Share

Bab 2 Sebuah Telepon Misterius

"Po-polisi?" Marisa tergeragap menjawab ucapan peneleponnya. 

"Betul, Bu. Saya Aiptu Rizal dari kepolisian Mojokerto." 

"Mo-Mojokerto?" Kembali suara gagap Marisa terdengar. Perasaan perempuan cantik itu mulai tidak enak. 

"Benar, Bu. Kami menghubungi karena ingin bertanya, apa ibu kenal dengan Bapak Irawan Syahputra? Catatan panggilan terakhir di ponsel Pak Irawan adalah nomor Ibu."

"Pak Irawan suami saya. Memang ada apa, Pak? Kok ponsel suami saya bisa di tangan bapak?" 

"Mohon maaf, Bu. Pak Irawan mengalami kecelakaan di Tol Mojokerto. Sekarang beliau dilarikan ke Rumah Sakit Citra Medika Mojokerto." 

"A-apa, Pak? Ti-tidak mungkin! Suami saya dinas ke Malang. Jadi mana mungkin ada di Mojokerto?" Marisa membantah penjelasan dari peneleponnya. Namun, dia juga bingung kenapa ponsel suaminya ada di tangan polisi. Kepolisian Mojokerto pula. Bagaimana bisa? 

"Silakan dicek langsung ke rumah sakit, Bu. Sementara ini kendaraan dan semua barang di dalam mobil akan kami amankan untuk penyelidikan. Ibu akan kami hubungi kembali." 

Tanpa menunggu jawaban Marisa polisi menutup pembicaraan. Perempuan itu berpegangan ke pinggir meja untuk beberapa saat. Namun, rasa terkejut yang teramat sangat membuatnya tidak bisa mengendalikan emosinya. Dia melorot dan suara terakhir yang masuk ke telinganya adalah jeritan para muridnya. 

"A-aku di mana?" Mata Marisa mengerjap berulang kali. Sesekali dia memicing ketika cahaya lampu masuk ke dalam matanya. 

"Ibu Marisa sudah sadar? Tadi ibu pingsan di dalam kelas?" jawab guru piket UKS. 

"Saya? Pingsan?" tanya Marisa dengan nada tak percaya. Setelah melihat guru perempuan yang berdiri di samping ranjang UKS, ingatan Marisa kembali ke beberapa saat lalu. Terakhir dia menerima telepon dari seseorang yang mengatasnamakan Kepolisian Mojokerto. Anehnya orang tersebut menggunakan ponsel Irawan, suaminya. 

"Mas Irawan … Mas Irawan," Marisa menyebut nama suaminya lirih. Lalu tangisnya meledak tanpa bisa ditahan.

"Lho … Bu Risa kenapa?" 

Melihat tangis Marisa yang semakin kencang, rekan gurunya semakin kebingungan. Dia mengguncang lengan Marisa beberapa kali dan kemudian memeluknya erat sampai tangis Marisa mereda. 

"Istighfar, Bu," hiburnya sambil mengelus rambut hitam Marisa. "Saya ambilkan minum, ya?" 

Beberapa saat kemudian guru wanita yang sudah setengah baya itu mengangsurkan segelas teh manis hangat kepada Marisa.

"Minumlah selagi hangat, Bu Marisa. Semoga bisa meredakan rasa gundah Ibu. Setelah itu kalau Ibu mau cerita masalahnya ke saya juga boleh. Barangkali dengan bercerita bisa melegakan hati Ibu." Guru yang biasa dipanggil Ibu Aisyah itu membantu Marisa duduk di pinggir kasur dan meminum teh. 

"Terima kasih Bu Aisyah," ucap Marisa. Meski lelehan air mata masih mengalir di pipinya, tetapi dia sudah tidak menangis histeris seperti tadi. Setelah meneguk separuh isinya, Marisa mengangsurkan gelas ke Bu Aisyah kembali. "Saya sudah lebih tenang sekarang." 

Ibu Aisyah menerima gelas sambil menatap Marisa. "Syukur Alhamdulillah. Omong-omong kenapa kok Ibu tadi sampai pingsan dan menangis? Kalau Ibu Marisa mau cerita, saya siap mendengarkan." 

"Ta-tadi saya terima telpon dari polisi, Bu. Anehnya dia menggunakan nomor ponsel suami saya. Katanya … katanya … suami saya kecelakaan di tol SUMO. Itu nggak mungkin karena suami saya dinasnya ke Malang. Kira-kira apa itu penipuan ya, Bu?" 

"Wah saya kurang tahu juga, Bu. Apa coba ditelpon saja? Barangkali bisa dapat kepastian." 

"Ibu benar. Ponsel saya di kelas."

"Tidak, kok. Tas dan ponsel Bu Marisa tadi dibawakan ke sini. Itu di meja samping kasur." 

Marisa menengok ke balik punggungnya. Tangannya meraih tas dan merogoh mencari ponsel. Setelah ditemukan, jarinya segera memencet tombol panggilan cepat ke nomor suaminya.

"Tidak tersambung," ucap Marisa lirih dan kembali mengulangi menekan nomor yang sama. Dia baru berhenti mencoba setelah menelepon tiga kali dan tidak tersambung. 

"Tadi Bu Marisa bilang dari kepolisian mana? Coba saya bantu carikan nomor telpon kantornya. Penelepon sebut nama atau tidak?" 

"Saya ingat-ingat dulu, Bu." Kening Marisa berkerut-kerut memikirkan kejadian sebelum dia mengalami pingsan. 

"Kalau tidak salah namanya Aiptu Rizal." 

"Oke, Bu Marisa. Coba Ibu telpon nomor ini. Saya dapat dari teman polisi yang dinas di Jombang." Bu Aisyah menunjukkan sederet nomor yang ada di ponselnya. 

Tanpa menunggu lama Marisa segera menghubungi nomor kantor kepolisian Mojokerto. Dia bercerita tentang telepon yang tadi pagi dia dapat dan meminta disambungkan dengan Aiptu Rizal.

"Jadi beliau sedang di luar kantor? Kira-kira kembali pukul berapa ya?" 

Marisa mendengar orang yang menerima teleponnya bertanya kepada seseorang.

"Aiptu Rizal sedang menangani kasus kecelakaan di Tol SUMO, Bu. Jadi tidak bisa dipastikan kapan kembali ke kantor."

"Ja-jadi me-memang ada kecelakaan di Tol SUMO?" Tubuh Marisa gemetar. Dia bertanya dengan terbata-bata.

"Ada Bu. Korbannya sudah dibawa ke Rumah Sakit Citra Medika Mojokerto."

Telepon digenggaman Marisa luruh. Dia bahkan belum menutup telepon dan mengucapkan terima kasih saat menerima informasi itu. Tangisnya kembali pecah dan lebih kencang dibanding sebelumnya. 

"Lho … lho ada apa Bu Marisa? Tenang … tenang, Bu."

Marisa meraup ponselnya yang tergeletak di kasur dan melemparkannya ke dalam tas. Sambil terus menangis dia turun dari kasur dan ingin segera beranjak.

"Mau kemana, Bu?" cegah Bu Aisyah buru-buru.

"Saya mau ke Mojokerto, Bu. Kecelakaan itu benar-benar terjadi dan saya ingin memastikan korbannya bukan suami saya." 

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Flying Fox
mcny jangan lembek thor
goodnovel comment avatar
bestrahma73
wah kok beda kota
goodnovel comment avatar
D'naya
Jangan-jangan...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status