Pov Pras
Ah sial, kalau begini sih namanya nambahin beban. Bener kata mama. Bukan ini yang kuinginkan. Yang kuhayalkan dari dulu saat berpacaran dengan Nara, si anak orang kaya biar aku yang pengangguran ini bisa hidup senang.Ini tidak berjalan sesuai dengan rencanaku.Hayalanku waktu itu adalah ... saat Nara hamil, maka aku akan dinikahkan dengannya lalu ayahnya yang pengusaha itu mengajakku untuk meneruskan bisnis yang ia punya, kebetulan Nara kan putri tunggal, pastilah semua itu akan jatuh ke tanganku, suaminya.Tapi nyatanya kok malah begini?Dia justru diusir dari rumah.Arrggghh ... terus dari mana aku akan mendapatkan biaya pernikahan ini?Uangku hanya tersisa lima ratus ribu? Apakah itu cukup?Kepalaku terasa sangat berat bagai menjunjung batu yang sangat besar.Ini benar-benar menyiksa pikiranku.Sedangkan mama sudah lepas tangan dan tidak mau tau atas masalah ini.Pada siapa lagi aku akan meminta bantuan? Barangkali ada yang bersedia meminjamkanku uang,Aduuh ... pusing seratus keliling.Jika aku mengajak Nara untuk pulang ke rumahnya, tentu aku sudah menjadi keripik dibuat ayahnya.Dia pasti menghajarku dengan habis-habisan tanpa ampun karena telah merusak masa depan putri kesayangannya.Aku sudah tak punya pilihan lain. Aku akan menikahinya dengan mahar seadanya. Pasti dia mau saja. Dari pada tidak.Dia sekarang sudah tak berdaya untuk melawan mengingat kondisinya saat ini. Apapun yang kuberikan pasti dia akan menerimanya begitu saja.Ah, memang enak menikahi wanita yang sudah rusak. Dia menjadi tak banyak permintaan. Coba saja kalau aku menikahi gadis per4wan, pasti ia akan meminta uang yang banyak untuk biaya pernikahan.Darimana aku bisa mendapatkannya, sedangkan makan saja masih mengemis pada mama, meski ia mengomel setiap hari aku tak peduli yang terpenting perutku terisi.Agar aku memiliki kotoran yang akan kukeluarkan di kamar mandi.Ya, aku memang seperti ini.Mau gimana lagi?Berubah?Itu tak mungkin, karena aku ingin menjadi diri sendiri.Tapi aku juga tidak menyangka akan berumah tangga dalam waktu dekat. Masa lajangku sebentar lagi akan berakhir. Sedih sih, tapi harus tetap dijalani.Nara juga gadis yang cantik. Aku tak rugi menikahinya. Dan suatu hari nanti aku harus bisa mendapatkan harta kekayaan papanya, biar apa?Ya biar hidup senanglah!Aku tak mau usahaku selama ini untuk mengambil hatinya terbuang sia-sia.Bagaimana pun aku harus menjadi suaminya.Terlebih lagi aku akan menjadi ayah untuk anak yang sedang di kandungnya.Hati ayahnya pasti luluh saat mendengar suara tangisan seorang cucu. Ia tak mungkin marah berkepanjangan.Ya, aku sangat yakin akan hal itu.Kami juga sebenarnya saling mencintai. Hubungan kami sudah terjalin lama. Kami sudah saling mengenal satu sama lain.Nara adalah wanita yang baik, serta mudah untuk kudapatkan.Ia tak bisa mendengar kata rayuan manis lelaki. Buktinya sekali serangan saja, dia langsung menyerahkan seluruh hidupnya padaku.Pada lelaki yang tak punya kerjaan jelas dan masa depan yang baik, seperti diriku ini.Tapi sepertinya ia tak begitu peduli dengan semua itu.Dia adalah seorang gadis yang haus akan kasih sayang.Hanya rasa itu yang ia ingin dapatkan.Ibunya sudah meninggal, sedangkan ayahnya sibuk dengan pekerjaannya, hingga dia merasa kesepian. Hanya aku yang dia punya. Hingga akhirnya hubungan kami bisa sampai sedekat itu.Dua hari kemudian ...Nara tinggal di rumah Pras sebelum pernikahan itu dilangsungkan.Acara yang akan dibuat, sangat sederhana. Hanya mengundang tetangga dekat rumah saja.Seperti biasa, Dinta sedang sibuk mengambilkan barang permintaan para pembeli."Kok pernikahan Pras mendesak sih Bu? Memangnya ada apa?" celetuk salah seorang pembeli di warung itu."Iya malah yang perempuannya udah nginap di sini lagi." Sambung yang lain.Dinta yang mendengar itu tidak menjawab. Ia hanya bisa menarik napas berat. Keluarga mereka saat ini sedang menjadi bahan gosip satu kampung.Andaikan ia mempunyai dua kepala, mungkin ia sudah membuang salah satunya sekarang, anak lelaki yang ia banggakan selama ini, kini telah berhasil melemparkan kotoran tepat ke mukanya."Ibu-Ibu, maaf sebelumnya ya, warung saya ini bukan tempat untuk menggosip, kalau urusan kalian sudah selesai, Ibu-Ibu semuanya boleh pulang!" halaunya dengan menahan emosi yang bergejolak."Ih, gitu aja marah, Bu. Kami kan cuma nanya, jangan
