Sambil membekap mulut, aku merapatkan tubuhku ke tembok. Mataku terbelalak tak percaya dengan apa yang aku dengar; Abe Villich dan Corrine?!
Tak heran suara pria tersebut begitu familiar! Sekarang aku ingat Richard pernah bilang kalau Corrine sebenarnya menyukai Abe Villich sejak lama. Namun menyerah karena pria itu lebih memilih Arlaine daripada dirinya.
Melihat apa yang baru saja mereka lakukan, apa hubungan mereka sudah mengalami kemajuan? Namun apa yang kudengar barusan sama sekali tidak mengindikasikan sesuatu ke arah sana.
"Wait. Abe!!"
Suara kelotak sepatu pantofel di lantai marmer terhenti. Lalu suara berat yang sekarang aku tau adalah suara Abe Villich kembali terdengar.
"What? Kau ingin lebih? Aku tak tahu kal
Richard’s“Gerakan Anda sudah jauh lebih luwes daripada pertama kali dulu, Mademoiselle. Anda cepat belajar.”“Merci, JJ.”Tanganku mengepal erat dengan rahang yang terkatup kuat. Pemandangan ini sudah berlangsung selama dua hari berturut - turut. Dan sebanyak apa pun aku memberikan alasan pada gadis mungil yang sedang melangkah anggun mengikuti alunan musik lembut di tengah aula itu, sebanyak itu pula dia mengabaikanku.“Mira… What’s gotten into you,” bisikku tak habis pikir.Aku bertanya - tanya apakah ada yang terjadi padanya selama empat hari terakhir saat aku tak bisa menemaninya di istana? Dalam situasi biasa, tentu Mira tak akan mau berada pada situasi yang intim dan canggung dengan pria lain. JJ sekalipun. Karenanya dulu dia menolak untuk belajar dansa secara langsung dengan JJ dan meminta agar Pak Tua sendiri yang datang dan menemaninya berlatih sampai beberapa kali.Lalu ini? K
Meskipun kabar Granny memang menggangguku, tapi tentu saja itu bukan alasan pertama aku menjadi ketus dan dingin pada Richard.Aku tak ingin merasa seperti ini. Aku bahkan sudah mewanti - wanti diriku sendiri agar tak merasa seperti ini. Namun semua itu bubar tak bersisa saat Richard muncul. Semua pertahanan diri dan sikap anggun yang sudah aku persiapkan lenyap digantikan dengan perasaan merajuk dan dongkol. Iya, aku cemburu.Namun, ironisnya, aku tahu pasti bahwa cemburuku tak berdasar. Pertama, aku dan Richard tak memiliki hubungan personal apa pun. Memang, dia tahu aku menyukainya. Tergila - gila padanya lebih tepatnya, tapi tetap saja, perasaan itu hanya sepihak. Richard tak pernah menerimanya apalagi membalasnya. Yang kedua, alasan utama Richard mengawal Lyn adalah karena perintah dari kerajaan, jadi meskipun Richard tak ingin, dia tetap harus melakukanya. Yang ketiga… kembali ke poin pertama, aku dan dia tak memiliki hubungan apa pun. Kenyataan itu membua
Lagi - lagi hari ini Richard tak muncul. Dia menitipkan pesan pada Madam Marceu bahwa dia akan datang menjemput saat kelasku dengan JJ akan dimulai.Beberapa hari kemarin memang aku yang menghindarinya, lalu apakah sekarang giliran dia yang menghindariku?Luci sekali! Apakah benar kamu dua orang dewasa? Kenapa tingkah kami selayaknya anak - anak begini? Dan apa tadi? Lucu? Apakah luci membuat dada kita tersayat sakit dan membuat mata kita berair seperti ini?!"Anda ingin menggelung rambut anda atai mengepangnya, Mademoiselle?" Madam Marceu bertanya sembari menyisir rambutku yang kini sudah kembali memanjang.Beberapa bulan sudah berlalu sejak operasi mengerikan itu. Saat itu mereka menggunting pendek rambutku karena terus rontok dan jadi kusut tak terawat karena suhu tubuh yang tak stabil. Namun kini rambut yang awalnya hanya sebahu itu sudah hampir setengah punggung."Biarkan digerai saja, bolehkah? Aku sedang ingin merasakan rambutku terurai hari
