Bugh! Bugh! Berulang-ulang menggedor pintu apartemen mewah milik James. Bel pintu berdering berkali-kali berdenging bagai sirene gawat darurat. Mau tak mau Jeany terbangun kesal merasa tidurnya terganggu. Kelopak matanya membuka perlahan beranjak malas dari ranjang melirik ke arah jam dinding. Sial. Masih terlalu pagi bertamu ke tempat kekasihnya yang baru. Dasar klien tidak tahu diri! Makinya marah bergegas menuju ke ruang tamu buru-buru membuka pintu. Deg! Jantungnya berdegup kencang memandang Alagar penuh emosi mendorongnya makin ke dalam. "Mau apa kau datang kemari dan darimana tahu apartemen ini?" cecar Jeany bukan menyapa lemah lembut seperti sering dilakukan ke duda tampan yang masih dicintainya selama ini. Di belakangnya, seorang pria asing belum pernah dilihat terus mengikuti kemanapun Alagar pergi. Ketakutan. Kecemasan merayap dibenak Jeany seolah terkepung dua pria yang begitu emosi, sementara James terlelap di ranjang tak mungkin dibangunkan setelah permainan panas se
Suara tangis Bagaskara berhenti digantikan rengekan panjang berulang-ulang memekakkan telinga, "Aku mau pulang, mau ketemu Mama dan Om Kaivan!""Jangan cengeng!" teriakan keras mengejutkan seisi rumah. "Berhenti menangis, meraung dan manja atau lebih baik aku kunci kau di kamar mandi!"Bagas langsung meringkuk ketakutan duduk di sudut kamar kecil tidak serupa miliknya. Dari datang siang tadi hingga sore hari tak dijumpai wajah Amirah yang selalu tersenyum dan memeluknya."Mama, Bagas mau pulang," isaknya pelan tak lama tubuh kecil beringsut tertidur di lantai dingin yang keras. Kelelahan menangis sepanjang hari tak tahu mengapa ia dipisahkan dari ibunya sendiri.Wanita cantik namun kejam menunggu sampai terlelap lalu mengunci pintu kamar agar bocah nakal tak pergi melarikan diri. Ia sangat membenci putra Amirah dan Alagar karena masa lalu yang kelam."Nona, biarkan saya menemani Bagas kasihan kalau ditinggal sendiri di kamar," sergah pengasuh Nana buru-buru agar majikannya mengijinkan
"Gimana Mas Alagar, kau sudah temukan Bagas?" Amirah menatap sendu mantan suaminya pulang dengan tangan kosong. Alex menemui Kaivan yang tadi pagi pamit ke kantor mengambil berkas penting dan segera kembali menemani dirinya. "Belum 'Ra, maafkan aku karena jalang itu hidupmu berantakan begini," sesal Alagar mengenggam tangan mantan istri berbagi kehangatan dan ketenangan. Sayangnya mereka berdekatan ketika situasi sedang tak menyenangkan harus kehilangan putra kebanggaan keluarga. Oh, Tuhan. Tolong selamatkan anakku! Derai air mata Amirah mengalir lagi. Alagar memeluk erat membiarkan tangis wanita itu tumpah membasahi kemeja putih miliknya. "Tenanglah Ra, terus berdoa untuk anak kita, tidak mungkin Bagas disakiti karena tebusan mahal itu segera dipenuhi." "Tapi Mas, aku 'ga punya uang sebanyak itu," keluhnya kebingungan. "Hanya rumah warisan mendiang orang tuaku yang ku miliki sekarang." "Kau selalu meremehkan aku dari dulu," singgung Alagar mendengar permintaan mantan istri. "Bag
Aabid, Alex, Alagar dan Kaivan berembuk kembali mengenai pertukaran tebusan uang lima milyar dengan Bagaskara. Masih ada selisih antara dua orang mencintai Amirah menyerahkan nominal sama tapi tidak mau mengalah satu sama lain.Suami Melani melirik ke arah Aabid yang ikut bingung memilih uang siapa akan diserahkan sebagai penebus nyawa putra Amirah. Dan akhirnya keputusan yang adil ialah ayah kandung berhak atas kehidupan anaknya."Sudahlah biar Alagar Hakim melakukan kebaikan untuk putranya sendiri setelah bertahun-tahun tak peduli, ya 'kan?!" singgung Alex menengahi perdebatan panjang.Kaivan berkacak pinggang menolaknya."No way! Aku sanggup membiayai seluruh kehidupan Amirah dan Bagaskara jika kami menikah nanti, lagipula dia calon istriku bukan orang lain."Aabid Barak Hakim berusaha melerai yang begitu sulit tak berpihak satupun antara kakak ipar dan kandung. "Sabarlah Mas, ku rasa memang benar dikatakan Mas Alex tadi," ucapnya bijaksana. "Mas Alagar punya hak sebagai papanya wa