Mereka telah sampai di bibir pagar rumah Surya. Pras sedikit merasa canggung, sebab ia belum pernah bertemu dengan sang calon mertua sebelumnya.Setiap Nara ingin mengenalkannya pada sang ayah, pria itu tak pernah ada di rumah. Ia selalu sibuk mengurus bisnisnya di sana sini. Sehingga tak memiliki waktu luang untuk bertemu.Nara juga segan mengatakannya kalau ia sudah memiliki kekasih, karena ia menduga, Surya tak terlalu ingin tahu tentang dirinya. Mereka hanya bicara sekedarnya ketika bertemu di meja makan. Selebihnya pria itu super sibuk, hingga sangat jarang ada obrolan basa basi diantara mereka.Saat Nara baru saja ingin mulai berbicara tentang kesehariannya, baru sepatah kata sudah terdengar dering ponsel sang ayah, yang menelpon agar ia segera pergi untuk urusan kerjaan.Seketika Nara menghembuskan napas kasar. Itu bukan hanya sekali. Sudah tak terhitung jumlahnya ia ditinggal seperti itu oleh papanya.Saat gadis itu ngambek, pria itu selalu mengatakan bahwa dirinya seperti itu
"Mau apa lagi ke sini? Saya kan suruh kamu untuk mengikuti laki-laki itu!" sergah ayahnya, yang masih sangat marah."Om, maaf. Saya akan bertanggung jawab atas perbuatan saya. Tujuan kami kesini adalah ... ingin meminta Om untuk menjadi wali nikah Nara, apakah Om bersedia?"Tanpa banyak basa-basi lagi, Pras langsung to the point. Ia sudah berusaha menjadi lelaki yang gentleman di hadapan sang calon mertua. Ia berani berbicara sebagai bukti bahwa dirinya bukanlah seorang pecundang, yang kabur begitu saja saat kekasihnya hamil."Oh jadi kamu yang sudah merusak masa depan anak saya? Besar juga nyalimu ya, berani menunjukkan muka dihadapan saya!" cetus Surya dengan membusungkan dada ke depan serta kedua tangan yang diletakkan di sisi pinggang."Memangnya apa pekerjaan kamu? Dan bagaimana kamu akan memberikan makan pada putri saya nantinya?" lanjutnya lagi dengan nada ketus."Pa, jangan bersikap gitu dong sama Mas Pras," protes Nara yang tak sanggup mendengar kata-kata hinaan yang terlont
Sebentar lagi hari bahagia mereka akan tiba. Seharusnya Pras sangat bahagia karena calon mertua sudah menyetujui pernikahan mereka, bukan malah sebaliknya. Ia tampak begitu murung, dan cemberut.Makanan yang sudah dihidangkan oleh ibunya, sama sekali tak disentuhnya. Semua masih utuh di atas meja. Ia seperti kehilangan selera untuk makan apa pun.Dinta yang melihat perilaku tak biasa dari anaknya itu mencoba untuk bertanya, meski ia tau anak lelaki yang ia besarkan selama ini itu memiliki sifat yang tertutup.Tapi apa salahnya ia mencoba menanyakan hal apa yang mengganggunya sehingga dia bersikap seperti orang gangguan mental."Ada masalah apa? Ayo cerita sama Mama," ujarnya mengusap lembut punggung lebar Pras."Ayah Nara sudah menyetujui pernikahan kami, Ma,""Terus? Harusnya kamu senang dong, sekarang kenapa malah murung seperti itu?" tukas wanita bersanggul mini itu."Oh mama tau, kamu tidak punya biaya ya, untuk melaksanakan itu semua?" tebak sang ibu."Makanya setiap mau mengerj