Saat aku sampai di kamar Daddy, beliau sedang dibantu oleh salah satu maid untuk memakai jasnya. Sepertinya sudah siap untuk memulai hari. Di kursi yang tak terlalu jauh dari tempatnya berdiri, Ada Cedric yang duduk di depan laptop dan sedang mengetik sesuatu. Dia menoleh dan mengangguk saat aku masuk.“Cherie! Oh, kemarilah. Biarkan pria tua ini memelukmu sejenak. Tu me manques. Aku merindukanmu.” Daddy berseru, membuatku mengembangkan senyumku dan melangkah mendekat padanya untuk dipeluk. Sejenak melupakan Richard dan Lyn yang barusan aku lihat dalam perjalananku ke sini. “Apa kabarmu? Apakah hanya perasaanku saja atau kau semakin kurus?”Aku terkekeh membalas pelukannya. “Dad, jangan menghinaku. Aku naik tiga kilo sejak masuk istana. Jika Madam Marceu mendengarmu, dia pasti tak akan senang.” Kami berdua tertawa kecil. “Daddy akan pergi lagi keluar istana hari ini?” tanyaku sedikit berbasa - basi.Daripada aku yang semakin mengurus, Daddy terlihat tak begitu baik. Dia jelas terlihat
Richard’s“Non, saya tak mengatakan apa pun padanya. Seharusnya bukan saya yang mengatakan hal - hal seperti ini padanya. Ini tanggung jawab Anda.” Aku mendesah gusar. “Anda selalu saja menempatkan saya di situasi yang sulit.”“Pardon, Richard. Lagi - lagi aku membuatmu berada dalam keadaan yang sulit.” Suara desahan itu menyapa telingaku dari perangkat digital yang kini tertempel di sana. Aku sedang bertelpon dengan Pak Tua Guireille. Hari masih pagi, bahkan bias sinar matahari sama sekali belum terlihat meskipun waktu sudah menunjukkkan pukul delapan pagi. Sepertinya, prakiraan cuaca bahwa hari ini akan turun badai salju itu benar adanya. Langit terlihat mendung dan gelap menyimpan badai.Semalam Pak Tua tak pulang ke istana. Aku paham, banyak hal yang harus diurusinya di luar sana. Meskipun secara parlemen dan konstitusional Belgia adalah negara mandiri yang tak terikat oleh mana pun, namun dari segi konstitusional, kerajaan Prancis masih memiliki kuasa untuk ikut campur memberika
“Richard,” kataku pelan.Kurasakah salah satu sisi ranjangku melesak turun sebelum selimutku di tarik pelan. Aku mencoba mempertahankannya selama beberapa saat, namun gagal saat Richard malah mengangkat tubuhku dan mendudukkannya di depannya tepat.“Apa yang kau lakukan!” seruku kaget saat wajahku tiba - tiba sudah berada di depannya.“Morning, you look beautiful as usual,” sapanya pelan dengan alis terangkat karena melihatku memalingkan wajah darinya. “Hei, ada apa?”Ada apa?! Aku baru bangun! Aku belum cuci muka! Siapa yang tahu ada apa di wajahku?! Tidak peka sama sekali!“Ada apa ke sini?” Aku menggeleng, menyembunyikan wajahku dengan berpura - pura menyisir ramb
Richard'sAku memaki dalam hati karena dua alasan yang berbeda. Pertama karena aku ceroboh tak memikirkan apa yang keluar dari mulutku, dan yang kedua karena ekspresi memohon yang kulihat di wajah Mira membua pikiranku berkelana liar. Aku mengutuki reaksi tubuhku yang terlalu jujur dan mendamba.Keadaan Madame Louisa adalah sesuatu yang amat rahasia. Hanya sedikit dari kami yang mengetahuinya. Kunjungan oleh keluarga pun dibatasi. Aku sudah bersumpah untuk tak menyebarkan informasi ini pada orang - orang yang tak berkepentingan meskipun nyawa adalah taruhannya. Namun dengan hanya satu pertanyaan dan ekspresi mengiba dari Mira, semuanya keluar begitu saja dari mulutku.Gadis ini amat berbahaya bagiku. Namun selayaknya ngengat dan api, aku tak bisa menjauh dari Mira. Semua tentangnya seolah menjadi candu bagiku.
“Mira. Maafkan aku.”Kalimat yang diucapkan Richard tadi pagi terus saja terngiang di kepalaku dengan gaung tak menyenangkan yang membuat kepalaku menjadi pening. Sekarang sudah jam sebelas malam, dan aku sama sekali belum mengantuk. Mataku masih terbuka lebar tanpa ada tanda - tanda untuk mengakhiri hari dan beristirahat. Padahal besok aku harus bersiap untuk kelas pagi bersama JJ, bertemu dengan Granny Louisa, ijin yang entah bagaimana akhirnya kudapatkan dari Richard dan Daddy, sebelum sore harinya harus bersiap untuk jamuan minum teh barsama para putri bangsawan di rumah Mademoiselle Viella. Semoga aku tak salah mengingat namanya. Dia adalah putri Grand Duke satu - satunya, dan merupakan salah seorang yang berpengarih di kerajaan dan pemerintahan. Aku ingat JJ dan Richard bilang aku harus terlihat baik di depannya.Sesuatu yang tak kumengerti ka