap Dino spontan sembari memeluk erat leher Grey. Semakin membuat Alesya salah paham dan menggoda bosnya. “Aku tidak lihat apa-apa, lanjutkan bermesraannya.” Alesya tersenyum geli meninggalkan mereka berdua.“Hey kau salah paham! Ini tidak
“Aku akan bercerai dengan isteriku! Dan singkatnya kami sudah tidak bersama selama tiga bulan, dan sekarang tinggal menunggu persetujuannya!” jelasnya tersenyum kecut. “Kalau begitu ayo kita pacaran, lalu, segera selesaikan hubunganmu dengan isterimu.” Balas Morin lirih, matanya juga sudah berkaca-kaca seolah ingin menangis. Akhrinya penantian panjangnya terbayarkan juga, karena sudah sejak sekolah menengah Morin menaruh perasaan kepada Aidan. *** “Kalian berdua kemana saja? aku lelah mencari tahu!” rengek Misami lesu. “Aku tadi mencari angin segar, dan tidak sengaja bertemu dengan Pak Grey diatap, jadi kami mengobrol sebentar tentang pekerjaan!” terangnya yang tidak ingin disalahpahami. “Oh benarkah?” Dino datang tiba-tiba menaruh curiga kepada mereka. Ia melipatkan tangannya didada sembari memperhatikan Grey. “Kenapa wajahmu merah begitu? Apa yang telah kalian lakukan dibelakang kami?” Iterogasinya ingin mendapatkan cerita menarik. “Ayo mulai acaramu sekarang!” dalih Grey menye
“Tidak!” jawab Grey singkat malah meneguk minuman Alesya. “Minum saja semua!” bentak Alesya merengutkan wajahnya sembari berjalan kearah orang-orang yang sedang menari.“Mau kemana?” tanya Grey menggoyangkan lembut gelas yang berisi wine dengan kaki dilipatkan. “Bukan urusanmu!” Dibalas ketus oleh Alesya, ia melenggang menuju kearah Misami yang sudah teler, sangat panas berjoget seperti itu, membuat lelaki menghampirinya dan perlahan ikut berjoget disebelahnya. “Mau keluar bersamaku?” ajak Lelaki yang tampak mencurigakan itu. Misami tidak menghiraukan ajakan lelaki tersebut, tubuhnya masih tidak berhenti berjoget. Pria itu marah menarik paksa lengan Misami. “Jangan sok jual mahal!" Amuknya dengan mata menyala. Alesya mendapati sahabatnya dalam bahaya ia berlari secepat mungkin mendaratkan pukulannya kewajah pria itu. “Sadar diri dengan bentuk rupamu!” hina Alesya mencekram tangan Pria itu. Pria itu meringis kesakitan memegang wajahnya. “Wanita sialan! apa-apaan kau?” murkanya men
Aidan telah berada didepan kamar, ia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam, ia membuka handle perlahan. Namun tidak ada Alesya didalam. “Dia belum pulang juga?” gumam lelaki itu melirik jam tangannya. “Padahal sudah larut malam!” lanjutnya sembari berganti pakaian. Grey tampak sungkan mengantar Alesya kedalam, ia takut akan disalahpahami seperti malam itu. Padahal dia sudah berada didepan rumah Alesya dan tinggal membawa masuk. “Hey bangun!” panggilnya menjawil bahu Alesya yang sedikit bergerak. Kelopak mata Aleysa terangkat perlahan, matanya berputar dan masih setengah sadar diakibatkan alkohol. “Mana Pria jalang tadi?” racaunya dengan mata menyipit. “Dia sudah babak belur! Ini sudah didepan rumahmu, beristirahatlah,” pintanya membukakan sabuk pengaman Alesya. Grey membukakan handle disebelah Alesya dengan lebar agar Aleysa keluar dengan nyaman. “Pelan-pelan jalanya, Aku tidak bisa mengantarmu sampai didepan pintu, Suamimu akan salah paham!” ucapnya yang dijawab Alesya den
Ia melirik perlahan kesamping kanan menyipitkan matanya, memastikan pria mana yang telah melakukan malam yang penuh gairah dengannya. Alis mata Alesya terangkat keatas bersamaan bola matanya menjadi terbuka lebar seperti akan melompat saat tahu bahwa Aidan lah yang telah melakukannya. “Apa yang terjadi disini?” gumanya seraya mengingat-ingat kejadian tadi malam. Dan dia semakin menjadi gelisah saat sudah mengingat bahwa dia yang telah melemparkan diri kepelukan Aidan dan memaksanya melakukan kehendaknya. “Memalukan sekali!” lontarnya tidak percaya lalu mengacak rambutnya. Bukan Alesya saja yang kaget, Aidan yang sedari tadi telah bangun malah malu untuk membuka matanya. “Bagaimana aku bisa keluar dari sini?” ucap batinnya mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan. Aidan sengaja menggerakkan tubuhnya berpura-pura bahwa dia baru saja terbangun. Glek. Alesya spontan kembali berpura-pura tidur. Menarik selimut untuk menutupi seluruh tubunya. Sehingga tidak sengaja tubuh polos Aidan te