"Pras pamit Ma. Untuk mengejar kesuksesan di luar kota. Supaya Mama bangga punya anak seperti Pras, yang tak akan menyusahkan Mama lagi, yang bisanya cuma menjadi beban Mama setiap harinya. Maafin Pras selama ini. Sekarang sudah saatnya Pras berubah. Mama tenang aja, dan jangan khawatir. Pras baik-baik saja di perantauan, cukup kirimkan doa terbaik Mama setiap harinya. Jaga diri Mama baik-baik, ya. Tunggu kepulangan Pras, bye Ma ..."Dinta menghapus dengan kasar air mata yang sedari tadi mengalir dipipinya saat membaca isi dari surat itu.Kemana kamu, Nak?Kenapa tega ninggalin Mama sendirian?Apa kamu marah sama Mama, iya?Mama minta maaf, Sayang.Kemana Mama akan mencarimu?Dari bayi hingga kau sebesar ini, tak pernah kita berpisah walau hanya sebentar saja.Kau selalu bersamaku.Kau adalah manjanya Mama.Cuma dirimu yang Mama punya, Sayang.Kau marah, karena Mama cerewet?Semua itu demi kebaikanmu, Nak.Mama tak bersungguh-sungguh benci kepadamu, kau salah paham, Sayang.Apakah kau
Hari ini adalah saatnya mereka fitting gaun pengantin. Meski acara yang dilakukan sederhana, tapi tak mungkin mereka hanya memakai baju rumahan, tentu di hari yang spesial bagi dua orang yang akan mengikat tali pernikahan itu akan memilih baju yang indah untuk mereka gunakan.Nara sangat bersemangat. Wajahnya begitu sumringah mengingat sebentar lagi dia kan resmi menjadi istri dari pria yang dicintainya.Ia telah mandi dan bersiap hendak pergi. Memoles bibirnya dengan sedikit lipstik berwarna merah jambu.'Kenapa dia belum juga datang? Apakah dirinya lupa kalau hari ini akan ke butik gaun pengantin? Ah kebiasaan deh, dasar pelupa.' gumamnya seraya mengambil ponsel yang tersimpan di dalam tas kecilnya.Menggeser layarnya untuk mencari nama yang ia tulis dengan sebutan "Sayang" itu.Setelah ketemu, tanpa membuang waktu lagi ia langsung menekan tombol panggil di smartphone keluaran terbaru pemberian papanya. Karena memang apa yang ia inginkan selalu diberikan oleh Surya.Panggilan telep
Nara mengendarai motor dengan perasaan kalut dan gelisah. Ia terus memutar gas kendaraan beroda dua itu sampai kandas, sehingga membuat motor melaju dengan sangat kencang dan tak terkendali.Ia hanya berharap agar segera sampai ke rumah Pras.Berbagai pikiran buruk kini sedang menyerang pikirannya.Bagaimana kalau yang tidak ia inginkan, terjadi?Tapi ia kembali menyemangati diri. Ia percaya lelaki yang ia sayangi itu tak mungkin sanggup meninggalkanya, bukannya sebelumnya ia telah berjanji bahwa dia akan selalu ada di setiap suka dan dukanya Nara?Janji itulah yang selalu dipegangnya hingga detik ini.Ia percaya, Pras tak mungkin berbuat hal itu.Dia yakin, pasti akan menemukan lelaki itu di rumahnya, barangkali saja ia lupa, dan ponselnya kehabisan daya.'Iya benar. Itu pasti alasannya.' gumamnya lagi.Dinta duduk di kursi warung menunggu pembeli datang, ia hanya melamun saja. Saat ada orang yang datang ia pun salah mengambilkan barang, yang membuat para pembeli jengkel."Jualan
"B*jingan! Jadi pria itu sudah kabur? Kurang ajar! Beraninya dia mempermainkan kita!"Dada Surya panas terbakar, saat mengetahui kebenaran bahwa Pras si lelaki pengecut itu telah pergi jauh meninggalkan putrinya dalam kondisi hamil.Giginya gemerutuk. Ia tak sanggup menahan gejolak emosi yang kian menjadi di dalam jiwanya.Napasnya terasa sesak.Jika memang dari awal lelaki itu tidak berniat bertanggung jawab, lalu mengapa ia seolah-olah datang menampakkan diri yang hanya akan membuat harapan di hati mereka."Biadab!" Lagi-lagi sumpah serapah dilayangkan oleh Surya kepada bapak dari bayi yang dikandung Nara itu."Awas aja kalau bertemu dia, aku tak akan memberinya maaf, akan kuhajar habis-habisan kalau perlu sampai m4ti!"Dadanya naik turun mengimbangi napas yang terasa sesak. Belum pernah ia mengalami rasa marah yang separah ini. Bahkan ia pernah ditipu investor ratusan juta rupiah, tapi tidak se-emosi saat permata hatinya dirusak oleh lelaki brengsek yang tak bertanggung jawab."Sud