"Nana, jangan kemana-mana jaga anak itu baik-baik!" perintah Monica sebelum bepergian. "Aku keluar hanya sebentar dan segera kembali, nanti malam mendapatkan uang tebusan lalu pergilah dari sini menghilangkan jejakmu dariku!"Pengasuh Nana menunduk takut menuruti majikan. "Baiklah Nona, aku harap penculikan ini segera berakhir kasihan anak kecil itu tak mau makan sejak kemarin badannya mulai demam mungkin merindukan ibunya.""Tutup mulutmu!" bentak Monica keras. "Aku tak peduli jika bocah itu mati kelaparan yang terpenting balas dendamku terhadap tunangan ibunya terlampiaskan!" Lalu bergegas memanggil supir agar mengantarnya ke suatu tempat. Pertemuan yang ditunggu-tunggu sebelum mengambil uang tebusan lima milyar.Oh, tidak. Pengasuh itu baru memahami majikan menaruh benci begitu dalam terhadap Kaivan yang segera menikahi Amirah, namun yang menjadi korban balita Bagaskara. Sungguh menyesal Nana tersadar diperalat Monica gadis kejam tak punya hati nurani menculik anak kecil demi cinta
Amirah bingung menoleh keluar kaca kanan dan kiri. Mobil yang dikendarai tunangannya melaju kencang namun tak menyebutkan arah tujuan. Di belakang, mobil mantan suami mengikutinya dengan tenang."Mas, sebenarnya kita ini mau kemana 'sih katanya ingin menjemput anakku?!""Pengasuh Nana mengirim pesan bahwa dia akan membawa Bagaskara ke sebuah coffee shop," sahut Kaivan sambil tetap fokus mengemudi. "Kita segera ke sana memeriksa yang dikatakan berkata benar atau tidak."Sontak Aabid menyela. "Kalau mereka berdua 'ga ada di sana, kita langsung saja ke tempat pertukaran yang disebutkan wanita penculik itu!"Hati Amirah langsung ciut. Harapannya pupus andai Bagaskara dan Nana tak ditemukan. Hilang kebahagiaan dan semangat hidup dalam sekejap. Cuma tinggal putranya sebagai pelipur lara tak peduli soal pernikahan kedua yang sebentar lagi dilangsungkan.Perceraian dirinya dan Alagar hampir mematikan sendi kehidupan tetapi Amirah bangkit berjuang demi masa depan Bagaskara. Dan kini segera mus
"Nana!" teriak Monica keras memanggil asisten rumah tangga, namun tak ada jawaban sama sekali.Langkahnya terburu-buru menuju ke kamar juga tak menemukan di sana. Bola matanya melebar memandang di atas ranjang. Sebuah selimut besar menutupi sesuatu yang dikira tubuh anak kecil telah diculik dua hari ini. Dihempaskan selimut itu dan terbukalah kebohongan besar di pelupuk mata.Dasar pembantu tidak tahu diri! Makinya kencang melempar semua bantal ke lantai.Martin dan Bernie tertidur lelap di lantai teras sesaat ia tiba. Mereka tak bisa dibangunkan seakan diberi obat tidur yang sangat banyak mematikan kesadaran untuk menjaga rumah dan mengawasi putra Amirah.Lalu Monica menuju ke lemari obat dan kemasan baru disimpan demi menyembuhkan sakit insomnia diderita dirinya sejak putus cinta dari CEO Kaivan. Luka trauma lima tahun lalu membuatnya tidak bisa tidur tenang.Bajingan itu harus merasakan apa yang dirasakan saat darah mengalir deras akibat keguguran hampir saja ia kehilangan nyawa ka
Kondisi Bagaskara mulai stabil. Panas tubuh mulai berangsur hilang namun Amirah tak melepaskan sekalipun pandangan darinya. Di sebuah kamar dulu pernah ditempati putranya kini menginap ke rumah besar ini lagi.Ditepiskan perasaan tak nyaman demi balita yang tertidur pulas di pelukan. Maafkan Mama sayang, sungguh aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu! Lirihnya pelan atas dosa dan salah sebagai Ibu yang tak termaafkan.Melani muncul di depan pintu, "Ra, pergilah ke bawah untuk makan malam biar aku yang menggantikanmu."Amirah menggeleng, "Kamu saja yang makan, aku tidak lapar.""Makanlah 'Ra, di sana ada suamiku, Aabid dan Kaivan," tegur Melani. "Kamu 'ga perlu sendirian menghadapi mantan suamimu, mereka pasti melindungimu!""Aku 'ga pa-pa kok," dusta Amirah agar sahabatnya tenang. "Kami akan pulang secepatnya setelah Bagaskara sembuh dan kau juga butuh istirahat kasihan bawa perut besar begitu."Senyum Melani mengembang sambil mengusap-usap kandungannya. Hidupnya lebih sempurna sepert